Petani di Sinjai Ramai Tanam Porang, Aktivis Tani Minta Pemerintah Jaga Stabilitas Harga

  • Bagikan
Ilustrasi. Porang/IST

Mediatani – Sejumlah petani di Sinjai mulai was-was perihal harga porang yang akan turun. Apalagi sekarang ini, telah banyak petani yang mulai melakukan penanaman porang.

Disadur mediatani.co dari situs berita tribun-timur.com Rabu (24/2/2021) salah seorang aktivis tani di Kabupaten Sinjai, Abd Malik menuturkan bahwa kini para petani sedang bersemangat menanam tanaman umbi porang.

Dengan harapan agar melalui tanaman porang itu bisa meningkatkan kesejahteraan mereka. “Saat ini hampir semua masyarakat di kecamatan di Sinjai menanam porang, kecuali Pulau Sembilan. Harapan kita setelah berhasil porangnya, harganya tidak anjlok,” kata Malik, Selasa (23/2/2021).

Menurut dia, sebelumnya, sejumlah tanaman pendahulu porang semisal vanili, coklat, cengkih, nilam dan pohon gaharu jatuh harga saat tanaman petani berhasil dipanen.

“Semoga tanaman porang ini tak begitu nasibnya. Dan tentunya peranan pemerintah kita sangat kita ini diharapkan bisa menjaga stabiltas harga itu,” harapnya.

Selain meminta bantuan ke pemerintah untuk menjaga harga porang, dia pula mengajak petani untuk menjaga kualitas tanaman itu dan tak memberi benda yang bisa menurunkan kualitas harga.

Sekarang ini, selain para petani di Sinjai yang mulai menggeluti budidaya pertanian porang, ada juga masyarakat Kabupaten Bulukumba dan Bantaeng yang tengah menggenjot budidaya itu.

Ada yang mengganti tanamannya dengan tanaman porang, ada yang sengaja sewa lahan dan memanfaatkan pekarangan rumah.

Masih dikutip dari sumber yang sama, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Kabupaten Sinjai, Marwatiah mulai mendorong masyarakat petani di daerah tersebut untuk membudidaya porang.

Menurutnya, melalui budidaya tanaman porang bisa meningkatkan kesejahteraan petani. “Porang saat ini menjadi komoditas primadona dan sangat menjanjikan. Hasilnya bisa meningkatkan ekonomi masyarakat tani,” ujar Marwatiah.

Dahulu porang adalah tanaman liar, namun sekarang ini sudah banyak petani kita yang membudidayakan, katanya.

Di sejumlah kecamatan di Sinjai sudah mulai melakukan budidaya tanaman porang. Seperti Kecamatan Sinjai Borong, Sinjai Tengah, Sinjai Barat dan Sinjai Selatan yang merupakan salah satu daerah dengan jumlah petaninya banyak melakukan pengembangan tanaman porang, apalagi kondisi wilayah yang sangat cocok dengan tanaman tersebut.

Menurut dia khusus di Kecamatan Sinjai Borong ada sekitar 800 hektar tanaman budidaya porang yang dibudidayakan oleh petani secara swadaya.

Hampir semua desa dan Kelurahan di daerah itu menanam porang karena berpeluang untuk meningkatkan kesejahteraan para petani.

Bahkan lanjut Marwatiah,  salah satu desa di Sinjai Borong yaitu desa Bonto Tengnga berkomitmen untuk menjadikan desanya sebagai desa porang.

Harga porang di Sinjai kini dihargai Rp 9000 per kilogram.

Sebelumnya, sebagaimana diberitakan mediatani.co, Petani Porang di Kabupaten Madiun pun meningkat. Madiun merupakan daerah pelopor pengembangan komoditas pertanian ini.

Hal ini bisa dilihat dari luas lahan yang ditanami porang mengalami penambahan lima hingga sepuluh persen tiap tahunnya.

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Pertanian setempat, Sumanto mengungkapkan hingga kini lahan yang digunakan petani untuk budidaya porang mencapai 5.300 hektare.

Akhir-akhir ini porang menjadi primadona karena nilai jualnya yang fantastis. Porang yang telah diolah menjadi tepung akan diekspor ke berbagai negara seperti Jepang hingga Australia.

Lalu,  tepung porang akan diproses menjadi berbagai bahan makanan seperti beras Shirataki hingga kosmetik. Harga ubi segar porang yang memenuhi standar panen berkisar antara Rp3000 hingga Rp3.500/kg.

Jika ubi porang diproses dan dikeringkan menjadi bentuk keripik (chip), harganya menjadi Rp17.500 hingga Rp22.000/kg, namun jika telah diproses menjadi tepung glukomannan, harganya meningkat menjadi sekitar Rp125.000 hingga Rp150.000/kg.

Kebutuhan beberapa negara akan porang masih cukup tinggi, hal ini dibuktikan dengan ekspor ke China, Jepang, Australia, Sri Langka, Malaysia, Korea, New Zealand dan Italia yang mencapai 10.000 ton/tahun.

Dan hingga saat ini kebutuhan porang baru dapat terpenuhi sekitar 4.000 ton/tahun sehingga masih kekurangan 6.000 ton/tahun.
Berdasarkan nilai jual inilah yang membuat para petani rela mengeluarkan modal bahkan hingga ratusan juta. (*)

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version