Kandungan Racun Tetrodotoxin pada Ikan Buntal Lebih Fatal dari Sianida

  • Bagikan
Ikan buntal

Mediatani – Kasus keracunan ikan buntal masih kerap terjadi di Tanah Air. Teranyar, sebanyak 13 warga Desa Hoder, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, NTT, dikabarkan mengalami keracunan akibat mengonsumsi ikan buntal.

Dilansir dari Kompas. com, Senin (28/6/2021), meski mereka telah dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tc Hillers Maumere, namun empat orang di antaranya telah meninggal dunia. Sementara delapan orang lainnya masih perlu mendapatkan perawatan dan satu orang sudah dipulangkan.

Kasus keracunan ikan buntal yang terjadi di NTT ini tentunya membuat kita harus mewaspadai hewan laut yang sekilas tampak menggemaskan, tapi memiliki racun yang menjadi senjata berbahayanya.

Ikan Buntal

Ikan buntal (Tetraodontidae) yang pada umumnya hanya berukuran sebesar kepalan tangan. Namun, ikan ini ternyata dapat tumbuh hingga 3 kaki atau sekitar 0,91 meter.

Dilansir dari National Geographic, para ahli biologi menjelaskan bahwa ikan buntal berenang dengan sangat lambat. Pergerakannya yang lambat membuatnya sangat rentan menjadi sasaran predator.

Meski demikian, perut ikan buntal sangat elastis sehingga mampu menelan air dan udara dalam jumlah besar dan dalam waktu yang sangat cepat. Kelebihan tersebut yang membuatnya mampu mengubah diri menjadi bola berduri yang sulit untuk dimakan.

Duri yang terdapat pada kulit ikan buntal membuat mereka menjadi semakin tidak enak untuk dimakan. Predator yang berhasil menangkap dan memakan langsung ikan buntal sebelum mengembang, sangat merugikannya. Pasalnya, selain berduri, racun ikan buntal paling berbahaya di laut.

Tetrodotoxin (TTX) yang terdapat pada ikan buntal tidak hanya berbahaya bagi predator yang memangsanya, tapi juga sangat mematikan bagi manusia. Kadar racun yang terdapat pada Tetrodotoxin 1.200 kali lebih banyak dibanding sianida. Racun yang terdapat pada satu ikan buntal mampu membunuh 30 manusia dewasa, dan sejauh ini belum ditemukan penawarnya.

Tetrodotoksin (TTX) merupakan senyawa organik heterosiklik yang termasuk dalam golongan aminoperhydroquinazolone. Menurut beberapa peneliti, TTX ini kemungkinan diproduksi oleh bakteri dan termakan oleh ikan buntal.

Pada ikan buntal, kandungan TTX paling tinggi biasanya terdapat di dalam ovarium ikan buntal dan pada saat musim bertelur. Kandungan TTX dalam satu ikan buntal sangat bervariasi, namun distribusi di dalam bagian tubuhnya sangat spesifik.

Tingkat kematian orang yang keracunan TTX bisa mencapai 60%. Gejala yang timbul biasanya akan terasa setelah beberapa menit setelah mengkonsumsi ikan buntal. Umumnya setelah 10-45 menit; dalam beberapa kasus, gejala baru akan muncul hingga beberapa jam kemudian. Jika tidak mendapat penanganan dalam waktu 24 jam, kemungkinan besar akan mengakibatkan kematian.

Populasi

Dari 120 spesies lebih ikan buntal yang ada di seluruh dunia, sebagian besar diantaranya dapat ditemui di perairan laut tropis dan subtropis. Selain dapat hidup di air payau, beberapa spesies ikan ini juga mampu hidup di air tawar.

Beberapa spesies ikan buntal memiliki warna cerah untuk “menunjukkan” racun yang dimilikinya. Meski, ada juga yang memiliki warna pucat agar dapat berkamuflase di lingkungan mereka. Ikan buntal ini pada dasarnya tidak memiliki sisik dan biasanya memiliki kulit kasar hingga runcing.

Ikan buntal biasanya memiliki empat gigi yang menyatu membentuk seperti paruh. Dengan model mulut seperti itu, ikan buntal bisa memakan hewan invertebrata dan ganggang.

Sejumlah spesies yang berukuran besar bahkan dapat memakan kerang dan remis dengan menggunakan paruhnya yang keras. Ikan buntal yang memiliki racun yang diyakini dapat mensintesis racun mematikan mereka dari bakteri pada hewan yang mereka makan.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version