Pemuda Tani Sulap Lahan Kering

  • Bagikan
Sejumlah buruh tani wanita menanam padi di lahan sawah desa Tegalsembadra, Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Minggu (23/2). Buruh tani wanita yang bekerja mulai dari menanam padi, mencabut gulma hingga panen per orang diberi upah sebesar Rp. 30 ribu hingga 50 ribu per hari dengan jam kerja mulai dari jam 07.30 hingga 15.00. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/ss/ama/14.

Mediatani.co Dewasa ini, Petani merupakan pekerjaan yang jarang dilirik pemuda. Namun tidak bagi sekelompok pemuda di Dusun Tanjung I, Bleberan, Playen, Gunungkidul, Yogyakarta.

Mereka berkumpul mendirikan kelompok tani. Bahkan, mereka mengubah lahan kering menjadi lahan produktif di saat musim kemarau.

Dusun Tanjung merupakan dusun kecil di sebelah barat Kota Wonosari. Di kawasan ini, sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Mereka memanfaatkan musim penghujan untuk bercocok tanam.

Biasanya, saat kemarau, tanah dibiarkan mengering, lalu ditanami padi dan palawija. Namun di tangan Kelompok tani Taruna Manunggal, lahan kering diubah menjadi lahan bermanfaat untuk menanam cabai dan bawang merah.

Mereka memanfaatkan air sungai yang dibendung dan dipompa menggunakan mesin tenaga surya, bantuan dari Balai penelitian Agroklimat dan Hidrologi Pertanian Bogor bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPPT) Yogyakarta.

Ketua Kelompok Tani Taruna Manunggal, Heru Setyawan mengatakan, memasuki musim kemarau seperti sekarang, pihaknya memaksimalkan lahan untuk ditanami bawang merah dan cabai.

Sejak bantuan mesin pompa air tanpa bahan bakar tersebut, ia dan 23 orang rekannya mampu menanam di pekarangan dan ladang. “Selama dua tahun kami menanam cabai merah, dan tahun ini mencoba untuk tumpangsari,” katanya, Selasa (25/7/2017).

Dengan metode mulsa atau lahan diberi plastik penutup mampu meningkatkan produksi. Selama dua tahun rata-rata 5 kuintal cabai merah. Tahun ini, 2.400 meter persegi yang ditanami 2 kuintal bibit bawang merah.

“Untuk tahun ini hasilnya cukup lumayan karena harga bawang merah di jual Rp 25.000 perkilonya, lumayanlah untuk memenuhi kebutuhan,” jelasnya.

Hasil yang cukup menjanjikan itu pula yang membuat para pemuda di kampung ini tidak pergi merantau.

“Kelompok kami 23 orang usianya masih muda rata-rata 30-an tahun, semuanya bertani. Sampingannya buruh bangunan jika ada yang membutuhkan, tetapi pekerjaan pokoknya bertani,” ucapnya.

Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Pertanian Bogor, Harmanto mengatakan, penguatan teknologi pertanian dan tanaman pangan dengan menanam bawang merah di lahan tandus sangat tepat.

Caranya dengan menggunakan teknologi pengairan dari parit yang dipadukan dengan sistem pompa bertenaga surya. Perpaduan tersebut ditambah teknologi mulsa, sangat cocok diterapkan pada daerah tandus seperti Gunungkidul.

Walau bertanam di musim kemarau, pengairan yang cukup, bisa membuat tanaman bawang merah mencapai hasil memuaskan.

“Walaupun musim kemarau, kami bisa memanfaatkan lahan untuk ditanami, dan hasilnya cukup bagus. Harapannya bisa swasembada bawang merah dan cabai merah, atau paling tidak memenuhi kebutuhan sendiri,” tandasnya.

Sumber : Kompas.com

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version