Mediatani – Produk pertanian yang aman konsumsi dan berdaya saing sudah menjadi kebutuhan. Hal ini mengingat semakin meningkatnya tuntutan dan kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat, dengan mengonsumsi pangan sehat dan aman konsumsi.
Untungnya, akhir-akhir ini masyarakat petani mulai sadar akan bahaya dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintesis dalam bidang pertanian. Mereka mulai mengurangi penggunaan bahan kimia non alami, seperti pupuk anorganik dan pestisida kimia sintesis dalam produksi pertanian.
Pangan yang sehat dan bergizi dapat diproduksi dengan memanfaatkan bahan-bahan alami (lokal) atau yang dikenal sebagai pertanian organik.
Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen dan tidak merusak lingkungan.
Dalam rangka mendorong serta memotivasi para petani dalam menerapkan pertanian organik, UPT Perlindungan Tanaman Pangan Dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat menggelar Bimbingan Teknis Pemanfaatan Bahan Alami Pada Tanaman Padi yang diselenggarakan di Kelompok Tani (Poktan) Tani Makmur I, Desa Peniti Luar Kecamatan Jongkat Kabupaten Mempawah, Minggu (2/8/2020).
Pada kesempatan tersebut, petani dilatih untuk membuat bahan pengendali organik yang berasal dari pestisida nabati dan agensia hayati, serta pembuatan mikro organisme lokal (MOL) yang berfungsi sebagai pupuk organik.
Petugas POPT Kecamatan Jongkat, Diky Dwi C, yang memandu kegiatan tersebut menuturkan pembuatan pestisida nabati dan Mikro organisme Lokal (MOL) tidaklah sulit. Menurutnya siapapun dapat mencobanya dengan biaya murah dan bahkan tanpa biaya sekalipun.
Pada bimbingan teknis ini petani memakai campuran daun pepaya dan daun sirsak sebagai bahan pembuatan pestisida nabati. Sedangkan untuk bahan pembuatan MOL petani menggunakan rebung bambu, bonggol pisang, air cucian beras dan dan limbah buah-buahan. Namun di samping itu, petani juga bisa menggunakan bahan-bahan organik lainnya untuk membuat MOL seperti limbah sayur, daun gamal, siput dan lainnya.
Sementara itu agensia hayati yang digunakan pada kegiatan tersebut adalah trichoderma dan paenibacillus polymiyxa yang berguna sebagai biofungisida, dan perbanyakannya dilakukan pada media cair yakni ekstrak kentang gula.
Formula Biofungisida ini disebut Diky dapat membantu mengendalikan patogen tular tanah serta efektif mengendalikan penyakit kresek / Hawar Daun Bakteri (HDB) pada tanaman padi.
Fauzi, selaku ketua kelompok Tani Makmur I yang juga ikut menjadi peserta bimbingan teknis tersebut menyambut baik dengan adanya pelatihan pembuatan bahan-bahan organik ini sehingga petani di Desa Peniti Luar tidak kesulitan dalam mengendalikan hama penyakit yang menyerang tanaman padi.
“Sebab selain mudah didapatkan bahan bakunya juga tidak ada efek samping bagi makhluk hidup lainnya,” katanya.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat Florentinus Anum mengatakan petani adalah kunci utama dalam menjaga ketersediaan pangan di masa pandemi ini.
“Sesuai arahan Menteri Pertanian Bapak Syahrul Yasin Limpo, Provinsi Kalbar mendorong percepatan tanam dan upaya peningkatan produksi. Percepatan tanam penting untuk mencapai target produksi padi tahun ini,” sebut Florentinus Anum.
Ia pun mewanti-wanti untuk mengejar produksi tetap harus memperhatikan sistem pertanian yang ramah lingkungan. Menurutnya di masa pandemi seperti sekarang ini, sangat penting bagi semua orang mengkonsumsi makanan sehat untuk menjaga imunitas tubuh.
“Salah satunya dengan mengkonsumsi makanan sehat yang bebas pestisida, sehingga sangat tepat bagi petani untuk berbudidaya pertanian yang sehat dan ramah lingkungan,” ujarnya
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi mendukung upaya yang dilakukan Dinas Pertanian Kalbar. Pertanian ramah lingkungan akan menjaga ekosistem.
“Ke depan saya ingin pertanian kita menjadi pertanian yang mampu melestarikan lingkungan dan zero waste. Semua termanfaatkan dan tidak ada limbah tersisa,” sebutnya.
Suwandi menjelaskan limbah dan produk sampingan diolah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle). Di berbagai daerah, petani sudah menerapkan konsep ini.
“Dan supaya percepatan direplikasi ke wilayah atau petani yang lain,” tegasnya.