Pohon Darah Naga dari Pulau Socrota

  • Bagikan

Sejarah Pulau Socrota 

Sejak dahulu, banyak julukan fantastis sekaligus misterius yang diberikan kepada pulau ini, mulai dari The Lost World, Alien Island, serta orang di Timur Tengah menyebutnya Tempat Persembunyian Dajjal, dan sebagainya. Para pegiat lingkungan punya nama khas, The Galapagos of the Indian Ocean.

Jika dilihat dari peta, pulau yang cukup terpencil ini dekat dengan Teluk Aden, Samudra Hindia. Tepatnya di timur tanduk Afrika, Somalia sejauh 240 kilometer. Bila dari Yaman, posisinya di selatan sejauh 380 kilometer.

Secara administrasi, pulau ini masuk wilayah Yaman, meski begitu, secara geografis, bagian dari Afrika. Sejak lama Socrota terlewat para penjelajah, dan nyaris tak terjamah peradaban. Hingga kini, alamnya tak berubah sejak ribuan tahun.

Sekitar 34 juta tahun Pulau Socrota terpisah dari daratan Arabia, sehingga membuatnya begitu unik. Selain lanskap, keragaman flora dan faunanya yang khas, tak ada di tempat lain.

Bukan hanya menarik, Pulau Socrota memiliki lebih dari 800 jenis hewan dan tumbuhan. Di sana juga pernah ditemukan alat buatan manusia yang diperkirakan sudah ada dari zaman sebelum masehi.

Orang setembat berkeyakinan bahwa bangsa Fenisia menganggap pulau ini suci, karena merupakan rumah bagi burung phoenix. Dalam gua-gua batuan kapur di sana, juga ditemukan prasasti dalam berbagai bahasa kuno.

Menurut UNESCO, 37% dari 825 spesies tanaman Socotra, 90% spesies reptilnya, dan 95% spesies siput daratnya tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Socrota tempat hidup populasi burung darat dan laut yang signifikan secara global [192 spesies burung, 44 di antaranya berkembang biak di pulau-pulau, sementara 85 jenis adalah migran, termasuk yang terancam.

Kehidupan lautnya juga sangat beragam. Ada 253 spesies karang pembangun terumbu, 730 spesies ikan pesisir, dan 300 spesies kepiting, lobster, beserta udang.

Pohon Darah Naga

Pohon darah naga (Dracaena cinnabari), pohon yang memiliki bentuk khas seperti payung ini berasal dari kepulauan Socotra. Secara keseluruhan, pohon ini juga terlihat seperti jamur.

Berdasarkan legenda di sana, dulunya Sang Pencipta membuat dunia baru di tengah samudra. Di dalamnya ada banyak bentuk kehidupan dan salah satunya adalah naga.

Naga itu kemudian memakan dan menghancurkan makanan yang ada di pulau. Karena itulah, kemudian ia diubah menjadi pohon supaya ia menderita.

Socrota Island, Yemen (pinterest)

Nah, menurut legenda tersebut, setiap kulit pohon itu dipotong, si naga kesakitan hingga mengeluarkan darah. Bukan hanya memiliki cerita menarik di baliknya, getah merah dari pohon ini ternyata bermanfaat!

Biasanya, getah tersebut dimanfaatkan untuk mengobati penyakit, mulai dari penyakit kulit, diare, sampai yang disebabkan oleh virus.

Uniknya, pohon ini bisa tumbuh sekitar 4 – 6 meter dan memiliki bentuk batang yang terlihat seperti akar yang tumbuh ke atas.

Bentuk pohon dapat dikaitkan dengan percabangan dichotomous, masing-masing cabang terbagi dua bagian. Batang membelah setiap kali pohon berbunga. Itulah sebabnya ahli botani dapat menghitung perkiraan usia pohon dengan menghitung jumlah percabangan.

Bentuknya yang tak lazim ini ternyata berfungsi untuk kehidupannya. Daun-daunnya yang rimbun mengurangi proses penguapan dan membantu bertahan hidup di daerah yang suhunya sangat panas.

Pemanfaatan getah berlebihan mengganggu kehidupan sang pohon. Begitu juga penggembalaan kambing sering memakan bibit dan biji tanaman yang tumbuh. Ditambah lagi, pohonnya sering ditebang untuk dimanfaatkan kayunya, sebagai kayu bakar. Masalah lain, meningkatnya pembangunan di pulau itu, terutama pembuatan jalan, serta pengunjung setiap tahun.

IUCN [International Union for Conservation of Nature] mengklasifikasikan statusnya “Rentan”.  Diyakini, perubahan iklim berpengaruh pada makin sulitnya pohon baru tumbuh dan berkembang.

Kini, makin sedikit pohon beregenerasi alami, dan banyak pohon kehilangan bentuk ‘payung’ nya yang berarti tumbuh tidak sempurna. Socotra sedang mengering, hujannya tidak merata dan selebat dulu.

Menurut Globaltrees, habitatnya hilang sebanyak 45% pada 2018. Saat ini, usaha-usaha untuk pelestarian dilakukan. Akan tetapi, sama sekali tidak cukup menyelamatkannya dari kepunahan di masa depan.

Tumbuhan ini pertama kali dideskripsikan oleh Isaac Bayley Balfour pada tahun 1882. Lambang miniatur pohon ini kemudian digunakan oleh Windows sebagai Network-Icon.

sumber: Mongabay

  • Bagikan