Desa Katongan Jadi Desa ‘Aloe Vera’ Berkat Sosok Ibu Ini

  • Bagikan
Sumarni pembidudaya Aloe Vera/Via Kompas.com/IST

Mediatani – Tumbuhan atau tanaman lidah buaya diketahui memiliki banyak manfaat bagi manusia. Khasiat tanaman dengan nama latin Aloe vera ini bahkan telah dikenal sejak ribuan tahun lalu.

Adapun beberapa khasiat lidah buaya itu, di antaranya mengobati sengatan matahari, mempercepat penyembuhan luka, mengatasi iritasi, melembabkan kulit, mencegah penuaan dini, hingga meningkatkan kekebalan tubuh.

Berangkat dari ide dan khasiat itu, seorang ibu di Desa Katongan, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bernama Sumarni (54) berinisiasi mengajak ibu-ibu di desanya untuk membuka komunitas budi daya.

Yup! Selain karena memiliki manfaat yang luar biasa bagi tubuh, ide budi daya lidah buaya itu ternyata diniatkan Sumarni sebagai bentuk pemberdayaan ibu-ibu agar mandiri secara ekonomi.

Hal itu juga dilakukan karena sama halnya dengan desa-desa lain di Gunung Kidul, Desa Katongan juga didominasi oleh persawahan tadah hujan.

Maka dari itu, ibu-ibu di desa ini tak memiliki kegiatan lain selain merawat sawah di musim penghujan.

“Di sini kan sawahnya tadah hujan, jadi ibu-ibu bantu suami di sawah. Kalau musim kemarau mereka tak ada kegiatan ekonomi dan pemasukan,” kata Sumarni dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (29/3/2021), melansir dari situs kompas.com, Sabtu (4/3/2021).

Sumarni pembidudaya Aloe Vera/Via Kompas.com/IST

Kemunculan ide dan niatan itu pun tak datang langsung dari Sumarni. Dia mengakui bahwa ide itu muncul karena dari anaknya. “Dulu di desa belum ada lidah buaya. Terus anak saya mengenalkan pada tumbuhan ini,” kisahnya.

Bak gayung bersambut, niat baik Sumarni itu pun membuahkan hasil. Pada tahun 2017 lau, dirinya pun bertemu dengan Dompet Dhuafa Yogyakarta.

Melihat upaya pemberdayaan Sumarnim ini, Dompet Dhuafa pun membantu pengembangan budi daya lidah buaya tersebut.

Tercatat ada sebanyak 100 keluarga dari tujuh rukun tetangga (RT) di Desa Katongan masing-masing mendapat 50 benih lidah buaya.

“Dulu dapat bantuan sebanyak 50 benih lidah buaya untuk setiap keluarga. Bibit diberikan untuk 100 keluarga. Jadi setiap rumah pasti ada,” cerita Sumarni.

Sejak saat itu pun, tumbuhan lidah buaya mulai menghiasi setiap sudut rumah di Desa Katongan.

Karena tumbuh di setiap musim, ibu-ibu kini lebih produktif membudidayakan tanaman ini.

Tidak sampai di budi daya, Lidah buaya juga jadi wisata dan produk olahan. Karena saking banyaknya orang membudidayakan lidah buaya, Desa Katongan pun saat ini dikenal sebagai “Desa Aloe Vera”.

Kini, saat memasuki pemukiman desa tersebut, akan terlihat berjejer tanaman lidah buaya. Tanaman ini ditempatkan di mana saja, mulai dari teras sampai atap rumah.

Karena keasriannya, tiap pekan desa itu selalu ramai dengan kunjungan wisatawan atau instansi yang ingin studi banding.

Selain membantu memberikan bibit, Dompet Dhuafa juga membantu menemani komunitas budi daya itu untuk mengembangkan produk terusan lidah buaya.

Melalui diskusi dan beberapa kali uji coba, akhirnya produk minuman berbahan dasar lidah buaya pun lahir dari Desa Katongan.

Jika dulu pengemasan dilakukan secara sederhana, kini pengemasan produk minuman dilakukan lebih menarik.

Bahkan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ikut serta membantu penelitian produk agar bisa awet lebih lama.

Masifnya produk-produk minuman lidah buaya ini pun menyibukkan Sumarni. Minuman ini memang laris manis, terbukti dari distribusi yang sudah mencapai luar Yogyakarta.

“Banyak orang pesan untuk oleh-oleh. Ada juga yang rutin kirim ke toko-toko dan ada yang langsung datang ke rumah. Kami juga punya pelanggan di Jakarta,” kata dia.

Sekarang ini, Sumarni lebih sering menghabiskan waktunya di rumah untuk menyediakan pesanan olahan produk lidah buaya yang terus datang.

Ia bahkan telah mempekerjakan sembilan ibu-ibu untuk membantunya memproduksi produk minuman tersebut. (*)

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version