AS Bakal Produksi 10 Ribu Monyet karena China Hentikan Ekspor Monyet

  • Bagikan
ilustrasi monyet/ist

Mediatani – Negara adidaya Amerika Serikat (AS) melalaui sebuah perusahaan penelitian hewan di Texas tengah berencana membangun pusat peternakan monyet dengan target produksi 10.000 ekor per tahun. Hal itu dilakukan lantaran China sebagai pemasok utama primata (monyet) menghentikan ekspornya dikarenakan virus covid-19.

Monyet-monyet itu bakal dikembang-biakkan dan bukan untuk dilepasliarkan di alam liar. Tujuan utama peternakan monyet itu tentu saja untuk penelitian medis yang digunakan dalam uji coba di laboratorium, termasuk penelitian untuk COVID-19, SARS, Zika, dan virus mematikan lainnya.

Ini juga berarti akan ada peternakan primata pertama di dunia dalam skala industri.

Dilaporkan The Independent, yang dikutip, Kamis, (21/1/2021) dari situs berita Kumparan.com dengan artikel yang berjudul ‘AS Bakal Bikin Peternakan Monyet dengan Target 10.000 Ekor Setahun, Buat Apa?’ bahwa proposal yang diajukan perusahaan raksasa Envigo menyatakan hingga saat ini laboratorium di seluruh dunia mengalami kekurangan monyet sebagai sarana penelitian karena permintaan global melebihi jumlah pasokan yang ada. Terlebih saat pandemi covid-19 menyebar.

Diketahui, saat AS menginginkan lebih banyak percobaan dan penelitian, di sisi lain, China justru menghentikan ekspor primata ke negara lain dan menyimpan monyet-monyet itu untuk penelitian medis negaranya. Diperkirakan penimbunan primata di China akan meningkatkan mesin perekonomiannya, namun juga juga menegaskan China sebagai pemimpin sains global saat ini.

Di dalam proposal tersebut pula disebutkan perusahaan memiliki target angka yang dicapai yakni sekitar 30.000 ekor monyet per tahun di masa depan. Hal itu guna memenuhi kebutuhan penelitian di laboratorium AS.

Proyek tersebut akan menelan biaya sekitar 500 juta dolar AS, membutuhkan durasi waktu 10 tahun dalam membangun produksi.

“Namun, kami bisa mengamankan persediaan vital hewan untuk para ilmuwan AS dengan mendirikan pusat pembiakan sekitar 10.000 hewan per tahun,” kata perusahaan itu.

Biaya yang dibutuhkan sekira 170 juta dolar AS dan menghabiskan waktu lima tahun dalam mencapai target produksinya.

Perusahaan itu sendiri akan mempekerjakan ada 160 ilmuwan, teknisi hewan dan beberapa bidang pekerja lainnya.

Pemimpin perusahaan itu juga mengklaim pusat pembiakan itu nantinya akan menjadi stimulus bagi ekonomi Texas, yang mana Envigo sudah menyiapkan lahannya sekitar 200 hektare.

AS juga sudah memiliki tujuh pusat regional yang didanai oleh National Institutes of Health (NIH), yang membiakkan puluhan ribu primata untuk penelitian. Akan tetapi, tetap saja negara itu masih saja dianggap sebagai importir hewan terbesar di dunia sebagai percobaan laboratorium dan pembiakan koloni.

Data terbaru disebutkan, bahwa 2018 lalu, AS mengimpor hampir 39.000 primata, termasuk 28.848 kera dari China, 6.412 dari Kamboja, 2.649 dari Mauritius, dan lebih dari 1.000 monyet lainnya dari negara lainnya, termasuk St Kitts.

Pada tahun itu juga tercatat ada sekitar 70.797 primata non-manusia yang digunakan AS dalam penelitian.

Di lain sisi, Kelompok kesejahteraan primata mengutuk keras rencana pusat penangkaran primata itu. Menurut mereka rencana ini adalah “langkah mundur” dan mempertanyakan apakah percobaan pada monyet aman dan perlu.

“Meskipun ada kesamaan biologis antara primata non-manusia dan manusia, ada pula perbedaan substansi yang membuat hasil ekstrapolasi pada primata (monyet), tidak efektif saat digunakan kepada manusia dan terkadang berbahaya,” kata Nedim Buyukmihci, profesor kedokteran hewan emeritus di University of California AS.

“Satu di antara contohnya ialah TGN1412, yang ditemukan aman pada monyet tetapi mematikan untuk manusia.”

Sarah Kite, satu di antara pendiri Action for Primates menuturkan, beberapa perusahaan farmasi memulai melakukan uji coba vaksin COVID-19 pada manusia sebelum penelitian pada monyet selesai.

Hal itu bertujuan untuk mengurangi penggunaan primata semisal monyet dalam uji coba laboratorium.

Terkait kecaman itu, pihak Envigo sampai kini belum memberi tanggapan. Namun, dalam situs resminya pihak perusahaan menuliskan;

“Nilai hewan dalam penelitian penting untuk memajukan pemahaman kita tentang tubuh dalam hal kesehatan dan penyakit, serta untuk mengembangkan obat-obatan baru dan senyawa lain. Tanpa adanya penelitian pada hewan, kita tidak akan dapat menghasilkan obat-obatan yang mengubah hidup dan meningkatkan serta menyelamatkan kehidupan di seluruh dunia,” tulis Envigo dalam situs resminya itu. (*)

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version