Peternak Mandiri Melapor ke Ombudsman karena Alami Kelangkaan DOC

  • Bagikan
Ilustrasi. Peternakan ayam/IST

Mediatani – Peternak mandiri ayam broiler mengaku merasakan kelangkaan supplai DOC (day old chicken) selama satu tahun belakangan.

Mereka menduga hal ini disebabkan oleh tindakan maladministrasi perusahaan besar dan pihak integrator dalam negeri lainnya.

Kelangakaan ini pun mengakibatkan peternak ayam mandiri mengalami potensi kerugian hingga miliaran rupiah.

Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Indonesia (PPRN) Alvino Antonio mengatakan, indikasi potensi kerugian usaha peternak dan beberapa peternak mandiri karena tidak taatnya perusahaan pembibit atau budidaya PS (Parent Stock) yang menghasilkan ayam DOC FS (Final Stock).

Dia menyebutkan, dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.32/2017 Tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan telur konsumsi. Disebutkan dalam Pasal 19 dengan bunyi Pelaku Usaha Integrasi dan Pembibit PS yang melakukan budidaya kepada pelaku usaha mandiri, koperasi, dan peternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 wajib dengan ketentuan, antara lain paling rendah 50% produksi DOC FS dari pelaku usaha integrasi dan/atau pembibit PS dialokasikan untuk pelaku usaha mandiri, koperasi, dan/atau peternak dan paling tinggi 50% produksi DOC FS dari pelaku usaha integrasi dan/atau pembibit PS dialokasikan untuk kepentingan sendiri dan Peternak mitra.

“Faktanya saya sebagai peternak dan teman-teman peternak ayam broiler lainnya khususnya di daerah Bogor dan wilayah Indonesia lainnya justru tidak kebagian DOC FS,”

“Dengan begitu, saya melaporkan keberatan ini kepada Ombusdman Republik Indonesia, karena persoalan ini berpotensi adanya malaadministrasi karena tidak ada sinkronasi antara pelaku usaha pembibit ayam broiler dengan peraturan yang ada,” ujar Alvino dalam keterangannya usai menyampaikan laporan dugaan maladministrasi sejumlah perusahaan, Kamis (15/4), mengutip Jumat (16/4/2021) dari laman Kontan.co.id.

Alvino menjelaskan, saat kondisi harga ayam yang tinggi seperti sekarang ini, dirinya dan peternak mandiri lainnya tak kebagian DOC, sehingga tidak dapat beternak ayam.

“Populasi produksi dari seluruh peternak mandiri mungkin sudah di bawah 10% dari total kebutuhan nasional. Gimana cara kami bisa bertahan? Kami seperti dipermainkan. Saat harga tinggi, kami tidak diberikan DOC. Saat ada DOC, kami sering jual rugi,” jelas Alvino.

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan yang disampaikan para peternak ayam mandiri ini.

Ia menegaskan, Pemerintah berkewajiban melindungi petani dan peternak mandiri, sesuai dengan Undang-Undang (UU) No.19/2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dan Peraturan Pemerintah (PP) No.6/2013 Tentang Pemberdayaan Peternak.

“Dan yang terpenting, kita juga tahu ada regulasi yang menyebutkan siapapun peternak rakyat di bumi pertiwi Indonesia, tidak ada cerita rakyat tidak punya ruang ruang untuk mengembangkan usahanya,”

“Jadi peternak kecil seperti Pak Alvino dan kawan-kawan ini harus dibuka ruang usahanya dan harus dilindungi oleh Pemerintah,” kata Yeka.

Meski demikian, Yeka menambahkan, laporan tersebut akan dikaji dari sisi regulasi dengan kondisi saat ini, yakni Permentan No.32/2017 dan kebijakan Kementan melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) yang berupaya menjaga supply and demand DOC FS ayam ras pedaging dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Ditjen PKH No.08068/PK.230/F/03/2021 tentang Pengaturan dan Pengendalian Produksi anak ayam (DOC) FS, pada 8 Maret 2021 lalu.

Dugaan Praktik Kartel Harga Bibit Ayam, Peternak Akui Merugi Rp 5,4 T

Sebelumnya, Alvino Antonio juga melakukan pelaporan dugaan kartel kepada Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).

Alvino juga menjelaskan bahwa dia dan Kadma melaporkan telah terjadi kartel penentuan harga pada tingkat breeding farm alias peternakan bibit ayam. Alvino menilai harga DOC selalu sama dijual oleh berbagai breeding farm…baca selengkapnya dengan klik di sini. (*)

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version