Asosiasi Petani Kelapa Sawit Minta Pemerintah Perhatikan Kondisi Petani Swadaya
Petani kelapa sawit di Sumatra Barat mengeluhkan kesenjangan harga antara petani yang bermitra dengan perusahaan dan petani swadaya. Hal ini disampaikan oleh Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Sumatra Barat, Jufri Nur. Menurutnya, saat ini hanya petani yang bekerja sama dengan perusahaan yang bisa menikmati harga TBS yang ditetapkan pemerintah.
Jufri menjelaskan bahwa dalam penetapan harga TBS, terdapat beberapa unsur yang turut serta, termasuk pemerintah. Namun, kondisi yang dialami oleh petani swadaya sangat memprihatinkan. Harga yang diterima oleh petani swadaya jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga TBS yang telah ditetapkan.
“Kondisi yang dialami petani swadaya kini sangat membutuhkan kebijakan pemerintah, terutama dari pemerintah daerah,” ujarnya.
Menurut Jufri, harga TBS untuk perkebunan perusahaan sudah sesuai dengan penetapan pemerintah, sehingga memberikan dampak positif bagi petani. Sementara itu, petani swadaya mengalami kesenjangan harga hingga 50%. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah daerah dapat membuat kebijakan dan regulasi hukum agar harga TBS juga bisa dinikmati oleh petani swadaya.
Data Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatra Barat
Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumbar mencatat luas lahan perkebunan kelapa sawit di Sumbar mencapai 420 hektare. Dari total luasan tersebut, sebagian besar adalah perkebunan swadaya atau rakyat seluas 250.000 hektare, sementara sisanya merupakan perkebunan perusahaan sekitar 180.000 hektare.
Lahan perkebunan sawit tersebar di beberapa daerah penghasil utama di Sumatra Barat, seperti Kabupaten Pasaman Barat, Dharmasraya, Pesisir Selatan, Solok Selatan, Sijunjung, hingga Kabupaten Agam.
Jufri menyatakan bahwa Apkasindo akan terus memperjuangkan nasib petani sawit swadaya. Ia menyebutkan bahwa ada rencana untuk membahas kondisi ini bersama Pemprov Sumbar.
Pengalaman Petani Swadaya di Pesisir Selatan
Salah satu petani swadaya di Pesisir Selatan, Dodi, mengungkapkan bahwa harga sawit yang dijual ke pengepul saat ini tidak sampai Rp2.000 per kilogram. Padahal, harga TBS yang ditetapkan pemerintah mencapai lebih dari Rp3.000 per kilogram.
“Hampir 50% beda harga panen yang dinikmati petani sawit swadaya dengan petani yang bermitra dengan perusahaan,” kata Dodi.
Ia menilai harga yang diterima petani swadaya bukanlah ideal. Dari hasil panen, petani harus menyisihkan sebagian besar pendapatan untuk membeli pupuk tanaman kelapa sawit. Dodi menjelaskan bahwa setelah panen dua kali sebulan, tanaman harus dipupuk kembali agar tetap dalam kualitas yang baik.
“Kalau hasil panen bisa mendapatkan satu juta rupiah, maka hampir 500 ribu rupiah disimpan untuk membeli pupuk,” ujarnya.
Harapan Petani Swadaya kepada Pemerintah
Dodi merasa iri dengan petani yang bermitra dengan perusahaan, karena mereka menerima harga yang lebih tinggi. Meskipun demikian, petani swadaya tetap bersemangat untuk meningkatkan hasil panen.
Ia berharap jika pemerintah tidak bisa memasukkan petani swadaya dalam penetapan harga TBS, setidaknya pemerintah bisa memberikan bantuan pupuk bagi petani sawit swadaya. Dengan demikian, para petani bisa lebih mudah mengelola lahan mereka dan meningkatkan hasil produksi.