Mediatani – Pemerintah Kabupaten Pangandaran telah merencanakan untuk menertibkan keberadaan bagan nelayan karena dinilai telah merusak ekosistem laut di daerah tersebut.
Bagan atau biasa juga disebut bagang merupakan tempat atau bangunan yang dibuat nelayan dari bambu untuk membantu mereka menangkap ikan.
Model bagan ada beberapa jenis, ada yang dibuat terapung dan ada pula yang konstruksi bambunya ditanam ke dasar laut atau pantai. Bagan ini banyak digunakan oleh nelayan di sekitar pantai timur Pangandaran, dekat dengan kawasan cagar alam Pananjung.
Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata menyampaikan bahwa saat ini Pemkab tengah melakukan upaya pendekatan agar para pemilik bagan bisa segera berhenti dan membongkarnya.
“Sudah kami komunikasikan, kami juga menawarkan kompensasi bagi mereka,” ucap Jeje, dilansir dari Detik, Rabu (28/4/2021).
Jeje menerangkan, penggunaan bagan akan berdampak negatif bagi kelestarian ekosistem laut. Selain karena kerap menggunakan jaring lubang kecil, letak bagan yang berada dekat dengan pantai dan karang juga merusak ekosistem laut, karena ikan-ikan kecil banyak yang ikut tertangkap.
“Karang itu kan tempat ikan berkembang biak. Karang itu ibarat taman bermain bagi anak-anak ikan. Jika di sana ada bagan, habis semua anak-anak ikan itu,” jelas Jeje.
Menurutnya, penggunaan lampu pada pengoperasian bagan di malam hari akan membuat ikan-ikan kecil berkumpul mengejar cahaya dari lampu. Dengan begitu, ikan-ikan akan lebih mudah untuk ditangkap.
“Kalau terus-terusan seperti itu, habis ikan kita. Anak ikan habis ya pasti tak akan ada ikan besar,” ujarnya.
Jeje menambahkan lokasi penggunaan bagan-bagan itu berada di sekitar cagar alam, sehingga penggunaannya telah melanggar aturan tentang konservasi yang telah ditetapkan.
“Intinya alasan kami menertibkan bagan itu tiada lain untuk menjaga kelestarian laut,” ucap Jeje.
Beberapa pekan lalu, sejumlah perwakilan dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Pangandaran melakukan audiensi ke DPRD setempat. Salah satu aspirasi yang disampaikan juga menyangkut keberadaan bagan.
Salah satu pengurus HNSI Pangandaran, Yusuf mengatakan bahwa ada indikasi penangkap baby lobster dengan menggunakan bagan. Untuk itu, mereka meminta Pemkab Pangandaran mengkaji ulang keberadaan bagan, khususnya yang berada di pantai timur sekitar cagar alam.
Dia menegaskan bahwa nelayan Pangandaran akan berusaha untuk terus proaktif dan mendukung upaya-upaya pelestarian laut yang dilakukan Pemkab Pangandaran.
“Kita hidupnya dari laut, sudah seharusnya kita juga ikut menjaga kelestarian laut,” ujar Yusuf.
Langkah pelestarian yang juga dilakukan oleh Pemkab Pangandaran yaitu menertibkan perdagangan baby lobster atau benih bening lobster (BBL) melalui aparat gabungan di Kabupaten Pangandaran. Selain melakukan penertiban di tingkat nelayan, penertiban juga diarahkan kepada kalangan penjual atau pengepul.
Adapun petugas gabungan tersebut terdiri dari Satuan Polisi Perairan, TNI Angkatan Laut, Dinas KKP Pangandaran, HNSI Pangandaran, Jaga Lembur Pangandaran dan Pokmaswas Pangandaran.
Petugas gabungan tersebut berhasil mengamankan ribuan benih lobster dari seorang pengepul yang berada di wilayah perairan pantai Muara Gatah Kecamatan Cimerak Kabupaten Pangandaran.
“Kami berhasil mengamankan sedikitnya 3 ribu ekor benih lobster. Sore ini akan kami lepasliarkan ke habitatnya, sambil ngabuburit,” ungkap Kepala Satpolair Pangandaran AKP Sugianto, Kamis (15/4/2021) lalu.
Benih lobster yang diamankan itu kemudian dilepasliarkan oleh aparat gabungan di sekitar perairan Batu Mandi pantai barat Pangandaran. Menurutnya, kegiatan razia BBL dan pelepasliaran itu merupakan bentuk komitmen masyarakat Pangandaran untuk menjaga kelestarian ekosistem laut.
“Supaya laut lestari, lobster tidak punah,” katanya.
Dia juga mengimbau kepada para nelayan atau masyarakat agar menaati peraturan yang melarang penangkapan atau penjualan baby lobster. Sebab, hal tersebut mengganggu kelestarian ekosistem dan mengancam keberadaan lobster di laut Pangandaran.