Diskusi Kopi Warung Pemula: Mesti ada Renaissance jilid 2 di Indonesia

  • Bagikan
Foto bersama Colloquy serie 7 (dok. mediatani.co)
Foto bersama Colloquy serie 7 (dok. mediatani.co)

Mediatani.co– Kopi warung pemula kembali menggelar diskusi Colloquy Seri ke-7 mengangkat tema “Gagasan Membangun Lembaga Income Generator Berbasis Knowledge dan Inovasi dalam Universitas” di Babakan Tengah, Dramaga-Bogor, Kamis (24/01/2019).

Muhammad Karim, Dosen Universitas Trilogi mengungkapkan bahwa Indonesia harus belajar dari Israel untuk melahirkan generasi yang Inovatif. Salah satu negara yang hidup dari lingkungan yang tertekan sehingga memaksa mereka untuk terus berpikir dinamis.

“Di Israel, setelah lulus SMA anak-anak tidak langsung masuk universitas. Mereka diberi pendidikan ilmu-ilmu eksakta dan dibekali dengan ilmu intelejen terlebih dahulu. Baru setelah selesai, mereka dikirim ke kampus-kampus terbaik dunia. Lalu mereka kembali dengan kemampuan untuk memimpin perusahaan-perusaahan kelas dunia,” kata Karim yang juga mantan aktivis HMI ini.

Karim menjelaskan bahwa Israel memiliki prinsip untuk selalu menjadi yang terbaik. Berbekal kecerdasan dan pengetahuan, mereka selalu hadir dengan inovasi terbaru mendahului bangsa bangsa lain.

Ia menyebut-nyebut mengenai fenomena di Indonesia belakangan ini. Ia menyoroti bahwa di Indonesia perlu ada berbagai macam pembaruan untuk mengatasi kerusakan-kerusakan sosial yang menghambat ruang-ruang inovasi.

“Sebagaimana contohnya hoax yang beredar di mana-mana. Orang Israel yang pertama kali menciptakan program komputer untuk mendeteksi hoax, kemudian dia jual ke Amerika untuk diproduksi dan di pakai di seluruh dunia seperti sekarang, salah satunya ya Indonesia yang pake. Jadi jangan jadi alergi dengan Israel. Toh kalau kita belajar bagaimana mereka menciptakan ruang inovasi boleh-boleh saja.” ungkapnya dalam seloroh diskusinya.

Pria yang aktif menulis di berbagai media cetak dan daring ini mengungkapkan bahwa budaya untuk bisa menciptakan pembaruan-pembaruan perlu kita pelajari dan adopsi agar bangsa kita memiliki nilai daya saing di tingkat global. Bahkan ia sempat menyebutkan bila perlu adanya Renaissance Jilid ke 2 di Indonesia.

“Di Indonesia baru heboh tentang fenomena distruption sekarang, mereka (Israel) sudah persiapkan 30 tahun yang lalu,” tutur Karim.

Karim membeberkan jika kunci membangun generasi yang inovatif adalah kesetaraan. Semua orang memiliki hak yang sama dalam menciptakan inovasi tanpa ada intimidasi dari manapun.

“Israel berasal dari bangsa-bangsa yang berdiaspora. Budaya mereka itu Egaliter. Sehingga siapapun selalu berpikir kreatif tanpa tertekan oleh kasta dan strata,” lanjutnya.

Prof. Asep Saifuddin, Rektor Universitas Al-Azhar mengatakan syarat awal membangun income generator di universitas adalah inklusifitas. Kampus tidak boleh menjadi menara gading yang berdiri terpisah dari masyarakat sekitar.

“Kampus dan masyarakat harus menjadi satu kesatuan. Tidak boleh terpisah oleh pagar-pagar penyekat. Kampus dan masyarakat menjadi satu paket yang saling melengkapi. Tidak akan ada yang mencuri, kalo satu sama lain merasa saling memiliki,” ujar Prof Asep.

Selain itu, inovasi akan mudah lahir dari lingkungan yang egaliter. Mesti ada saling ingatkan tanpa ada arogansi.

“Semua civitas kampus harus membangun sikap kesetaraan. Sehingga ide ide inovatif bisa muncul darimana saja, tidak hanya dari kalangan elit kampus saja,” terangnya.

/J

Muhammad Karim
Dosen Universitas Trilogi
(dok. istimewa)

  • Bagikan