Harga Miring, Pengusaha Karet Sinting

  • Bagikan

Mediatani.co — Sebanyak 28 pabrik karet remah di Sumatera Utara kekurangan bahan baku. Sebagian besar pabrik hanya beroperasi tiga hari per pekan, bahkan ada yang menghentikan operasi. Krisis itu akibat banyak petani tak menyadap karet, menyusul harga anjlok Rp 6.000 per kilogram.

“Pengusaha semakin mengeluhkan semakin menipisnya pasokan bahan baku. Saat ini bahan baku hanya cukup untuk 3-4 hari,” ujar Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah di Medan, Rabu Kemarin (15/11/2017).

Pengusaha mengkhawatirkan pasokan yang berkurang akan mengganggu pemenuhan kontrak ekspor karet untuk akhir tahun 2017 dan awal tahun 2018.

Padahal sebelumnyapun, operasional pabrikan karet di Sumut hanya sekitar 50 persen dari total kapasitas terpasang yang kurang lebih 800ribu ton.

Menurut dia, kesulitan bahan baku terjadi akibat pasokan dari pedagang pengumpul terus berkurang menyusul tidak menderesnya petani karena harga karet turun.

Pasokan semakin lemah karena juga lagi musim hujan.

Harga bahan olah karet atau bokar petani di Sumut hanya sekitar Rp5.000 hingga Rp7.000 per kilogram.

Harga itu dinilai petani tidak sesuai dengan biaya produksi atau tidak mencukupi biaya hidup sehingga petani memilih tidak menyadao getah dan beralih profesi seperti menjadi buruh bangunan dan pabrikan.

“Petani mengaku karet itu baru akan bisa menghidupi mereka kalau harganya minimal Rp10.000 per kg,” ujar Edy..

Dia mengakui, penurunan harga bokar di tingkat petani dipengaruhi harga jual yang turun di pasar internasional.

Harga jual SIR20 di Oktober 2017 misalnya tinggal 1,43 dolar AS per kg dari di Januari 2017 yang sempat mencapai 2,11 dolar AS per kg.

“Kalau harga turun terus, maka sangat dikhawatirkan pasokan semakin bahkan tidak ada dan pabrikan karet semakin tidak bisa beroperasi atau malah tutup,” katanya.

Ia mengaku, selama ini untuk menutupi kekurangan pasokan dari Sumut, pengusaha mendatangkan bokar dari Aceh, Lampung, Kalimantan dan Sulawesi.

“Pasokan bokar dari daerah lain itu untuk menjaga kepercayaaan pembeli dari luar negeri dan menghindari denda,” ujar Edy.

Petani karet di Labuhanbatu, Sumut, K Siregar mengaku sudah lebih dari satu tahun tidak mengurus kebun karetnya dan beralih menjadi supir angkutan kota dan antarkota.

“Mana lagi bisa mengandalkan karet untuk biaya hidup kalau harga karet hanya di sekitar Rp5.000 per kg,” katanya.

Dulu, kata dia, patokan harga karet yakni satu kilogram karet sama dengan dua kilogram beras.

“Sekarang satu kilogram beras aja paling.murah Rp8.000 per kg,” katanya.

  • Bagikan