Inilah 10 Alasan Kenapa Pertanian Indonesia Tertinggal dari Thailand

  • Bagikan
Rice Farmers, Thailand by Florent C

Mediatani – Thailand, tak hanya dikenal sebagai raja sepakbola di Asia Tenggara, ternyata negeri Gajah Putih itu adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang sangat terkenal pertaniannya yang maju.

Di sekitar kita sering kita dengar produk Thailand seperti jambu atau ayam bangkok, pepaya Thailand, durian montong dan banyak lagi yang menggunakan nama identik dengan Thailand yang menjadi bukti majunya negara itu.

Lalu Mengapa Indonesia yang potensi pertaniannya jauh lebih baik bisa kalah? Inilah yang berbeda dari Thailand!

1. Eksportir beras terbesar dunia
Thailand selalu menduduki peringkat pertama atau paling tidak menjadi yang kedua dari semua negara eksportir beras. Dari banyak sumber disebutkan bahwa hasil penjualan beras Thailand mencapai 20% pendapatan negara. Dan anehnya Indonesia malah sebaliknya, sebagai negara yang pernah menjadi negara eksportir kini justru menjadi negara importir beras walaupun volumenya tidak besar.

2. Musim tanam padi
Intensitas tanam yang bisa sampai 5 kali dalam satu tahun, efeknya tentu pada produksi beras nasional mereka. Insensitas tanam yang lebih banyak ternyata juga didukung oleh teknologi alat mesin pertanian yang canggih.

3. Tata niaga pertanian
Dengan sistem subsidi harga beras yang dibeli pemerintah selalu di atas harga acuan beras. Contoh misal harga acuan beras 4000/kg, dibeli 6000/kg oleh pemerintah, maka margin 2000/kg adalah subsidi dari pemerintah. Nah, dengan sistem tersebut, selain petani mendapat keuntungan yang pasti, harga beras di dalam negeri jadi stabil.Dengan sistem subsidi harga beras yang dibeli pemerintah selalu di atas harga acuan beras.

Contoh misal harga acuan beras 4000/kg, dibeli 6000/kg oleh pemerintah, maka margin 2000/kg adalah subsidi dari pemerintah. Nah, dengan sistem tersebut, selain petani mendapat keuntungan yang pasti, harga beras di dalam negeri jadi stabil.

4. Bank pertanian
Bagi Thailand sektor pertanian dipandang sebagai sektor yang vital, oleh sebab itu sebagai bentuk perhatian dan keseriusan pemerintah terhadap sektor ini, di Thailand ada bank khusus yaitu Bank Pertanian, yang berdiri sejak 1966.Bank pertanian di Thailand ini berfungsi memberikan pinjaman lunak kepada petani untuk menjalankan usaha taninya, untuk membeli sarana input produksi misalnya. Karena sadar pentingnya bank pertanian ini bagi kemajuan pertanian, maka suku bunga yang diterapkan pun cukup kecil yaitu berkisar 1,5-3% per tahun (beda jauh dengan KUR di Indonesia yang suku bunganya 7% per tahun).

5. Mekanisasi pertanian
Mekanisasi pertanian menjadi kunci utama kemajuan pertanian di Thailand. Penggunaan Teknologi Pertanian Modern bisa dikatakan adalah jawaban untuk Krisis Pangan Dunia. Teknologi alat dan mesin pertanian meningkatkan efisiensi biaya dan waktu sehingga penanaman padi selama satu tahun bisa dimaksimalkan.

Kini, di saat tenaga kerja pertanian semakin sulit, nampaknya penggunaan alat dan mesin pertanian menjadi sebuah keharusan. Petani di Indonesia dipandang perlu melakukan alih teknologi terkini sehingga proses penebaran benih, penanaman hingga proses panen dapat dilakukan dengan cepat.

6. Menerapkan zonasi tanaman
Kebijakan zonasi, maksudnya adalah menempatkan tanaman yang bersifat strategis pada lahan tertentu yang telah ditunjuk oleh pemerintah dengan harapan produktivitas tanaman dapat maksimal. Komoditas pertanian yang sudah ada wilayah zonasinya adalah padi, jagung, tebu, kelapa sawit, karet dan singkong.

