Mediatani – Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa masih ada kabupaten dan kota di provinsi Sumatera Barat (Sumbar) yang hanya menghasilkan 2 ton padi per hektar, angka yang jauh dari ideal.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumbar, M. Abdul Majid Ikram, menyoroti hal ini dan mendesak Pemerintah Provinsi Sumatra Barat untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna meningkatkan produktivitas padi.
“Produksi 2 ton per hektar sangat rendah, terutama mengingat pentingnya padi sebagai komoditas pangan utama bagi masyarakat Sumbar. Jika memungkinkan, produksi padi harus bisa mencapai lebih dari 5 ton per hektar,” ujar Majid pada Rabu, 11 September 2024.
Belajar dari Jawa Tengah: Digital Farming sebagai Solusi
Majid mencontohkan Provinsi Jawa Tengah yang berhasil meningkatkan produktivitas padi melalui penerapan teknologi pertanian digital atau digital farming. Di sana, produksi padi yang awalnya hanya 5 ton per hektar meningkat menjadi 7 hingga 9 ton per hektar berkat pemanfaatan teknologi ini. Digital farming membantu petani mendapatkan informasi akurat tentang kondisi tanah, air, cuaca, serta unsur hara, sehingga mereka dapat menentukan waktu tanam dan panen yang tepat.
“Sumbar bisa belajar dari Jateng. Jika teknologi digital farming diterapkan di 19 kabupaten dan kota di Sumbar, produktivitas padi diprediksi akan meningkat secara signifikan,” tambah Majid. Ia juga menegaskan kesiapan BI untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam mewujudkan penerapan teknologi ini.
Penerapan Digital Farming di Sumbar Masih Terbatas
Lukman Hakim, Kepala Tim Implementasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Daerah (KEKDA) BI Sumbar, menambahkan bahwa teknologi digital farming sebenarnya sudah mulai diterapkan di sektor pertanian Sumbar, namun masih terbatas pada tanaman hortikultura seperti di Payakumbuh dan Kabupaten Solok. “Untuk padi, teknologi ini belum diterapkan. Padahal, di beberapa daerah, produksi padi hanya mencapai 2 ton per hektar,” jelas Lukman.
Penggunaan teknologi ini baru dimulai dua bulan terakhir, dan BI akan memantau perkembangannya secara berkala untuk melihat dampaknya terhadap produktivitas tanaman hortikultura. Keberhasilan di sektor ini diharapkan bisa membuka jalan bagi penerapan teknologi yang sama pada tanaman padi di masa depan.
Tantangan dan Upaya Pemprov Sumbar
Ferdinal Asmin, Sekretaris Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar, mengakui bahwa salah satu daerah di Sumbar, yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai, masih memiliki produksi padi yang rendah, sekitar 2 hingga 2,5 ton per hektar.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa Mentawai merupakan daerah baru dalam hal penanaman padi, dengan sebagian besar penduduknya lebih terbiasa menanam sagu. Pemerintah Provinsi sedang berupaya agar lahan di Mentawai bisa dimanfaatkan untuk produksi padi yang lebih optimal.
Secara keseluruhan, rata-rata produksi padi di Sumbar mencapai 5 ton per hektar, angka yang menurut Ferdinal tergolong normal. Meski demikian, Pemprov Sumbar terus mencari cara untuk meningkatkan produktivitas, termasuk bekerja sama dengan perguruan tinggi dan menguji berbagai varietas padi yang lebih cepat panen. Saat ini, varietas padi yang ditanam di Sumbar, seperti IR 42 dan Anak Daro, memiliki masa tanam yang relatif lama, yaitu sekitar 4 bulan dari tanam hingga panen.
Kebutuhan Teknologi untuk Mendukung Produktivitas
Ferdinal menekankan pentingnya peningkatan indeks pertanaman (IP) di Sumbar agar produktivitas padi bisa lebih tinggi. Jika teknologi seperti digital farming diterapkan, hal ini dapat membantu mengoptimalkan lahan sawah di Sumbar. “Melihat keberhasilan di Jateng, penerapan teknologi digital farming untuk padi di Sumbar tentu perlu dibahas lebih lanjut dengan gubernur,” tegasnya.
Saat ini, produksi padi gabah kering giling (GKG) di Sumbar mencapai 1,5 juta ton per tahun, yang dikonversi menjadi 891 ribu ton beras. Dengan kebutuhan beras sekitar 691 ribu ton per tahun, Sumbar memiliki surplus sebesar 98 ribu ton. Namun, peningkatan produktivitas padi akan semakin memperkuat ketahanan pangan daerah serta meningkatkan kesejahteraan petani.