Mediatani – Pertanian porang nyatanya begitu sangat menjanjikan untuk menghasilkan pundi-pundi uang. Yoi, guys, jenis umbi-umbian ini pula telah menembus pasar ekspor ke Jepang hingga China.
Adalah sosok Petani Porang asal Sidoarjo, Jawa Timur bernama Eko Purwanto mengaku dirinya mampu menghasilkan Rp 560-800 juta untuk satu hektare lahan.
Dia pula mengaku pertanian porang ini tak terdampak pandemi saat banyak bisnis lain merugi karena pandemi COVID-19.
Sebelum menjadi petani porang, dirinya padahal dulu tergabung di TNI Angkatan Laut (AL) sejak 1996 hingga 2017. Pada 2017 dia memutuskan untuk pensiun dini setelah 20 tahun di TNI dan langsung serius menggeluti pertanian porang.
“Jadi ceritanya dulu saya bergabung di TNI, namun setelah menggeluti dunia pertanian saya memilih untuk mengundurkan diri secara terhormat, setelah itu serius bertani porang. Jadi sudah ada pengalaman angkat senjata, sekarang angkat pacul,” jelasnya, melansir, Sabtu (26/6/2021) dari laman detikcom.
Ketertarikannya pada dunia pertanian sudah ada sejak setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Saat itu dia berkeinginan untuk masuk sekolah pertanian, meski begitu, dirinya dianjurkan oleh orang tuanya untuk sekolah olahraga, lalu berlanjut kuliah S1 jurusan olahraga di salah satu universitas di Semarang.
Dia juga mengambil S2 jurusan Sosial Politik di Universitas Gadjah Mada. “Setelah itu saya jadi senang olahraga, jadi kuliah olahraga di Semarang. Kemudian untuk S2 Sosial Politik di UGM karena tuntutan menjadi TNI,” jelas dia.
Keseriusan Eko untuk masuk di dunia pertanian ternyata saat dirinya bertugas pada 1999 di pulau terluar dan tidak ada penduduk.
Eko mengungkapkan saat itu dirinya mulai menggeluti pertanian yang juga digunakan untuk bertahan hidup saat bertugas.
“Saat itu saya mulai menggeluti dunia pertanian, mulai dari menanam bibit jagung, cabai, sayur, tomat, dan lainnya yang kita manfaatkan lahan di sekitar pos,” jelasnya.
Eko bercerita, dirinya mulai merintis pertanian porang di tahun 2017. Ketika itu modal awal yang digunakan Rp10 juta untuk satu hektare tahan dengan harga bibit hanya R4.000 per kilogram (kg).
Belum banyak pula, karyawan yang dimiliki Eko saat itu hanya dibantu oleh keluarga terdekat. Pada awal budi daya porang, omzet yang diperolehnya telah cukup menakjubkan. Sekali panen untuk satu hektar lahan sebesar Rp360 juta.
“Pada waktu itu awal Rp10 juta bisa dapet 80 ton porang jika dikali Rp4.000 berarti Rp360 juta untuk omzet awal. Karyawan ya keluarga terdekat saja pada waktu itu,” terangnya.
Hingga kini pertanian dan budi daya porang milik Eko telah meluas. Dirinya mengungkap pertanian porangnya di Sidoarjo, Jawa Timur memiliki jumlah karyawan sekitar 50 orang, 20 orang pertani dan sisanya di bagian marketing dan operasional. Lahan yang dimilikinya sekarang, sekitar 50 hektare.
Dia juga sudah memiliki cabang pertanian, di Garut, Jawa Barat dengan luas pertanian 50 hektare dan di Banyumas, Jawa Tengah dengan lahan 50 hektare.
Masing-masing cabang itu disebut terdapat 50 karyawan, termasuk petaninya.
“Punya cabang di Jawa Tengah, Banyumas. Karena permintaan tinggi saya buka cabang dengan adik saya di Jawa Barat di daerah Garut,” tutur dia.
Modal yang dikeluarkan sudah meningkat.
Modal yang keluarkan saat ini juga telah meningkat. Eko menyebut saat ini, modalnya bisa sekitar Rp200 juta per satu hektare lahan. Modal itu termasuk modal tenaga kerja, olah lahan, pemupukan.
Omzet yang didapat Eko bisa lebih dari Rp800 juta per hektar untuk satu kali panen. Namun, Eko menjelaskan omzet itu tidak sekaligus dia dapatkan, untuk mencapai itu, menunggu dalam jangka waktu tiga tahun. (*)