Kopi Wonosalam Jombang Tembus Pasar Ekspor ke Jerman

  • Bagikan
Muhammad Edi Kuncoro
Muhammad Edi Kuncoro (Jaket Coklat) bersama rekan-rekannya. [Foto: ig:@kopiwonosalam]

Mediatani – Setiap orang berhak merasakan kesuksesan dan butuh kegigihan untuk mencapainya. Meski sempat dipandang sebelah mata dan menuai banyak kritik, upaya Muhammad Edi Kuncoro mencoba mengembangkan komoditas kopi lokal di Wonosalam, Jombang, tidak berhenti.

Saat ini, Edi bersama Kelompok Tani Wojo justru berhasil memasarkan produk kopinya hingga menembus pasar international. Kopi Wonosalam pun dikenal sampai ke Jerman.

Sebelum terjun di dunia perkopian, Edi berprofesi sebagai trainer outbond. Karena tuntutan pekerjaan, dia pun sering kali bepergian ke daerah-daerah. Dari kunjungan tersebut, ia banyak bertemu dan belajar dari UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) daerah lain dan juga dari sektor pariwisatanya.

Pada tahun 2012 silam, ia bersama pelaku usaha pariwisata lokal mulai mengembangkan sektor pariwisata di Wonosalam dimana pusat oleh-oleh juga bisa menjadi industri pendukung yang potensial untuk menyerap pendapatan daerah dan tenaga kerja. Hingga suatu hari, Edi mendengar cerita dari temannya yang seorang penebas kopi tentang kecilnya keuntungan yang didapatkan petani dari hasil budidaya kopi mereka.

Berawal dari keprihatinan tersebut, dia dan temannya yang bernama Yayak tergerak untuk melakukan sebuah perubahan. Mereka kemudian menawarkan kepada para petani kopi apakah mau jika mendapatkan harga jual yang lebih tinggi dari hasil panen mereka biasanya. Tidak sedikit petani yang menolak dan tidak percaya.

“Nggak mungkin mas, harga kopi itu ya segitu-gitu saja.” Ucap Edi menirukan jawaban dari petani yang diajaknya bicara.

Solusi yang ditawarkan Edi dan temannya adalah melalui perbaikan sistem budidaya hingga manajemen pengolahan pasca panen yang akan menaikkan nilai tambah komoditas Kopi Wonosalam. Usahanya mengajak petani pun membuahkan hasil, pada tahun 2017 akhirnya terbentuklah Kelompok Tani Wojo yang mulai menerapkan pendekatan baru dalam proses budidaya hingga pasca panen dari Kopi Wonosalam.

Pada awal pendirian usaha tersebut, Edi mengaku bahwa banyak kritikan, cacian, dan juga anggapan bahwa pengembangan bisnis Kopi Wonosalam ini tidak akan pernah berhasil. Edi tidak patah arang, justru dari kekurangan tersebut ia menjadikannya sebuah pemicu untuk maju.

Menurut Edi, Wonosalam bisa menjadi daerah strategis untuk pengembangan wisata dan juga budidaya tanaman perkebunan seperti kopi. Letak Wonosalam yang berada di kaki Gunung Anjasmoro memiliki ketinggian rata-rata 500-600 mdpl ini juga menghasilkan banyak komoditas perkebunan seperti durian dan cengkeh. Wonosalam juga terkenal dengan festival “kenduri durian” yang diadakan saat panen raya dimana akan banyak wisatawan yang berdatangan.

“Jika durian saja mampu menjadi komoditas untuk tujuan agrowisata, maka kopi pun memiliki peluang yang sama untuk dikembangkan” tutur Edi kepada mediatani.co (21/7/2021).

Jenis kopi yang dibudidayakan di Wonosalam ada tiga jenis, yaitu Arabica, Robusta dan exselsa. Menariknya, varietas excelsa yang berasal dari Afrika Barat dan keberadaanya di Indonesia hanya tumbuh di kaki Gunung Kerinci, Jambi ini, ternyata bisa tumbuh baik saat ditanam di Wonosalam.

Sementara itu, produk Kopi Wonosalam yang diproduksi adalah dalam bentuk green beans (biji kopi), roasted beans (biji kopi yang sudah diroasting) dan ada juga dalam bentuk bubuk yang sudah di kemas.

