Mediatani – PT London Sumatera Indonesia Tbk. (PT. Lonsum) menyeret empat orang petani di Kabupaten Bandung ke pengadilan. Mereka harus duduk di meja pesakitan karena didakwa telah menggarap tanah tidak produktif seluas 2,5 hektar yang diklaim sebagai lahan hak guna usaha (HGU) PT. Lonsum
Sebelumnya, pihak kepolisian telah memanggil salah satu petani yang bernama Engkus (41) sebanyak dua kali. Hingga akhirnya dipanggilan ketiga, mereka ditetapkan menjadi tersangka. Engkus merupakan petani asal Kampung Rancasari Desa Tarumajaya Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung.
Engkus, yang juga ketua dari Kelompok Tani Ranca Wetan mengaku tanah yang digarap para petani tidak masuk tanah Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Lonsum. Tanah yang digugat merupakan tanah sempadan sungai, yang tidak diketahui kepemilikannya.
“2018 diminta keterangan sebagai saksi, sepuluh bulan panggilan kedua, tahu-tahu dipanggilan ketiga saya dijadikan tersangka,” ucap kepada di sela persidangan di PN Bale Bandung, Kabupaten Bandung, Rabu (15/7/2020).
Selain itu, tuturnya, sejak 1930-an tanah tersebut merupakan rawa yang tidak produktif. Lahan itu hanya dipakai menjadi perkebunan ketika musim kemarau tiba.
Tanah tersebut secara turun temurun diberikan kepada anggota keluarga dari petani tersebut. Seperti Engkus, ia mendapatkan lahan dari leluhurnya. “Kalau saya termasuk generasi ketiga, saya dapat garapan di blok itu turunan dari uyut. Tapi dari dulunya tidak luas, 400 meteran, bahkan yang sekarang dianggap sengketa, itu tanah bukan produktif dulunya,” tuturnya.
Namun malang, kini mereka berempat harus berhadapan dengan pengadilan setelah statusnya menjadi terdakwa. Mereka dianggap telah menggunakan lahan tanpa seizin pemilik tanah dalam hal ini PT Losum.
Mereka dijerat Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak. Ancaman pidana dalam pasal itu yakni kurungan 3 bulan dan denda Rp 5 ribu.
“Bahwa dengan adanya perbuatan yang dilakukan oleh tersangka, sehinga mengakibatkan PT Lonsum menderita kerugian materiil kurang lebih Rp 800 juta dan tidak dapat menggunakan hak sepenuhnya untuk menguasai obyek tanah tersebut. Perbuatan tersangka melanggar Pasal 6 Perppu Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang berhak,” ujar penuntut umum saat membacakan uraian perbuatannya di muka persidangan.
Saat itu, keempat petani tersebut mendapatkan bantuan oleh beberapa lembaga bantuan hukum. Salah satu pengacara, Firman Budiawan mengatakan, pihaknya sejak penggalian kedua telah mendampingi keempat petani tersebut.
“Kami baru mendapat kuasa untuk mendampingi setelah adanya panggilan kedua. Terdakwa dipanggil dan pada 6 Juli 2020 ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Firman usai persidangan.
Firman mengatakan, kasus ini adalah kriminalisasi terhadap petani dan tidak bisa dibiarkan. Ia juga berasumsi, apabila kasus ini dimenangkan oleh PT Lomsum, ditakutkan akan adanya pengakuan lahan lebih luas dilakukan oleh PT Lonsum kepada tanah garapan para petani di sekitar perusahaan tersebut.
“Pertama kasus ini bukan hanya semata kasus terhadap empat petani yang dikriminalisasi namun di belakangnya akan ada kasus besar sengketa lahan di Kertasari nantinya. Perusahaan akan memperluas wilayahnya,” paparnya usai sidang yang berakhir malam hari itu.
Selain itu, di persidangan kedua kasus tersebut, Engkus mengaku sempat mendapat intimidasi dari pihak perusahaan. Sama halnya dengan Simin (50) dan Enceng (56).
