Cegah Potensi Pandemi Disease X, Ahli Sebut Peternak Harus Monitor Hewan Ternak dan Perketat PHBS

  • Bagikan
Ilustrasi Virus/Ist

Mediatani – Disease X merupakan bentuk dari sebuah penamaan dari penyakit yang belum diketahui, sebagaimana kata Epidemiolog Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman dikutip dari laman CNNIndonesia.com, Minggu, (3/1/2021), kemarin.

Dicky melanjutkan, penyakit X dianggap sebagai penyakit yang berpotensi menyebabkan pandemi, menyebabkan kematian dalam jumlah besar, dan mudah menular.

Oleh karena itu, para ahli menyarankan agar masyarakat memperketat pengawasan makanan yang dikonsumsi hewan liar, para peternak harus memonitor hewan ternaknya dan menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Hal itu sejalan dengan Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo sebagaimana dilansir dari CNNIndonesia.com, Senin, (4/1/2021), yang menyarankan pihak pemerintah harus mengawasi makanan yang biasa dimakan oleh masyarakat. Baik hewan ternak maupun hewan liar.

“Di Indonesia ada beberapa etnis yang mengonsumsi makanan non ternak. Pemerintah juga harus terus mengawasi hewa-hewan tersebut, jangan dilarang untuk memakannya tapi harus diupdate terus kandungan virus, bakteri dan parasit yang ada di hewan itu, ” ujar dia.

Tak berhenti di situ, monitoring terhadap hewan ternak pun perlu dilakukan. Hal itu dikarenakan ada potensi kelalaian dari regulator sebagaimana terjadi pada hari raya Idul Qurban sebelumnya.

Banyak peternak menurutnya, langsung menjual hewan ternaknya tanpa mengontrol kesehatan hewan tersebut. Padahal, lanjut dia, bisa saja hewan tersebut membawa virus berbahaya yang dapat bermutasi.

Cara selanjutnya, ungkap dia ialah dengan menjalankan PHBS.

DIa berharap, dengan PHBS dapat mencegah penularan virus, bakteri maupun parasit dari hewan ke manusia, dan penularan antar manusia, yang berpotensi menjadi wabah hingga pandemi.

“PHBS itu tidak hanya cuci tangan saja, tapi juga bagaimana kita meningkatkan daya tahan tubuh dengan sering berolahraga yang cukup, rutin, istirahat cukup. Kalau sudah melakukan itu, Insyaallah berisiko rendah tertular penyakit baru, ” ujarnya.

Sebelumnya, dikutip dari laman yang sama, Epidemiolog Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman membeberkan ada kira-kira 827 ribu virus yang berpotensi menginfeksi manusia. Sementara, secara keseluruhan hanya 263 virus yang benar-benar bisa menginfeksi manusia.

“Yang artinya baru sekitar kurang dari 1 persen dari 827 ribuan itu. Yang artinya 99 persen virus yang bisa menjadi ancaman pandemi itu belum kita ketahui. Luar biasa begitu besar ancaman pandemi yang disebabkan virus yang asal muasalnya dari hewan,” ujarnya, Minggu (3/1/2021).

Minimnya identifikasi virus kata Dikcy, telah membuat banyak inisiatif global membuat kajian saintific. Selain itu, pentingnya keamanan global di bidang kesehatan.

Dicky mmebeberkan WHO sendiri memiliki daftar penyakit yang mana menjadi prioritas untuk ditangani, misalnya Covid-19, HIV, hingga Ebola.

Dalam regulasi kesehatan global sebutnya yang dirancang WHO, juga mengharapkan negara memiliki kemampuan mendeteksi secara dini ancaman dari sebuah wabah, baik wabah , epidemi, atau pandemi.

Deteksinya, sebut Dicky merupakan kata kunci menanggulangi dan mencegah pandemi. Kemampuan penelusuran penyakit, terutama juga pada hewan merupakan bagian penting untuk dikuasai.

Terkait dengan penyakit X itu, pihaknya menemukan hal itu terjadi di Kongo, meski dia melihat bukan Ebola. Namun, dia berkata temuan itu memperlihatkan bahwa pandemi ancaman semakin besar. Bahkan, dunia memasuki era pandemi pada 2021.

“Era pandemi artinya ancaman pandemi akan lebih serius. Artinya sistem kesehatan kita harus lebih kuat. Selama pandemi covid-19 ini kita mendapatkan tes terhadap sistem kesehatan kita,” ujarnya.

Dengan keterlibatannya dalam perumusan kebijakan kesehatan, dia mengingatkan pandemi terjadi setiap lima tahun sekali dalam 20 tahun terakhir. Sehingga, prediksi pandemi penyakit bisa lebih cepat terjadi.

Penyebab utama cepatnya pandemi terjadi, kata dia karena interaksi antar manusia, antar hewan, hingga alam liar yang lebih tinggi. Pengabaian azas keseimbangan alam itu juga menjadi penyebab. (*)

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version