Pengembangan Sutra dan Kemajuan UMKM di Kabupaten Wajo

  • Bagikan
Kuliah Umum Institut Teknologi Pertanian di Desa Campagaya Kec. Galut Kab. Takalar, Kamis (21/10/2021).
Kuliah Umum Institut Teknologi Pertanian di Desa Campagaya Kec. Galut Kab. Takalar, Kamis (21/10/2021).

Mediatani – Kabupaten Wajo sejak dulu telah dikenal sebagai sentra penghasil kain tenun sutra di Sulawesi Selatan dan sudah sampai ke mancanegara.

Menurut sejarahnya, sutra dikenal di Tiongkok sejak tahun 2500 sebelum Masehi dan berkembang di Korea, Cina dan Thailand. Di Indonesia, khususnya di Kabupaten Wajo, sutra berkembang sejak tahun 50an.

Sebuah perusahaan besar sutra di Thailand bahkan pernah belajar tentang budidaya sutra di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kabupaten Soppeng, Wajo dan Enrekang. Hingga saat ini sutra di Thailand berkembang pesat dan telah memiliki brand atau merek berkat bantuan teknologi modern.

Untuk dapat bersaing, pengembangan sutra dan UMKM di Kabupaten Wajo membutuhkan peran semua stakeholder, dimana sumber daya manusia di bidang ini perlu diberi pelatihan, bimbingan dan pembinaan.

Hal ini disampaikan oleh Bupati Wajo DR. H. Amran Mahmud, S. Sos. M.Si pada kuliah umum yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Pertanian (ITP) di Desa Campagaya, Kecamatan Galut, Kabupaten Takalar, Kamis (21/10/2021), dengan tema “Sutra dan Kemajuan UMKM Wajo”.

Pada kegiatan tersebut, Bupati Takalar H. Syamsari, S.Pt. MM juga berkesempatan memberikan kuliah umum. Hadir juga mahasiswa Institut Teknologi Pertanian, Anggota DPRD Takalar, Sekretaris Daerah Takalar, Ketua Yayasan Global Panrita, Pimpinan BUMN dan BUMD, serta sejumlah stakeholder di Kabupaten Takalar.

Bupati Wajo Amran Mahmud mengatakan, perlu dilakukan pengembangan sutra dan UMKM yang ada di Kabupaten Wajo agar bisa bersaing dan maju seperti negara lainnya.

Kurang lebih 15 tahun terakhir, Amran Mahmud terus mempelajari apa permasalahan yang dihadapi dalam pengrajin sutra di Wajo. Alhasil, ia berhasil mengumpulkan pengrajin sutra dan mengembangkan UMKM di daerahnya.

“Ada 600 lebih pengrajin sutra di Wajo saya kumpulkan, kemudian menanyakan apa kendalanya. Kenapa kita tidak bisa bersaing dan bisa maju seperti bisnis sutra di negara-negara lainnya. Ternyata jawaban mereka menyangkut masalah bahan baku,” paparnya.

Amran menambahkan, perlu ada sentuhan teknologi dalam pengembangan Sutra di Wajo, seperti Cina yang membuat sutra dengan teknologi imitasi. Kain dari sutra di Negeri Tirai Bambu itu dibuat dengan tampilan yang berkualitas.

Selama ini, pembuatan sutra di Indonesia dilakukan dengan melalui proses budidaya, mulai dari telur, menetas menjadi ulat, kemudian ulat disiapkan makanannya yang disebut murbei, lalu berubah menjadi kemompong, hingga kepompong tersebut dijadikan benang.

“Kemudian benang tersebut diolah lagi dibersihkan diperhalus dan dipintal menjadi kain. Lalu menjadi sarung, pakaian, tas, souvenir dan lainnya. Sehingga hal ini menarik, sebab memiliki nilai bisnis ekonomi yang luar biasa,” terangnya.

Data nasional menunjukkan bahwa kebutuhan sutra di Indonesia kurang lebih 6 juta meter per tahun atau senilai 900 ton. Beberapa daerah penghasil sutra di Indonesia, yaitu Garut dan terkhusus di Sulawesi Selatan adalah Wajo, Soppeng dan Enrekang.

“Sementara Wajo, baru bisa menghasilkan 9 ton per harinya. Dengan data ini, sehingga peluang bisnis sangat menjanjikan dengan pasar yang sangat luas. Makanya seperti Jawa, Solo, Pekalongan mereka selalu mencari kain sutra. Begitu dia tahu kain polos sutra pasti diperebutkan,” paparnya.

Berkat sentuhan teknologi dan keahlian skill pembuatnya, kain sutra telah dibranding menjadi produk yang terkenal. Produk yang dihasilkan bisa mencapai Rp 4 juta hingga Rp 6 jutaan dengan harga kain Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu.

Amran Mahmud menambahkan, sentuhan teknologi menghasilkan produk sutra yang luar biasa. Namun, perlu dilakukan pembinaan usaha kecil dan menengah untuk mengembangkannya menjadi lebih luas.

“Dengan menanam sejuta pohon murbei, tahun ini kami mendapat bantuan mesin pemintal yang lebih canggih.  Dengan teknologi mesin ini, proses penenun lebih mudah dan hasilnya dapat dijual lebih mahal lagi dan produksinya bisa lebih meningkat dibanding masih menggunakan mesin tradisional,” tambahnya.

Kabupaten Wajo dikenal sebagai daerah niaga. Karena itu, nantinya akan dicetak 10 ribu entrepreneur di seluruh sektor pertanian, peternakan, perikanan. Pasalnya, Kabupaten Wajo memiliki potensi pertanian yang luar biasa.

“Kalau kita mau bekerja keras dan mencetak 10 ribu pengusaha itu tidaklah sulit yang penting semangat kerja,” tambahnya.

Bupati Wajo Amran Mahmud juga mengapresiasi kehadiran kampus Institut Teknologi Pertanian di Takalar yang diprakarsai oleh Bupati Takalar Syamsari.

Ia berharap nantinya ITP bisa menjadi masa depan yang dapat menguatkan dan memajukan Kabupaten Takalar dengan persiapan sumber daya manusia yang memadai. Nantinya, kampus tersebut menjadi tempat pengembangan riset dan pemanfaatan untuk memajukan UMKM di Takalar.

Di akhir kegiatan, Amran Mahmud berpesan kepada mahasiswa ITP Takalar untuk tetap bersemangat untuk memanfaatkan suatu potensi. Menurutnya, semangat yang dibutuhkan yaitu etos kerja.

“Etos kerja yang dmaksud adalah kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas. Masa pandemi banyak yang terkapar, tapi masih saja ada yang diuntungkan. Karena mereka melihat peluang. Utamanya sektor pangan menjadi nomor satu,” paparnya.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version