Politikus Gerindra Minta Penyusunan PP yang Beratkan Petani Tembakau Dievaluasi Segera

Evaluasi Aturan PP Nomor 28 Tahun 2024 Dinilai Perlu Dilakukan

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, menyoroti pentingnya evaluasi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Menurutnya, beberapa aturan dalam PP tersebut dinilai memberatkan berbagai pihak, termasuk petani tembakau, pekerja, pedagang, hingga konsumen.

BHS, sapaan akrab Bambang Haryo Soekartono, menyatakan bahwa aturan baru dalam PP 28 Tahun 2024 yang dibuat pada masa pemerintahan sebelumnya telah menambah beban bagi konsumen perokok dan para pedagang rokok. Hal ini disampaikan kepada awak media pada Senin (28/7).

Menurutnya, PP Nomor 28 berpotensi memicu gejolak ekonomi, meningkatkan angka pengangguran, serta menimbulkan masalah sosial yang lebih kompleks. Ia juga menyoroti besarnya kontribusi Cukai Hasil Tembakau (CHT) terhadap pendapatan negara. Dalam tahun 2024, CHT mencapai Rp216,9 triliun atau sekitar 72 persen dari total penerimaan kepabeanan.

“Jika industri tembakau ini hancur, duit Rp200 triliun lebih yang seharusnya diterima oleh negara akan mengalir ke mana? Saya rasa akan berkurang sedemikian besar, sehingga bisa menyebabkan defisit anggaran,” ujar mantan Dewan Pakar DPP Partai Gerindra itu.

Selain itu, Bambang juga mengungkapkan bahwa kondisi industri tembakau kini sedang dalam tekanan berat akibat regulasi yang dinilai tidak berpihak pada pelaku usaha. Salah satu dampaknya adalah berhentinya pembelian tembakau oleh perusahaan besar seperti Gudang Garam dan Nojorono di Temanggung, Jawa Tengah, sejak tahun lalu.

“Tentu hal ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur,” tambahnya.

Ia menegaskan bahwa saat ini perlu dilakukan pendekatan seimbang antara aspek kesehatan dan keberlangsungan ekonomi. Menurut Bambang, edukasi harus menjadi strategi utama, bukan regulasi yang terlalu menekan industri tembakau.

“Jangan sampai tidak terjadi keseimbangan. Saya pikir PP 28 Tahun 2024 perlu dievaluasi ulang, terutama aturannya jika benar-benar dipertimbangkan semua aspek,” kata dia.

Penolakan terhadap Beberapa Pasal dalam PP 28 Tahun 2024

Sikap kritis terhadap PP Nomor 28 Tahun 2024 juga terlihat dari unggahan akun resmi X dan halaman web Partai Gerindra. Dalam pernyataannya, partai tersebut menilai sejumlah pasal dalam PP tersebut terlalu ketat.

Salah satu contohnya adalah larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter. Selain itu, PP 28 juga melarang pemajangan iklan di media luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Larangan-larangan ini dinilai terlalu membatasi ruang gerak pelaku usaha.

Dengan adanya aturan-aturan tersebut, banyak pihak merasa khawatir akan dampak ekonomi yang bisa muncul. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi yang lebih mendalam agar regulasi tidak terlalu memberatkan masyarakat dan pelaku usaha.

Salurkan Donasi

Exit mobile version