Gelombang Panas Bisa Picu Kekeringan di RI, Produktivitas Pertanian Terancam Menurun

  • Bagikan
Gambaran Pertanian Di Musim Panas.

Mediatani – Berbagai negara di dunia yang saat ini dilanda gelombang panas atau El Nino mempengaruhi cuaca global termasuk cuaca di Indonesia. BMKG menyebutkan suhu tertinggi di Indonesia mencapai 35,6 derajat Celcius terjadi di Sentani, Jayapura, Jumat (28/4) lalu.

Peneliti Mukhammad Faisol Amir dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menjelaskan bahwa suhu rata-rata global yang mengalami kenaikan dapat meningkatkan risiko terjadinya produktivitas pertanian yang menurun, mengancam ketahanan pangan dan keberlanjutan sektor pertanian.

Dampak perubahan yang paling dirasakan petani salah satunya adalah berkurangnya ketersediaan air dan ancaman kekeringan. Padahal, sumber air yang memadai dengan infrastruktur yang baik menentukan produksi pertanian.

“Ketersediaan air sangat penting untuk hasil pertanian dan memastikan keamanan pasokan makanan kita. Minum dan sanitasi, pertanian (perikanan, tanaman, dan peternakan), pengolahan makanan, dan penyiapan makanan semuanya bergantung pada air, oleh karena itu air harus memiliki kualitas dan kuantitas yang cukup,” ucap Faisol Amir

Menurutnya, kekurangan air mengancam sektor pertanian dan keamanan pangan nasional. Sektor pertanian menyerap sekitar 70 persen dari semua sumber daya air tawar, sehingga menjadi penyebab sekaligus korban dari kelangkaan air. Jika tingkat konsumsi ini tidak dikendalikan, maka akan merusak ekosistem dan sumber daya air untuk keperluan lain berkurang.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak pada perubahan iklim terhadap sektor pertanian yang tidak beradaptasi akan meningkatkan kebutuhan air hingga 40 persen.

Selain itu, kelangkaan air dapat mempengaruhi dua pertiga populasi dunia dalam beberapa dekade mendatang dan melemahkan ekosistem dunia. Akibatnya, curah hujan di zona sedang meningkat, distribusi curah hujan bervariasi, frekuensi kejadian ekstrem meningkat, dan suhu naik.

“Meskipun Indonesia memiliki potensi sumber daya air terbarukan yang luar biasa, pasokan dan permintaan air seringkali tidak seimbang,” kata Faisol.

Produksi pangan dalam negeri sudah lama tidak dapat mengikuti pesatnya laju permintaan dikarenakan laju populasi juga ikut bertambah setiap masanya. Dengan bertambahnya beberapa faktor yang membuat ancaman daya dukung lingkungan terhadap sektor pertanian, Indonesia harus proaktif dalam mengambil pendekatan-pendekatan yang tepat sasaran terhadap produksi pangan.

Infrastruktur irigasi utama Indonesia terdiri dari bendungan yang dioperasikan pemerintah yang menyediakan irigasi, air baku untuk industri dan perumahan, serta listrik. Pemerintah membangun dan memelihara saluran yang merupakan bagian dari sistem irigasi primer dan sekunder.

Menurutnya, cara terpenting untuk menanggapi kelangkaan air yaitu dengan memperbaiki manajemen penggunaan air dan sistem pertanian yang inovatif. Untuk mencapai tujuan ini juga diperlukan penerapan aturan dan peraturan yang dapat melindungi dan melestarikan sumber daya air.

Metode irigasi yang efisien juga dapat digunakan untuk mengurangi limbah dan meningkatkan hasil pertanian. Secara luas, kata Faisol, sistem pertanian Indonesia sudah mulai berkelanjutan dan adaptif untuk merespon perubahan iklim.

“Banyak best practice sistem pertanian di daerah-daerah di Indonesia yang bisa diadaptasi di daerah lain. Mulai dari tata kelola irigasi dengan skema pembayaran jasa lingkungan, hingga penggunaan benih yang lebih tahan di lahan kering,” kata Faisol.

Dia menambahkan, perubahan iklim mempengaruhi produktivitas pangan dengan mengganggu sistem penyerbukan tanaman pangan dan meningkatkan infeksi dan penyakit tanaman. Perubahan iklim juga menyebabkan perubahan cuaca yang tidak menentu, peningkatan suhu udara, dan kekeringan yang mengurangi produksi pertanian.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version