Yuk Intip Kisah Sukses Petani Jahe Mempawah Ini

  • Bagikan
Petani di Mempawah Timur menunjukkan tanaman jahenya [dok: Muhayan/Antara]

Mediatani.co – Insting bertani yang kuat sekaligus menghitung momentum, dimanfaatkan betul oleh Sukri, kala mencoba menanam jahe dalam skala besar meski tanpa pendidikan atau pelatihan khusus berhari-hari.

Pria berusia 46 tahun dari Desa Semparung Parit Raden, Kabupaten Mempawah itu, belajar setahap demi tahap secara otodidak terlebih dahulu mulai dari awal hingga pasca panen tanaman yang familiar sebagai pelengkap bumbu dapur itu.

Kendati masih pemula dan baru merintis, Sukri sekarang mempunyai 1,2 Hektare (Ha) lahan jahe yang siap dipanen pada Mei dan Juni 2018 mendatang. Diperkirakan hasilnya mencapai 15-20 ton.

“Setelah disortir, yang kualitas bagus kirim ke Malaysia rerata panjang ruas atau rimpang 7-8 cm. Pengepul mengambil ke saya dengan harga Rp26.000/Kg,” kata Sukri kepada Bisnis, Senin (11/12/2017).

Jahe yang diproduksinya sejak 2014 itu kemudian dibawa oleh pengepul ke distrik Serikin-Serawak (Malaysia). Negara jiran itu konon tertarik dengan jahe asal Mempawah ini karena rasanya lebih pedas. Permintaan dari Malaysia sangat tinggi, bisa mencapai hingga 40 ton per hari tapi Sukri hanya mampu memproduksi maksimal 20 ton sekali panen.

Jahe yang diproduksi olehnya dan petani di Mempawah itu belum mempunyai nama seperti lazim nama-nama jahe lain. “Jahe Gajah bukan, tapi ini bibit jahe ini lokal dari sini Mempawah.”

Dukungan Pemda

Dalam memulai budidaya jahe ini, kata dia, tidaklah sulit. Awal mulanya, dia memperhatikan terlebih dahulu, keponakannya menanam hingga proses panen. Harga jual yang membuat selisih margin sangat tinggi itulah bikin Sukri mencoba peruntungan dan berhasil.

Saat itu, sebelum menanam jahe, Sukri menanam cabai besar dan jenis-jenis komoditas sayuran lainnya seperti mentimun. Tetapi harga jual cabai yang fluktuatif bahkan cenderung turun akhirnya lahan cabai digantinya menjadi jahe.

Dia mengakui usahanya belum mengalami kegagalan dan bersyukur sudah mengalami tiga kali panen sepanjang 3 tahun terakhir ini. Bahkan Sukri sudah menyiapkan tambahan lahan lagi seluas 2,2 Ha untuk perluasan area tanam dari existing 1,2 Ha.

“Saya dibantu 5 orang karyawan, mereka diupah mulai Rp80.000-Rp90.000/hari/orang. Saya berencana akan menambah luas lagi sampai 5 Ha tunggu modal lagi,” ujarnya.

Tanaman jahe, menurutnya, selain memang membutuhkan modal banyak juga perlu perhatian khusus agar tidak mengalami gagal panen yang masif. Ada beberapa fokus dalam merawat tanaman ini.

Pertama: menjaga ruas jahe tidak termakan ulat dan jamur. Hama-hama tersebut apabila merusak jahe dan dibiarkan bisa merambat ke tanaman sekitar dalam satu bedengan.

Kedua: harus menggunakan penutup bedengan supaya tanaman terawat maksimal. Sukri dan petani lain memakai daun kelapa guna menyiasati penggunaan paranet (jaring plastik) yang membutuhkan biaya lebih besar.

“Oleh karena itu kami berharap pemerintah daerah (membantu kami untuk menyediakan paranet. Kalau tidak pakai penutup hasil panen setengah dari yang hasil tertutup,” paparnya.

Bantuan

Staf Produksi Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Kabupaten Mempawah Oktavianus menilai pertanian komoditas jahe memiliki potensi besar untuk mensejahterahkan masyarakat Mempawah.

Pasalnya, dia mengutarakan, dalam hitungan harga jual terendah saja yang ditentukan oleh Dinas Pertanian, para petani jahe masih mendapatkan untung besar.

Untuk 1 Kg jahe dijual seharga Rp17.000 dengan modal awal Rp80 juta. “Itu saja untung Rp300-an juta kalau hasil sekarang, apalagi harga sekarang Rp26.000/Kg.”

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) luas panen jahe dari Kabupaten Mempawah total mencapai 78,89 Ha. Setiap kuartal mengalami peningkatan, mulai 18,90 Ha pada kuartal I, kemudian 19,71 Ha kuartal II, 30,83 Ha dan 12,12 Ha. Luasan tersebut tersebar di 9 kecamatan.

“Besok (12/12/2017) Selasa, Pak Sukri akan mendapatkan bantuan pompa air dan tahun depan bantuannya paranet,” ucap dia.

  • Bagikan