Mediatani – Mungkin anda adalah salah satu dari masyarakat yang geli ketika melihat ulat, bahkan tidak sanggup untuk memegangnya. Namun, tidak bagi masyarakat Indonesia Timur yang cukup gemar mengonsumsi ulat sagu. Sejenis ulat yang hidup dan tumbuh di batang pohon sagu.
Ulat sagu adalah larva dari kumbang merah kelapa atau Rhynchophorus ferrugineus. Pohon sagu yang sudah ditebang atau membusuk adalah tempat perkembangbiakan larva dari kumbang merah kelapa.
Ulat sagu dikenal kaya akan sumber protein. Umumnya ulat sagu dikomsumsi dalam kondisi mentah atau masih hidup. Ia memiliki rasa yang gurih dan sedikit beraroma sagu. Jika digigit, dari perutnya akan mengeluarkan cairan manis. Namun, dengan bentuk tubuhnya, masih banyak orang yang tidak mau mengkonsumsi Ulat Sagu.
Namun bagi anda yang ingin mengonsumsi sumber protein ini tapi tidak sanggup dalam konsisi mentah, Anda dapat mengolahnya seperti halnya memasak hidangan lain. Banyak sekali jenis kuliner yang terbuat dari ulat sagu, misalnya serundeng, abon, hingga ulat sagu goreng.
Siklus Hidup
Ulat sagu yang merupakan larva dari kumbang merah kelapa ini, bereproduksi dengan cara telurnya diletakkan oleh kumbang betina pada luka-luka batang atau luka bekas gerekan Oryctes.
Jumlah telur bisa mencapai 500 butir. Telur kumbang merah ini memiliki ukuran panjang 2,5 mm, lebar 1 mm. Telur akan menetas setelah 3 hari. Periode larva dari kumbang merah adalah 2,5-6 bulan (tergantung temperatur dan kelembaban).
Setelah dewasa larva akan berhenti makan, kemudian akan mencari tempat berlindung yang dingin dan lembab untuk persiapan membentuk pupa. Larva dapat tumbuh hingga panjang 5 cm dan lebar bagian tengah 2 cm.
Saat akan menjadi pupa, larva membuat kepompong dari serat berbentuk silindris. Fase pupa berlangsung 2−3 minggu. Daur hidup kumbang kelapa lebih kurang 3,50−7 bulan. Fase terakhir berwarna merah coklat dan bagian tubuh telah memperlihatkan tubuh kumbang dewasa.
Kandungan Nutrisi
Hasil analisis laboratorium kimia menunjukan ulat sagu memiliki kandungan air 64,21%, abu 0,74%, protein 13,80%, lemak 18,09% dan karbohidrat 0.02%.
Selain kandungan protein yang cukup besar, ulat sagu juga mengandung beberapa asam amino esensial, seperti asam aspartat (1,84%), asam glutamat (2,72%), tirosin (1,87%), lisin (1,97%), dan methionin(1,07%)
Manfaat untuk kesehatan
Sebagai sumber protein hewani, ulat sagu memilki beberapa manfaat untuk manusia seperti;
- Membentuk jaringan-jaringan baru dan pemeliharaan jaringan tubuh, diperlukan oleh anak-anak sampai dewasa, masa hamil dan menyusui, penyembuhan, regenerasi kulit dan sel darah merah, pembentukan rambut.
- Sebagai pengatur, enzim dan hormon, membentuk antibodi, mengatur tekanan osmosis, mengatur pengangkut zat gizi
- Sebagai sumber tenaga, bila energi dari konsumsi karbohidrat dan lemak tidak mencukupi tubuh, maka protein akan dibakar untuk menghasilkan energi.
- Kandungan asam lemak pada ulat sagu dipercaya dapat mengurangi peradangan pada tubuh sehingga menurunkan risiko penyakit Alzhiemer, depresi, asma, dan rematik. Asam lemak juga banyak dibuat menjadi suplemen untuk menurunkan kadar trigliserida tinggi yang jadi penyebab penyakit jantung.
Penen alami ulat sagu
Ulat sagu dapat diperoleh dari alam, yaitu dari limbah panen pohon masak tebang, kurang lebih 1−2 m pada bagian atas batang hingga pucuk. Panen ulat sagu secara alami dilakukan dengan mencari limbah pucuk atau batang sagu yang telah berumur 30−40 hari setelah ditebang.
Untuk mengetahui dalam gelondongan (batang) sagu terdapat ulat, dilakukan dengan cara mendengar. Bila terdengar ada suara benda bergerak berarti di dalam gelondongan tersebut terdapat ulat sagu. Ulat diambil dengan cara membelah batang dan biasanya ulat terdapat pada alur makannya.
Panen ulat sagu secara alami hanya dapat dilakukan satu kali pada tiap gelondong limbah sagu. Hal ini karena pada waktu memanen ulat sagu, media tumbuh (gelondong) batang sagu dirusak (dibelah). Waktu yang dibutuhkan untuk memanen ulat sagu dalam satu gelondongan rata-rata 1−2 jam, dengan hasil panen 300−400 g.
Ulat sagu belum dimanfaatkan secara komersial. Namun, masyarakat Papua dan Maluku yang mengusahakan pengolahan sagu sebagai sumber pendapatan, dan untuk dikonsumsi. Pada daerah-daerah dengan sumber protein hewani yang sulit diperoleh, ulat sagu dapat menjadi alternatif sumber makanan berprotein tinggi.