Mediatani – Kelompok pembudidaya di Kulonprogo, DI Yogyakarta mendapatkan pujian dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atas inovasinya dalam mengintegrasikan budidaya lele dengan budidaya cacing sutra. Dengan pendekatan ini, mereka berhasil mengurangi biaya produksi dan menghasilkan pendapatan yang mencapai miliaran rupiah setiap tahun.
Inovasi ini didasarkan pada prinsip ekonomi biru, yang juga mengedepankan keberlanjutan lingkungan. Dalam sistem ini, limbah dari budidaya lele digunakan untuk pengembangan budidaya cacing sutra. Di sisi lain, cacing sutra tersebut menjadi pakan alami bagi benih lele.
Dalam kunjungannya ke Gapokdakan Mina Mitra Banjarharjo beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb Haeru Rahayu menjelaskan salah satu kunci sukses pembudidaya ikan seperti pembudidaya Gapokdakan Mina Mitra Banjarharjo ini yaitu ketersediaan pakan alami seperti cacing sutera secara kontinu.
Selain itu, pengelolaan budidaya ikan juga menerapkan prinsip ekonomi biru dengan tidak membuang limbah budidaya secara langsung ke perairan umum dan memastikan penggunaan pakan ikan yang efisien dan berkelanjutan.
Dibanding pakan alami lainnya, cacing sutera masih paling efektif untuk benih ikan air tawar karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, termasuk protein sekitar 57-60%, lemak, mineral, vitamin B12, asam amino, dan asam lemak tak jenuh yang sangat penting untuk pertumbuhan benih ikan.
Lebih lanjut Pria yang akrab disapa Tebe ini menjelaskan bahwa budidaya cacing sutera memiliki potensi sebagai alternatif usaha yang dapat memberikan pendapatan tambahan bagi para pelaku usaha.
Peluang ini menjadi cukup menjanjikan karena masa pemeliharaan yang relatif singkat, sehingga uang dapat berputar lebih cepat dan tingkat pengembalian investasi dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat. Terlebih lagi, selama musim penghujan, pasokan cacing sutera alami biasanya sulit ditemukan, sehingga terdapat pasar yang luas untuk produk ini
Tebe menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus memberikan dukungan dalam pengembangan budidaya ikan di Kulonprogo. Dukungan ini mencakup bimbingan teknis, pendampingan teknis yang disediakan oleh penyuluh perikanan, serta penyediaan calon induk unggul ikan air tawar. Selain itu, KKP juga akan mengalokasikan mesin pencetak pakan kepada para pembudidaya.
“Untuk itu kami meminta bantuan kepada pemerintah daerah untuk dapat segera melakukan identifikasi dan verifikasi calon penerima bantuan yang memenuhi persyaratan agar bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan sebaik baiknya,” pungkasnya.
Ketua Gapokdakan Mina Mitra Banjarharjo, Mokhamad Kharir mengungkapkan, budidaya cacing sutera memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan produksi pembenihan ikan lele sebagai sumber pakan utama untuk benih ikan.
“Dengan adanya limbah dari budidaya lele, produksi budidaya cacing sutera tidak ada kendala sehingga dapat memenuhi kebutuhan pembenihan ikan lele di wilayah Banjarharjo,” ujarnya.
Luas lahan yang dimiliki Gapokdakan Mina Mitra Banjarharjo untuk budidaya cacing sutera sekitar 1,45 Ha dan mampu memproduksi cacing sutera sebanyak 120 liter/ hari dengan nilai ekonomi sekitar Rp1.314 miliar per tahun. Selain untuk kebutuhan budidaya gapokdakan sendiri, cacing sutera ini juga dijual hingga ke luar wilayah Kulonprogo.
Gapokdakan Mina Mitra Banjarharjo telah lama menjalankan integrasi budidaya lele dengan cacing sutera. Budidaya cacing sutera ini berhasil dikembangbiakkan melalui pemanfaatan limbah budidaya lele dan juga dengan tambahan limbah burung puyuh.
Inovasi dalam bentuk budidaya terintegrasi ini akhirnya memberikan peningkatan kesejahteraan bagi para pembudidaya di Gapokdakan Mina Mitra Banjarharjo.
“Budidaya cacing sutera menjadi pendapatan harian kelompok, selain pendapatan bulanan dari budidaya ikan lele,” ungkap Kharir.
Dalam pengembangan budidaya lele, Gapokdakan Mina Mitra Banjarharjo memiliki luasan pembenihan ikan lele seluas 1.500 meter persegi yang mampu menghasilkan antara 100 ribu hingga 120 ribu ekor benih setiap bulannya. Nilai ekonomi yang dihasilkan mencapai sekitar Rp460 juta per tahun dengan target pasar di Kabupaten Sleman untuk pelaku usaha pembesaran ikan lele.
Sementara itu, luas kolam pembesaran lele mencapai 6.000 meter persegi dengan produktivitas mencapai 12-15 ton per bulan. Ukuran lele yang dipanen sekitar 6-10 ekor per kg, dan nilai ekonominya mencapai sekitar Rp3,6 miliar per tahun.
Menurut Kharir, budidaya lele dapat menghasilkan keuntungan asalkan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pembenihan ikan yang baik (CPIB) dan cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Beberapa faktor penting dalam budidaya tersebut mencakup penggunaan benih dan pakan berkualitas tinggi, serta manajemen kualitas air yang baik.
Selain menggunakan pakan alami berupa cacing sutera yang dihasilkan dari budidaya sendiri, mereka juga menerapkan sistem grading remaja dalam budidaya lele, yang memungkinkan ikan lele dapat tumbuh lebih cepat.
“Selain itu dengan sistem grading dapat meminimalkan kerugian yang disebabkan oleh over feeding ataupun kanibalisme ikan lele,” pungkasnya.
Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin, juga memberikan apresiasi dan terima kasih kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Gapokdakan Mina Mitra Banjarharjo atas pengembangan ide kreatif dalam mengintegrasikan usaha budidaya ikan lele dan budidaya cacing sutera.
Menurut Sudin, ini adalah satu inovasi teknologi yang sangat baik dari Gapokdakan Mina Mitra Banjarharjo dan memberikan nilai tambah melalui integrasi usaha budidaya ikan lele dan budidaya cacing sutera. Limbah dari budidaya ikan lele tidak dibuang langsung ke perairan umum, tetapi dimanfaatkan untuk budidaya cacing sutera.
Hal ini penting karena selain ikan lele memiliki manfaat yang penting dan sehat untuk mencegah stunting, limbah dari budidaya tersebut dapat digunakan untuk budidaya cacing sutera sebagai pakan bagi benih ikan lele.