Untuk produk kemasan berupa kopi bubuk yang cocok untuk pasar konsumen rumah tangga atau dikonsumsi sendiri, Kelompok Tani Wojo membentuk Rubath Kopi Wonosalam dengan memberdayakan pemuda desa asli Wonosalam sebagai tim penanggung jawab bisnis tersebut.

Produk Kopi Wonosalam
Produk Kopi Wonosalam dari Kelompok Tani Wojo [foto ig @kopiwonosalam]
Memasuki tahun 2018, Kopi Wonosalam sudah merambah pasar-pasar kedai atau café dan mendapatkan respon yang cukup positif dengan para pemilik bisnis.

“Kopi Wonosalam ini justru lebih banyak diminati oleh orang-orang luar kota seperti Jakarta, Jawa Barat, Sidoarjo dan Kalimantan. Bahkan, jika dibandingkan dengan permintaan dari Jombang, peminat atau pelanggan dari kota Kediri jauh lebih tinggi.” Jawaban Edi saat ditanya tentang sebaran pembeli atau pelanggan Kopi Wonosalam.

Di beberapa wilayah, kopi dari Wonosalam ini mulai dikenal hingga Bank Indonesia pun tertarik untuk bermitra pada tahun 2020. Jenis kopi Arabica Kopi Wonosalam pun masuk grade specialty, sementara itu untuk robustanya sudah masuk grade fine robusta. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas dan hasil dari Kopi Wonosalam telah memenuhi standar.

Perkembangan bisnis Kopi Wonosalam yang paling signifikan lainnya adalah lolosnya uji kualitas Kopi Wonosalam di pasar internasional untuk diekspor ke Jerman sebanyak 60 kg melalui eksportir. Selain itu, setelah mengikuti kurasi produk dari bea cukai, produk Kopi Wonosalam juga akan diikutkan di pameran di Brunei Darussalam pada 28 Juli 2021 mendatang.

Kelompok tani Wojo dalam setahun bisa menghasilam 12-15 ton fine robusta dan specialty dan sisanya berupa asalan sebanyak 20 ton. Untuk harga dari biji kopi jenis fine robusta 35-50 ribu, exselsa 35-100 ribu dan 70-150 ribu untuk Arabica. Harga tersebut dipengaruhi oleh kadar air, size, produk defect (cacat/tidak berkualitas) dan juga tergantung dari prosesnya. Omset yang dihasilkan bisa mencapai 400-600 juta.

Keberadaan Kelompok Tani Wojo ini memberikan peranan penting dalam mengedukasi, memberdayakan dan membentuk ekosistem bisnis yang berkelanjutan. Sebelum adanya edukasi dari tim Kelompok Tani Wojo, alur pasca panen kopi yang dijalankan oleh petani adalah petik/panen, pecah kulit, jemur kemudian dijual ke tengkulak.

Selain itu, dari proses budidaya sendiri, petani tidak melakukan perawatan tanaman sehingga tanaman terbengkalai. Faktor utama penyebab tindakan tersebut adalah tingginya biaya yang harus dikeluarkan. Dampaknya, pohon-pohon kopi beserta biji-bijinya akan rentan terserang hama dan penyakit tanaman yang akan menurunkan kualitas dari biji-biji kopi itu sendiri.

Adapun, anggota Kelompok Tani Wojo 1 terdiri dari 23, sedangkan untuk Kelompok Tani Wojo 2 (petani pemula dan baru bergabung) beranggotakan 12 orang. Kegiatan yang tengah digalakkan sekarang adalah melibatkan anak muda untuk terjun dibidang pertanian. Kelompok Tani Wojo memiliki jargon Bapak Tani, Ibu Tani, Anak Tani” dimana bapak tani fokus ke kebun dan proses budidaya, ibu tani membantu mensortir biji kopi dan anak tani bergelut dalam proses pasca panen seperti terlibat dalam pemasaran produk.

Kendala yang dihadapi adalah terkait sumber daya manusia, beberapa petani terkadang lebih memilih untuk berpindah ke usaha lain seperti menanam tanaman budidaya lainnya seperti cengkeh ketika dinilai lebih menguntungkan. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada produksi kopi yang dihasilkan. Selain itu, PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) darurat selama masa pandemi juga sangat berpengaruh pada jumlah permintaan mengingat sejumlah kedai atau coffee shop mengalami penurunan penjualan.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version