Mediatani – Yayasan Insan Mandiri Denpasar cabang Lombok yang menjadi salah satu dari enam penerima bantuan budidaya ikan sistem bioflok dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2020 telah berhasil melakukan panen perdana setelah melakukan pemeliharaan selama dua bulan.
Panen perdana budidaya ikan sistem bioflok ini dilakukan di area Yayasan pada Sabtu, (30/1/2021). Selain Yayasan Pendidikan ini, ada lima penerima bantuan sarana prasana pengembangan budidaya bioflok lele di NTB yang tersebar di tiga lokasi yaitu di Lombok dan dua di Sumbawa.
Penerapan inovasi teknologi budidaya ikan dengan sistem bioflok ini merupakan bukti keseriusan KKP untuk mendorong produktivitas masyarakat pembudidaya agar dapat meningkatkan perekonomiannya.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) mencatatkan, KKP telah menyalurkan sebanyak 421 paket bantuan budidaya ikan sistem bioflok kepada 379 pokdakan di 32 Provinsi yang tersebar di 190 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia di sepanjang tahun 2020.
Untuk tahun 2021, KKP menargetkan untuk kembali menyalurkan bantuan budidaya ikan sistem bioflok sebanyak 304 paket dengan komoditas ikan lele atau nila.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengungkapkan bahwa bantuan budidaya ikan sistem bioflok tersebut dapat menjadi salah satu solusi dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia yang terus mengalami peningkatan hingga mencapai 271 juta jiwa penduduk.
“Dengan kelebihan seperti efisiensi pemanfaatan lahan serta limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik sehingga dapat diintergrasikan dengan tanaman seperti sayur dan buah, inovasi ini dapat menjamin ketersediaan sumber pangan bagi masyarakat,” sambung Slamet.
Selain itu, lanjut Slamet, keunggulan lain yang didapatkan dari sistem bioflok ini, diantarnya yaitu padat penebaran yang lebih tinggi, masa pemeliharaan yang lebih singkat serta penggunaan air dan pemberian pakan yang lebih efisien.
Kelebihan dari bioflok ini tentunya memberikan keuntungan yang lebih besar kepada masyarakat sekaligus menjamin keberlanjutan usaha perikanan budidaya dengan sistem yang ramah lingkungan. Sehingga, hal ini juga sesuai arahan dari Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono yang memprioritaskan perikanan budidaya berkelanjutan.
“Menjadi arahan dari Bapak Menteri agar KKP dapat bersinergi dengan akademisi, pemerintah daerah, kementerian/lembaga lain hingga berbagai elemen masyarakat untuk dapat membangun lokasi budidaya yang berteknologi tinggi namun ramah lingkungan, seperti membangun kampung – kampung budidaya perikanan,” jelas Slamet.
Slamet melanjutkan bahwa budidaya ikan sistem bioflok dapat menjadi bekal ilmu dalam melakukan usaha budidaya ke depan karena memiliki potensi untuk terus meningkatkan keterampilan masyarakat pembudidaya dalam menerapkan teknologi.
Selain teknologi, lanjut Slamet, para pelaku usaha budidaya juga dapat menambah ilmu mereka terkait kewajiban untuk mengimplementasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) seperti penggunaan benih bermutu yang berasal dari induk unggul, pakan yang berkualitas, pengelolaan kualitas air, serta manajemen kesehatan ikan dan lingkungan.
Slamet menambahkan bahwa pelaku usaha juga harus memiliki manajemen serta jejaring yang kuat antar sesama pembudidaya maupun dengan dinas atau penyuluh perikanan setempat sebagai sarana pertukaran informasi terutama dalam hal penggunaan teknologi yang tepat.
Menurut data sementara, sejak tahun 2015-2019 produksi ikan lele dan nila sebagai komoditas yang dibudidayakan dengan sistem bioflok terus mengalami peningkatan. Tercatat, produksi ikan lele mengalami kenaikan sebesar 9.23% per tahun, sedangkan produksi ikan nila juga mengalami kenaikan sebesar 5.59% per tahun.
Sementara itu, Romo Patrisius Woda Fodhi sebagai ketua yayasan menyatakan bahwa selama melakukan pemeliharaan, terdapat beberapa kendala yang dihadapi seperti curah hujan yang tinggi maupun pengelolaan kualitas air agar lele tidak terjangit penyakit. Namun berkat bimbingan dari KKP melalui Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok yang dibarengi dengan usaha ekstra pengelolan, hal tersebut dapat diatasi.
“Kami mendapatkan pendampingan dan pelatihan secara menyeluruh oleh BPBL Lombok, mulai dari persiapan, proses budidaya hingga berhasil panen. Keterampilan ini akan kami teruskan kepada anggota yayasan lain termasuk melibatkan siswa jenjang SMP dan SMA agar mereka memiliki modal ilmu untuk berwirausaha,” tandas Romo Patrisius.
Sementara itu Kepala BPBL Lombok, Mulyanto mengatakan bahwa bantuan budidaya ikan sistem bioflok tersebut juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus menjadi sentra edukasi, sehingga dapat mentransfer ilmu dan teknologi kepada masyarakat lebih luas.
“Dengan edukasi menyeluruh dari KKP serta manajemen usaha budidaya yang baik dari penerima bantuan bioflok ini diharapkan akan lebih banyak lagi kelompok masyarakat maupun lembaga pendidikan di Nusa Tenggara Barat yang akan mendapatkan paket bantuan serupa di masa mendatang,” tutup Mulyanto.