Dengan adanya wilayah atau zonasi ini, maka dipastikan pemerintah mempunyai gambaran jelas output produksi yang akan dihasilkan. Lebih bagusnya lagi, pemerintah menjamin bahwa petani akan mendapatkan harga yang pantas, dengan memberikan subsidi apabila harga pasar kurang menguntungkan petani.

Dengan adanya kebijakan zonasi tanaman, pemerintah Thailand tinggal mengatur waktu penanamannya, menyesuaikan dengan target produksi dan target ekspor. Jika dirasa ouput dari wilayah zonasi masih kurang, maka pemerintah tinggal mencari wilayah zonasi baru, dan point terpenting bahwa di sana itu tak ada yang berani mengubah atau alih fungsi wilayah pertanian menjadi wilayah industri atau perumahan.

7. Produk pertanian Thailand berjaya di dalam negeri
Di Indonesia produk impor jauh lebih laku. Hal ini terjadi karena pengaruh dari faktor harga, walaupun kualitas masih bagus produk lokal.Beda halnya di Thailand, hal tersebut tak berlaku, Pasalnya di salah satu pasar agribisnis terbesar di Thailand yaitu justru produk impor nampak sepi pembeli. Masyarakat Thailand sudah sangat sadar bahwa dengan mengkonsumsi produk lokal itu sama saja dengan mendukung petani/pertanian di negara mereka, yang pada akhirnya juga mendukung perekonomian nasional.

8. Upah buruh/tenaga kerja pertanian
Upah buruh atau tenaga kerja pertanian di Thailand juga termasuk tinggi yaitu di kisaran angka 350 Bath Thailand atau sekitar 150.000/hari kerja, sedangkan di Indonesia kan di kisaran 65.000-75.000/hari kerja (sumber: KPSI/Konfederasi Serikat Perkerja Indonesia).Nah, menurut data KPSI di atas, upah buruh di Thailand menempati urutan ke-2 setelah Malaysia, sedangkan Indonesia menempati urutan ke-5 di antara negara-negara ASEAN.

9. Tingkat kepemilikan lahan pertanian
Tingkat kepemilikan lahan petani Thailand adalah 3 hektar per kepala keluarga. Cukup luas mengingat di Indonesia sendiri tingkat kepemilikan lahan petani hanya 0,3 hektar.Di Indonesia bahkan banyak juga petani yang tidak memiliki lahan, dengan kata lain hanya menjadi petani penggarap lahan orang lain (menyewa). Program kerja reformasi agraria yang diharapkan berdampak pada petani ternyata belum dijalankan oleh pemerintah Indonesia.

10. Kebijakan pemerintah Thailand yang pro-petani
Apa yang telah dicapai oleh Thailand khususnya dalam kemajuan bidang pertanian, tentu tak lepas dari peran dan dukungan penuh pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang pro-petani.

Adapun kebijakan pro-petani lain yang juga menjadi kunci sukses keberhailan Thailand yaitu:

  • Kebijakan membebaskan pajak pengairan dan pajak lahan sawah sampai luasan tertentu
  • Kebijakan menurunkan pajak impor alat dan mesin pertanian (alsintan) menjadi 0-5%
  • Kebijakan pajak 0% untuk ekspor produk pertanian dan menerapkan pajak impor sebesar 5% untuk perusahaan importir.
  • Kebijakan ganti rugi berupa benih atau pupuk bagi petani yang mengalami kegagalan panen karena force majeur (kondisi di luar kendali atau kemampuan petani seperti bencana alam angin topan, banjir dan lain-lain).

Memang potensi Indonesia jauh lebih besar daripada Thailand. Namun, tidak dapat dipungkiri faktor penting yang mempengaruhi kemajuan pertanian adalah praktis atau tidaknya kebijakan pemerintah dalam mengatur petani dalam negeri.

Namun, bukan berarti kita harus meniru semua kebijakan yang diterapkan Thailand karena tentunya kita punya kondisi dan masalah yang berbeda. Sekarang yang terpenting adalah keseriusan untuk berbenah oleh semua pihak yang terlibat di sektor pertanian.

  • Bagikan