Firman mengatakan, mereka merupakan mantan pekerja di PT Losum. Saat bekerja, mereka merangkap pula sebagai menggarap di lahan yang kini disengketakan. Mereka sempat disuruh untuk menandatangani sebuah surat pernyataan untuk tidak menggarap lagi lahan tersebut. Kata Firman, Enceng diancam tidak akan diberikan uang pensiun di masa pensiunnya nanti.
“Di persidangan muncul fakta baru terkait intimidasi, tiga dari empat dulunya pekerja di Lonsum. Mereka mendapat ancaman, salah satunya Enceng, dalam surat tersebut disebut tidak akan menggarap lahan tersebut. Kalau tidak menandatangani, pesangon tidak diberikan. Sedangkan Engkus dan Simin diancam dimutasi ke Kalimantan,” ujarnya.
Sementara itu hal berbeda disampaikan Staf di PT Lonsum Fahruli Manurung. Ia mengatakan, bahwa tanah yang digarap oleh keempat petani tersebut sekitar 2,5 hektare. Tanah tersebut masuk dalam HGU PT Lonsum.
“Kita berkeyakinan itu HGU Lonsum. Pertama, kita mesti tahu juga wilayah kita. Kita juga punya tim yang memetakan, pengukuran. Tentunya kita mengukur wilayah kita itu mana mana saja. Kan sudah di plot tuh berdasarkan HGU dan Peta bidang dari BPN,” kata Fahruli saat ditemui detikcom, Baleendah, Rabu (15/7/2020).
Fahruli mengaku pihaknya telah melakukan berbagai langkah sebelum melaporkan keempat petani tersebut melalui jalur hukum. Mereka telah melakukan mediasi serta difasilitasi oleh kades dan camat.
Bukan hanya keempat petani saja, melainkan 27 petani yang dianggap menggarap dilahan HGU. Namun, keempat petani yang saat ini harus duduk di bangku pengadilan dinilai tidak dapat menemui titik temu.
“Dari 4 terdakwa ini luasnya itu diperkirakan 2,5 hektare, kenapa hanya empat orang ini saja? Kita ada tim, security yang memberikan pengarahan kepada penggarap. Sejauh ini selain 4 ini masih bisa kita berikan pengarahan dan komunikasinya cukup baik, kalau ketemu masih bisa diarahkan,” ucapnya.
“Sementara yang empat ini kita anggap agak sedikit sulit dengan pendekatan apapun. Artinya keempat ini tidak ada upaya lain yang bisa dilakukan kecuali upaya hukum. Maka upaya hukumlah yang kita tempuh supaya ada kepastian,” tambahnya.
Fahruli juga membenarkan bahwa tiga dari empat petani merupakan mantan pegawai di PT Lonsum. Ia menjawab terkait fakta baru yang muncul dalam persidangan, yaitu adanya intimidasi terhadap keempat petani tersebut. Ia mengklaim, pihaknya tidak pernah melakukan intimidasi. Menurutnya, perusahaan akan memenuhi hak pegawai salah satunya uang pesangon bagi pegawai yang akan pensiun.
“Intimidasinya dalam bentuk apa, intimidasi fisik kan tidak ada. Artinya kita semua kan sesuai prosedur kita jalankan. Sedangkan yang didakwa ini kan empat, tiga kan sebelumnya karyawan kita. Kalau misalkan mereka mengaku tidak mengetahui itu wilayah Lonsum ya itu hak mereka lah,”
“Kalau soal pesangon itu kan kalau sesuai dengan ketenagakerjaan, mana bisa kita tahan pesangon orang. Kalau masa kinerja dia sudah memenuhi 55 tahun, ya sudah masuk masa purna, hak-hak dia harus kita penuhi. Gak masuk akal kalau pesangonnya ditahan, gak mungkin. Itu kan kewajiban buat pengusaha,” paparnya.
Sidang tindak pidana ringan itu langsung mengagendakan pemeriksaan terhadap para tersangka dan barang bukti serta saksi.
sumber: Detik