Berita  

Kebakaran Hutan Mengganas, Petani Mempawah Pelajari Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar

Upaya Mencegah Kebakaran Hutan dengan Pertanian Berkelanjutan

Di tengah maraknya kebakaran hutan yang terjadi akhir-akhir ini, berbagai pihak mulai bergerak untuk menanggulangi dan mencegah meluasnya api. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan dan pendampingan kepada petani dalam pengelolaan lahan tanpa membakar. Hal ini menjadi langkah penting untuk mengurangi risiko kebakaran yang sering terjadi, terutama di musim kering.

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) melakukan pendampingan kepada kelompok tani di Desa Malikian, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Mereka mempraktikkan pertanian berkelanjutan di lahan gambut tanpa harus menggunakan pembakaran. Pendampingan ini bertujuan untuk mengurangi kejadian kebakaran lahan yang sering terjadi di wilayah tersebut.

Salah satu petani setempat, Syahrin, menjelaskan bahwa pendampingan YKAN dimulai dari proses membuka lahan tanpa membakar hingga menyiapkan kebutuhan pertanian dengan memanfaatkan potensi yang ada di desa. Ia menyebutkan bahwa para petani membuat pupuk dan pestisida sendiri menggunakan bahan-bahan alami yang tersedia di sekitar mereka.

Sebelumnya, praktik membuka lahan dengan cara dibakar sudah menjadi tradisi turun-temurun di desa ini dan sekitarnya. Meski telah ada larangan, praktik ini masih terus berlangsung karena kurangnya pendampingan. Namun kini, adanya YKAN memberikan pelatihan dan pengetahuan baru bagi para petani.

Dengan menerapkan pertanian berkelanjutan, para petani tidak perlu lagi berpindah-pindah lahan, sehingga mengurangi potensi pembukaan lahan baru dengan cara dibakar. Hal ini sangat penting untuk menjaga ekosistem gambut yang rentan terhadap kebakaran, terutama saat musim kemarau.

Kepala Sub Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan, Dr. Israr Albar, menyampaikan bahwa pendampingan YKAN di Mempawah sejalan dengan inovasi pemerintah dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. Program Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB) menjadi salah satu upaya utama pemerintah dalam mengurangi risiko kebakaran.

Menurutnya, Mempawah memiliki sekitar 44 persen wilayah yang merupakan lahan gambut dengan kedalaman antara 4 hingga 10 meter. Ketika musim kemarau tiba, wilayah ini sangat rentan terhadap kebakaran lahan. Ia menekankan bahwa menjaga gambut agar tidak terbakar menjadi sangat penting, karena salah satu sumber emisi gas rumah kaca berasal dari kebakaran lahan gambut.

Manajer Senior Karbon Kehutanan dan Perubahan Iklim YKAN, Dr. Nisa Novita, menambahkan bahwa YKAN bersama masyarakat di Mempawah juga membangun sekat kanal untuk membasahi kembali lahan gambut yang terdegradasi. Ini dilakukan untuk mengurangi laju dekomposisi gambut. Selain itu, masyarakat juga membentuk Masyarakat Peduli Api (MPA) sebagai upaya penanggulangan kebakaran lahan.

Nisa menjelaskan bahwa kebakaran hutan biasanya terjadi pada bulan Juli hingga Oktober di Kalimantan Barat. Tidak hanya berdampak pada peningkatan emisi gas rumah kaca, tetapi juga mengganggu habitat satwa liar, serta merugikan kesehatan manusia dan ekonomi.

Untuk mengurangi tekanan terhadap deforestasi hutan gambut, diperlukan restorasi berbasis masyarakat yang mencakup pembangunan kanal bloking, reforestasi, rehabilitasi lahan yang rusak, serta penerapan pertanian berkelanjutan.

Restorasi Gambut Terintegrasi

Ekosistem gambut memberikan manfaat besar baik secara ekonomi maupun sosial, serta penting untuk ekologi. Salah satu manfaat utama gambut adalah kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan karbon. Namun, ekosistem ini terus menghadapi ancaman degradasi akibat pengeringan atau drainase, pembangunan kanal, pembalakan liar, dan kebakaran lahan.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tahun 2024, setidaknya 13.054,70 hektare hutan dan lahan di Kalimantan Barat terbakar selama periode Januari hingga Agustus 2024. Dari total luas lahan yang terbakar, sekitar 1.000,91 hektare adalah lahan gambut.

Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Asep Hidayat, menyampaikan bahwa saat ini pihaknya bersama YKAN sedang menggulirkan program Peat-CORE (Peat Conservation for Resilience), sebuah program konservasi ekosistem gambut untuk meningkatkan ketahanan masyarakat dalam pengendalian kebakaran di lahan gambut.

Peat-CORE difokuskan pada perbaikan tata kelola, pembangunan kapasitas, dan implementasi inovasi dalam riset emisi gas rumah kaca. Menurut Asep, melalui program ini diharapkan upaya melindungi ekosistem gambut dapat terintergrasi. Data yang dikumpulkan di Desa Malikian akan digunakan untuk penguatan program-program di tingkat desa, kabupaten, hingga provinsi, sehingga kolaborasi antara pemerintah, lembaga luar, dan non pemerintah bisa lebih aktif dan efektif.

Salurkan Donasi

Exit mobile version