Ramai dibincangkan Warganet, Ini Penjelasan LIPI Soal Ikan Kakatua yang Tidak Bisa dimakan

  • Bagikan
Ikan kakatua

Mediatani – Saat ini warganet ramai membincangkan ikan kakatua. Mereka membincangkan tentang sebuah unggahan yang menyatakan bahwa ikan kakatua tidak boleh dikonsumsi karena dikhawatirkan mengganggu keberlanjutan ekosistem.

Pemilik akun Twitter @ZOO_FESS menyebutkan “Ikan Kakatua itu PENTING! Ikan kakatua adalah ikan yang sangat penting bagi ekosistem laut. Mereka memakan alga & terumbu karang yg sudah mati. Ikan ini menghabiskan 90% waktu mrka untuk mkn. Alga yg mereka ambil adalah alga yg menutupi terumbu karang, terumbu karang yg (cont)”

Terkait boleh tidaknya mengonsumsi ikan Kakatua dan apa pengaruhnya bagi ekosistem laut, berikut penjelasannya.

Ikan kakatua atau yang biasa disebut Parrotfish merupakan salah satu jenis ikan tropis yang memiliki paruh besar dan warna yang cerah. Habitat ikan ini adalah terumbu karang dan memiliki kebiasaan mengunyah karang yang lunak.

Dilansir Berkeley Lab yang terbit pada 15 November 2017 lalu, penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan di Laboratorium Nasional Lawrence Berkeley mengungkapkan gigi ikan ini memiliki struktur mikro seperti rantai yang memberikan kekuatan gigitan luar biasa.

Setiap ikan kakatua memiliki sekitar 1.000 gigi, berderet dalam 15 baris, dan menyatu bersama untuk membentuk struktur paruh yang digunakan untuk menggigit karang. Tak jarang, ketika mereka mengunyah karang, giginya akan keropos dan jatuh. Namun, hal tersebut bukan masalah bagi ikan ini mengingat masih banyak lagi gigi yang lain pada deretan selanjutnya.

“Saya seorang penyelam scuba, dan saya selalu mendengar betapa kerasnya mereka di bawah air, ketika mereka memecahkan karang,” ungkap Ahli biofisika Dr Pupa Gilbert.

Ikan Kakatua ini banyak tersebar di perairan Pasifik, termasuk Indonesia, Samudera Atlantik, dan Laut Mediterania. Dalam jurnal Osena yang berjudul Aspek Biologi Ikan Kakatua (Suku Scaridae), ikan ini cukup digemari dan populer di restoran makanan laut.

Sementara itu, mengenai bisa atau tidaknya mengonsumsi ikan ini, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI) Femmy D. Hukom tidak meyebutkan adanya pelarangan konsumsi ikan Kakatua. Akan tetapi, Femmy menjelaskan bahwa populasi ikan ini penting untuk diperhatikan untuk menjaga kelestarian lingkungan.

“Berkurangnya populasi ikan di perairan terjadi karena ikan yang tertangkap adalah ikan yang akan memijah atau yang belum memijah, sehingga diperlukan upaya pengelolaan dalam menjaga keberlangsungan kelestarian sumberdaya ikan,” kata Femmy, saat dilansir Kompas, Senin (15/2).

Ikan kakatua dikenal sebagai ikan Herbivora. Kelompok ikan herbivora berperan dalam resiliensi terumbu karang. Sebab, ikan herbivora mampu mengontrol atau membatasi perkembangan dan pertumbuhan populasi alga yang kemudian memberikan ruang substrat penempelan bagi larva karang.

Maka dari itu, Femmy sepakat jika dikatakan ikan ini berperan penting dalam menjaga ekosistem. Karena menurutnya, perubahahn rezim herbivora dalam terumbu dapat berpengaruh nyata pada perubahan substrat karang.

Namun hal itu tidak berlaku jika kelompok ikan ini menjadi pelaku bioerosi pada karang dan menciptakan pergantian fase pertumbuhan antara karang dan makro alga.

Femmy mengatakan bahwa ketiadaan populasi ikan herbivora pada satu ekosistem terumbu karang dapat membuat pertumbuhan makroalga tak terkendali sehingga menekan tingkat pertumbuhan, rekruitmen dan kelangsungan hidup terumbu karang,

Berdasarkan penelitian Trane P. Hughes pada 2007, dalam suatu ekosistem terumbu karang yang sehat, ikan herbivora mampu memelihara substrat keras 50-65 persen bebas dari alga.

Bernilai ekonomi tinggi

Selain memiliki peran penting dalam ekologis, ikan Kakatua juga memiliki nilai ekonomi tinggi apabila sudah diolah menjadi ikan asin untuk dikonsumsi. Dalam kondisi hidup, ikan yang berukuran kecil biasanya dipasarkan untuk menjadi ikan hias dalam akuarium air laut.

Akan tetapi, Femmy mengingatkan, struktur populasi ikan ini akan terganggu jika penangkapan yang dilakukan tidak memperhatikan ukuran panjang dan bobot, jumlah hasil tangkapan nelayan, dan habitat ikan tersebut. Oleh karena itu, akan berbahaya jika melakukan eksploitasi atau penangkapan secara besar-besaran ikan Kakatua.

“Hal ini dapat mengakibatkan ikan-ikan yang ada di perairan menjadi berkurang dan dapat punah, sehingga akan berpengaruh pada kehidupan terumbu karang,” kata Femmy.

Untuk mencegahan hal tersebut, Femmy menyarakan untuk membatasi intensitas penangkapan dan memperkecil ukuran mata jaring agar ikan-ikan memiliki kesempatan untuk bereproduksi.

Femmy menyebutkan, jenis penangkapan tersebut digolongkan menjadi dua, yaitu growth overfishing dan recruitment overfishing. Growth overfishing terjadi apabila ikan-ikan hasil tangkapan tersebut didominasi oleh ikan yang belum dewasa atau kecil.

Sedangkan recruitment overfishing terjadi apabila kegiatan eksploitasi didominasi oleh ikan yang siap memijah (spawning stock) atau ikan dewasa matang gonad. Keduanya dapat mempengaruhi pasokan ikan dan populasi ikan yang ada paada suatu perairan.

“Beberapa jenis ikan-ikan kakatua matang gonad pada ukuran panjang 24 – 32 cm,” tambah Femmy.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version