Mediatani – Institusi Pemerhati kelautan Destructife Fishing Watch (DFW) memperingatkan akan pentingnya untuk membuat suatu kebijakan agar dapat memperkuat pendataan yang bersifat akurat dan transparan terkait hasil tangkapan ikan pada skala kecil.
Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh. Abdi Suhufan menerangkan, terkait dengan hasil tangkapan ikan skala kecil, masalah yang dihadapi Indonesia yaitu minimnya pendataan dari hasil tangkapan tersebut, terutama pada kapal dengan ukuran di bawah 10 GT (gross tonnage).
Menurutnya, permasalahan tersebut memberikan dampak pada kurangnya transparansi dalam pengelolaan perikanan.
Selain itu, ia juga mengatakan, aktivitas penangkapan ikan atau perikanan pada skala kecil sering kali dianggap remeh. Padahal menurutnya, perikanan skala kecil memberikan kontibusi dan ekonomi yang cukup signifikan, utamanya berkaitan dengan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan.
Menurut Abdi, stigma tetang para pelaku perikanan sklala kecil selama ini sering dianggap sebagai kelompok masyarakat yang tergolong miskin dengan pendapatan yang rendah.
Ia mengatakan, permasalahan tata kelola perikanan tidak hanya disebabkan oleh adanya aktivitas unreported fishing, tetapi juga karena tingginya tingkat kerentanan terhadap pelaku perikanan pada skala kecil.
“Pemerintah perlu segera untuk melakukan perbaikan tata kelola perikanan skala kecil, bukan saja karena keterkaitan dengan kegiatan unreported tapi juga tingginya tingkat kerentanan mereka,” katanya.
Padahal, seperti yang dikemukakkan oleh Koordinator, memperbaiki tata kelola perikanan di skala kecil akan bermanfaat bukan saja pada sektor pertanian, tetapi juga berimplikasi pada sektor ekonomi dan sosial lainnnya seperti infrastruktur pedesaan, pendidikan, kesehatan dan teknologi informasi.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan di WPP 718 oleh DFW, tingkat unrepoted fishing atau penangkapan ikan yang tidak dilaporan oleh perikanan skala kecil yang didapati cukup signifikan.
“Penangkapan ikan yang tidak dilaporkan oleh perikanan skala kecil di WPP 718 mencapai 29,39 persen,” ungkap Koordinator Nasional DFW Indonesia tesebut.
Untuk menghitung nilai kerugian IUU fishing, terutama oleh kegiatan Unreported, dilakukan dengan mengadakan survei di dua kabupaten, yaitu di kabupaten Aru, Maluku dan Kabupaten Marauke, Papua. Survei ini diprioritaskan pada perikanan skala kecil dengan kapal yang berukuran di bawah 10 GT
Disebutkan, penangkapan ikan skala kecil yang tidak dilaporkan, merupakan akumulasi dari hasil tangkapan para nelayan kecil yang tidak dicatat karena dijual di pasar lokal, digunakan untuk konsumsi pribadi, bahkan dibuang.
“Karakteristik, ketersediaan infrastruktur, dan kelembagaan perikanan pada tingkat lokal menyebabkan terbatasnya pendataan atau pengungkapan informasi dari aktivitas perikanan skala kecil,” ungkap Abdi.
Ia juga menerangkan, banyaknya pelabuhan tangkapan yang beroperasi di WPP 718 yang menjadi salah satu penyebab dari terjadinya praktek unreported.
Ia mengatakan, terdapat 13 pelabuhan dan titik labuh di kedua kabupaten tersebut dimana tidak ada tenaga pencatat dan pengawas yang bertugas secara rutin.