Mediatani – Organisasi lingkungan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), menggelar pameran Pekan Rakyat Lingkungan Hidup (PRLH) 2022 di pelataran kantor Gubernur Jambi pada Sabtu sore (4/6/2022). Dalam acara tersebut, berjejer stan-stan yang memamerkan berbgai produk unggulan. Pengunjung pun berdatang ke lokasi tersebut.
Tak lupa, para pengunjung yang lalu lalang diiringi oleh alunan musik dari atas panggung. Mereka dapat membeli berbagai produk yang dijajahkan di lokasi tersebut. Selain itu, mereka juga dapat bertanya tentang proses pembuatan produk tersebut kepada si pembuatnya langsung.
Di sebelah kanan dekat pintu gerbang masuk kantor gubernur, berbagai produk olahan makanan dipamerkan di stan-stan. Sementara itu, di sebelah kiri, berbagai produk hasil kerajinan masyarakat desa juga dipamerkan.
Selain itu, juga terdapat beberapa hasil hutan bukan kayu dan berbagai macam karya masyarakat desa yang turut mengisi stan-stan.
Di antara stan-stan tersebut, yang tak kalah menarik, juga terdapat sejumlah komoditi hasil pertanian para petani desa. Sejumlah komoditi pertanian tersebut dihasilkan oleh para petani yang tengah berjuang agar pemerintah mengakui hak atas tanah mereka.
Berbagai aneka produk pertanian di atas tampah, ada labu, pisang, naga, ketela rambat, tebu, jengkol hingga ubi kayu yang berukuran sebesar lengan orang dewasa. komoditi hasil pertanian tersebut dipajang di etalase dengan memperlihatkan latar belakang peta sebaran wilayah kelola rakyat di Provinsi Jambi
Halim, salah seorang petani kelompok tani Sekato Jayo, Desa Lubuk Mandrasah, Kabupaten Tebo, Jambi dan beberapa kelompok tani lainnya sengaja datang ke Kota Jambi, untuk membawa hasil pertanian tersebut meski harus menempuh jarak hingga ratusan kilometer.
“Kami membawa 18 jenis hasil tani. Macam-macam ada sayur mayur, itu semua kami tanam di lahan yang sampai sekarang masih kami perjuangkan” kata Halim.
Melalui produk pertanian tersebut, mereka berharap pemerintah dapat membuka mata agar dapat berlaku adil kepada petani kecil yang ada di desa.
Sebagian besar hasil pertanian yang mereka bawa, berasal dari lahan yang saat ini tengah berkonflik dengan perusahaan-perusahaan industri ekstraktif.
Sebelumnya, dalam catatan Walhi, setidaknya terdapat 156 kasus konflik agraria di Provinsi Jambi yang sampai sekarang ini belum ada penyelesaian. Dari total jumlah kasus tersebut, 19 desa diantaranya menjadi prioritas dalam penyelesaian advokasi yang dilakukan Walhi.
Dari 19 desa yang mengalami konflik dengan koporasi ini, tersebar di kabupaten Tebo, Muaro Jambi, Tanung Barat dan Batanghari. Adapun jumlah masyarakat yang mengalami konflik mencapai sebanyak 3.500 kepala keluarga (KK).
Dalam kasus tersebut, perusahaan pemegang izin konsesi HTI, masih mendominasi konflik dengan masyarakat atau mencapai sekitar 70 persen, kemudian disusul dengan kelapa sawit sebanyak 20 persen dan konsesi perusahaan restorasi ekosistem sebanyak 10 persen.