Mediatani – Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman berkesempatan mengunjungi lahan persawahan di Hirabara-Shi, Niigata-Ken, Jepang. Kunjungan lapangan tersebut, dia lakukan di sela-sela Pertemuan Menteri Pertanian Negara-negara G20 ini bertujuan mendapatkan fact finding budidaya padi di Jepang.
Pasalnya, petani padi di Jepang dikenal memiliki tingkat kesejahteraan yang memadai. Untuk menimba pengalaman yang diterapkan petani Negeri Sakura, pemerintah Indonesia setiap tahunnya mengirim para petani muda untuk program magang.
Saat mengunjungi dan mengamati lokasi persawahan padi Niigata, Amran berdialog dengan petani padi Masato Shuto didampingi petani muda asal Desa Kalibuntu, Cirebon atau perwakilan dari P4S Ikamaja Garut Ahmad Sri Maulana yang sedang magang.
“Kami sudah full mekanisasi daijin (menteri), mulai tanam sampai panen. Kami kesulitan tenaga kerja. Maka dari itu, kami menggunakan petani muda asal Indonesia. Maulana tinggal bersama kami. Sudah saya anggap keluarga. Dia bersemangat kerja dan kemampuan bahasa Jepangnya lebih bagus daripada senpainya,” jelas Shuto dalam keterangan tertulis, Minggu (12/5/2019).
Dari dialog tersebut, terungkap bahwa petani Jepang mendapatkan fasilitas yang memadai dalam melakukan usaha taninya. Fasilitas pemerintah yang paling menonjol adalah tersedianya sarana input produksi yang memadai dan diserapnya hasil produksi oleh Japan Agriculture atau Koperasi Pertanian Jepang.
Japan Agriculture memberi bantuan pembiayaan tanpa bunga untuk pembelian pupuk dan pestisida setara Rp 13 juta per ha (Rp 8 juta untuk pupuk dan Rp 5 juta untuk pestisida). Untuk benih padi Japonica, petani menyediakan secara mandiri.
“Satu hektar berapa biayanya dan juga berapa kilo hasilnya? Di jual ke mana dan berapa harganya?” tanya Amran.
“Produktivitas padi di sini rata-rata 4,3 ton gabah kering giling (GKG)/ha dengan harga setara Rp 30 ribu/kg yang semuanya ditampung oleh Japan Agriculture. Kami hanya simpan sedikit untuk kebutuhan konsumsi,” jawab Shuto.
Maka rata-rata petani padi Jepang mendapatkan penghasilan setara Rp 130 juta per musim tanam. Pertanaman padi di Jepang hanya satu kali, selebihnya digunakan untuk usaha tani hortikultura.
Bercermin pada petani Jepang, Amran mengatakan petani padi Indonesia semestinya bisa sesejahtera petani Jepang. Apalagi produktivitas petani padi Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan petani Jepang, 5,2 ton GKG/ha dibanding 4,3 ton GKG/ha.
Faktor utama penentu tingginya pendapatan petani padi Jepang adalah harga gabah mencapai Rp 30 ribu GKG/kg dibandingkan di Indonesia yang hanya Rp 4.600 GKG/kg. Melalui kunjungan ini, Amran berharap finding facts petani Jepang bisa memperbaiki kesejahteraan petani Indonesia ke depannya.