Kembangkan Tomat Servo, Petani Binaan BPP Paju Epat Raup Untung Puluhan Juta

  • Bagikan
Tomat varietas Servo
Tomat varietas servo, hasil panen tomat pada Kelompok Tani Sabar Subur di Desa Siong Kecamatan Paju Epat.

Mediatani – Anggota Kelompok Tani Sabar Subur yang berada di Desa Siong, Kabupaten Barito Timur, provinsi Kalimantan Tengah mampu meraup keuntungan puluhan juta rupiah dari pengembangan budidaya tomat varietas Servo.

Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Paju Epat Kabupaten Barito Timur, Lukmanul Chakim melalui siaran pers yang diterima mediatani (Kamis, 3/3/2022). Dirinya menyebutkan bahwa keuntungan petani tersebut dapat diraih setiap satu tahap penanaman.

“Pak Ismail pada pada penanaman tahap II bisa meraih untung sebesar Rp 42.500.000 dalam kurum waktu 5 bulan sejak penanaman sampai panen,” terang Lukmanul Chakim, Kamis, 3 Maret 2022.

Lukmanul menceritakan, awal mula pengembangan budidaya tomat di desa tersebut diusulkannya sebagai solusi peningkatan pendapatan petani setempat yang didominasi petani dan buruh di kebun sawit.

Pengembangan komoditi tomat Servo tersebut dimulai saat pihak BPP Paju Epat melakukan indentifikasi dan menemukan bahwa kebanyakan anggota kelompok tani termasuk dalam kategori yang berpenghasilan pas-pasan.

“Rata-rata kepemilikan lahan setiap anggota kelompok berkisar dari 0,5 hektare sampai dengan 1 hektare. Lahan tersebut hanya bisa ditanami dengan tanaman perkebunan seperti kelapa sawit,” terang Lukmanul.

Dirnya menilai, selain komoditi sawit masih ada komoditi lain yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu hortikultura sayuran. Namun sampai pada tahun 2017 yang lalu minat petani untuk mengembangkan komoditi tersebut sangat rendah karena tingkat kesuburan tanah sudah berkurang.

“Pada tahun 2019, BPP Paju Epat mencoba memulai pembuatan pupuk bokashi (kompos) di bawah bimbingan teman-teman penyuluh yang ada di Kecamatan Paju Epat agar dapat meningkatkan kesuburan tanah. Setelah melakukan penyuluhan kelompok mengembangkan kebun contoh uji coba aplikasi bokashi pada tanaman tomat dengan jumlah 300 pohon pada lahan seluas 20 x 20 meter,” bebernya.

Menurutnya, Uji coba tersebut dilakukan dengan 4 jenis perlakuan yaitu yang pertama bedeng menggunakan pupuk anorganik (Urea, SP36 dan KCl) tanpa bokashi, bedeng kedua menggunakan kompos tanpa bokashi dan pupuk anorganik, bedeng ketiga menggunakan bokashi tanpa pupuk anorganik serta bedeng keempat tidak menggunakan pupuk samasekali baik organik maupun anorganik.

“Dari empat perlakuan tersebut, setelah diamati mulai dari pertumbuhan tanaman sampai produksinya dapat disimpulkan bahwa perlakuan ketiga jauh lebih baik dari perlakuan satu, dua dan empat,” ujar Lukmanul.

Lukmanul Chakim melihat bahwa perlakuan yang baik dapat terlihat dari ukuran batang yang cukup besar, warna daun, jumlah buah per tangkai buah lebih tinggi (16 bauh/tangkai buah), umur produksi cukup lama sampai 2 bulan, kondisi tanaman tetap hijau sampai akhir masa panen serta produksi buah per pohon bisa mencapai 5 hingga 6 kilogram.

Berdasarkan hasil Uji coba tersebut, pihaknya pun memulai pendampingan pada Kelompok Tani Sabar Subur untuk mengembangkan budidaya tomat varietas Servo dengan sistem pertanian organik.

“Semula memang uji coba yang telah dilakukan oleh Pak Ismail tersebut belum memberikan dampak yang positif bagi Pak Ismail dan anggota kelompok lainnya karena dari 20 orang anggota kelompok yang mengikuti pembelajaran, hanya 5 orang anggota kelompok yang menerapkan,” ungkapnya.

Namun semangat pengembangan tidak terhenti, seiring berjalannya waktu serta didukung motivasi dari Unit Pengelola Farmers Managed Extension Activities atau UP-FMA.

Setelah itu, penyuluh swadaya dan penyuluh pendamping akhirnya Ismail dan anggota kelompok yang lain tetap meneruskan budidaya tomat tersebut.

“Pada tahap awal Pak Ismail mencoba sekitar 2.000 pohon tomat. Saat itu biaya yang dikeluarkan termasuk tenaga kerja dan obat-obatan sebesar Rp 5.000.000. Setelah dipanen, produksi tomat tersebut mencapai 4 ton dengan harga jual per kilogram saat itu sebesar Rp 9.000 hingga Rp 10.000 sehingga hasil penjualan mencapai Rp. 32.000.000. Artinya dalam kurun waktu 5 bulan dia mendapatkan keuntungan bersih dari usaha tomat organik tersebut sebesar Rp 27.000.000,” papar Lukmanul.

Hasil yang lebih menjanjikan datang pada penanaman kedua. Pada tahap kedua ini, Ismail memperluas tanaman tomatnya sehingga mencapai 3.500 pohon. Modal yang dibutuhkan kali ini sebesar Rp 7.500.000.

“Hasil panennya 8 ton dengan harga jual Rp 6.000 sampai Rp 9.000 per kilogram. Omset penjualan hasil panen tersebut mencapai Rp 50.000.000 sehingga keuntungan yang diraih selama masa budidaya 5 bulan sekitar Rp 42.500.000,” ungkapnya.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version