Mediatani – Hujan yang terus mengguyur wilayah Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat (KBB) membuat perubahan suhu air di Waduk Saguling. Hal tersebut mengakibatkan puluhan ton ikan yang dibudidayakan di keramba jaring apung (KJA) Blok Cimekar (Cililin-Mekarmukti) mati mendadak.
Diperkirakan ikan yang mati tersebut lebih dari 30 ton dan membuat petani KJA merugi hingga ratusan juta. Jenis ikan yang mati itu adalah jenis ikan nila, ikan bawal, ikan mujair hingga ikan mas. Mirisnya, ikan yang ditemukan dalam keadaan terapung itu sudah siap untuk dipanen.
“Kematian ikan terjadi dalam beberapa hari, ya kalau dikalkulasikan ada sekitar 25 ton. Tapi itu baru di blok sini saja, kalau ditambah dengan kawasan lain angkanya bisa lebih,” terang Kepala Desa Mekarmukti, Andriawan Burhanudin, Selasa (26/1/2021).
Menurutnya, kematian ikan pada KJA itu puncaknya terjadi pada pekan lalu, dimana pada saat itu hujan selama beberapa hari terus turun mengguyur wilayah tersebut sehingga mempengaruhi daya tahan ikan.
“Kondisi itu menyebabkan kerugian yang cukup besar dikalangan para petani ikan KJA,” tuturnya.
Melihat kejadian tersebut, beberapa petani ikan KJA lainnya yang kondisi ikannya masih normal, mempercepat masa panen ikannya. Langkah antisipasi tersebut untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
Salah seorang petani ikan KJA di Waduk Saguling, Asep Sudrajat (51) menyebutkan, curah hujan yang tinggi dan kurangnya cahaya matahari membuat ikan mabuk. Beberapa tanda yang ditunjukkan dari kondisi ikan yang tidak normal itu diantaranya yaitu dari mulut ikan yang terus mengap-mengap dan sering keluar permukaan air, kemudian gerakannya yang terlihat lemas.
Maka dari itu, lanjutnya, ikan yang ukurannya masih kecil sudah langsung dipanen untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
“Harga ikannya juga jadi jauh di bawah harga pasaran, tapi itu masih lebih baik daripada mati. Yang banyak seperti ikan mas dan nila yang dijual hanya Rp15.000/kg padahal normalnya bisa sampai Rp24.000-Rp26.000/kg,” sebutnya.
Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan (Dispernakan) Unang Husni Thamrin mengatakan, kejadian matinya ikan-ikan di perairan waduk Saguling juga terjadi di KJA di wilayah blok Bunder, sekitar selasa sampai Jumat pekan lalu.
Undang menduga, fenomena kematian puluhan ton ikan ini disebabkan karena curah hujan yang tinggi dapat memicu arus di perairan. Arus tersebut kemudian mengakibatkan sisa pakan ikan yang mengendap teraduk dan naik ke atas perairan. Endapan dari sisa pakan ikan itu mengandung zat yang mengakibatkan ikan mabuk.
“Hujan yang turun beberapa hari berturut turut membuat terjadinya arus balik yang mengakibatkan kualitas air menurun drastis, kandungan oksigen rendah mendekati 0 Ppm dan aroma air waduk berbau belerang (H2S),” paparnya.
Melihat dampak buruk dari kondisi cuaca tersebut, Dispernakan menurunkan petugas untuk melakukan sosialisasi dan peringatan dini serta meminta agar petani ikan KJA menghentikan sementara penebaran benih ikan yang baru.
“Petani juga diminta untuk mengurangi intensitas pemberian pakan, mempercepat pemanenan ikan di KJA dan segera mengangkat ikan yang mati dari perairan waduk,” kata Undang.
Fenomena ikan yang mati mendadak itu memang selalu terjadi setiap tahunnya. Selain karena musim penghujan, kematian ikan secara mendadak juga pernah terjadi akibat cuaca kemarau yang melanda pada 2019 lalu.
Saat itu, Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) mengkonfirmasi bahwa perbedaan kondisi cuaca dan kondisi perairan yang ekstrim juga bisa membuat dasar perairan teraduk dan organik beracun seperti amoniak, dari sisa pakan dan feses naik ke atas dan menjadi racun bagi ikan.