Mediatani – Penerapan bioteknologi khususnya pada bidang pertanian dinilai menjadi salah satu solusi untuk menghadapi dan mengantisipasi perubahan iklim yang terjadi saat ini. Hal ini juga disepakati oleh Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA)
Dilansir dari laman akurat.co, KTNA menyatakan bahwa para petani yang ada di tanah air berharap agar produk pertanian dari hasil bioteknologi atau hasil rekayasa genetika mampu diterapkan di Indonesia.
Terkait hal ini, Zulharman Djusman selaku Wakil Sekjen KTNA menyampaikan bahwa dalam menghadapi perubahan iklim yang tidak tentu ini, penerapan teknologi di bidang pertanian dianggap perlu dilakukan.
“Teknologi biotek merupakan inovasi yang mempunyai kemampuan mengatasi perubahan iklim,” ujar Zulharman di Jakarta, Minggu (22/8/2021)
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap sektor pertanian, antara lain fenomena kekeringan, banjir dan munculnya hama penyakit yang bisa mempengaruhi produksi pertanian.
Selain itu, umur tanaman muda pun dinilai sangat peka terhadap anomali iklim. Hal ini disebabkan karena tanaman muda tersebut kurang tahan/resisten terhadap kelebihan atau kekurangan air serta perubahan pada temperatur udara.
Sehingga, ke depannya akan berdampak negatif dan tidak lagi menguntungkan untuk tanaman pangan dan pertanian lainnya. Padahal, lima puluh persen lebih Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian berasal dari sektor tanaman pangan.
Ketidakpastian produksi pangan akibat gagal panen yang disebabkan karena faktor iklim menjadi kendala yang cenderung membesar. Apalagi kemampuan para petani yang dinilai belum mampu beradaptasi dan mengantisipasi hal tersebut.
Dengan hadirnya teknologi biotek, minimal mampu memenuhi kebutuhan para petani semisal untuk lahan banjir, lahan kering, lahan gambut, lahan asam, hingga lahan pasang surung serta tahan terhadap hama penyakit.
Sejauh ini, perguruan tinggi dan instansi pemerintah telah melakukan banyak penemuan. Namun, hal ini masih harus menunggu finalisasi perizinan dari pemerintah.
“Petani sudah sangat berharap bioteknologi bisa diterapkan di Indonesia,” ujar Zulharman.
Sementara itu, Bambang Purwantara selaku Direktur IndoBIC menjelaskan bahwa status terkini adopsi tanaman biotek di dunia yaitu total seluas 190,4 juta hektar tanaman biotek yang telah ditanam di 29 negara.
“Sebentar lagi Indonesia akan memiliki produk biotek lain milik anak bangsa yang akan segera di komersialisasikan, yakni kentang biotek, selain tebu tahan kekeringan milik PTPN XI,” katanya dalam webinar bertajuk “Manfaat Adopsi Tanaman Biotek bagi Petani”.
Sebelumnya, Dr. Hendarman selaku Plt Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat, Kemendikbudristek mengatakan bahwa penguasaan teknologi pertanian perlu diberikan untuk siswa didik yang ada di SMK Pertanian.
Pasalnya, teknologi pertanian di Indonesia dinilai masih tertinggal dari negara lain. Mengingat beberapa kebutuhan pangan nasional masih mengandalkan impor dari luar negeri, padahal Indonesia punya potensi besar yang belum dikembangkan.
“Revitalisasi SMK Pertanian diharapkan dapat mengatasi kekurangan bahan pangan di Indonesia dengan menciptakan tenaga terampil dan wirausaha bidang Pertanian,” kata Hendarman.
Sementara itu, Dr. Zulhamsyah Imran selaku Direktur SEAMEO BIOTROP menyampaikan bahwa dukungan Biotrop terhadap penerapan bioteknologi telah dituangkan dalam beberapa program utamanya. Salah satu contohnya yaitu penerapan bioteknologi di bidang perikanan khususnya udang vaname.
Rencananya, seluruh penelitian Biotrop akan disesuaikan dengan kebutuhan industri 4.0 otomatisasi beberapa peralatan pendukung penelitian yang mampu membantu memecahkan berbagai permasalahan sekaligus juga mampu meningkatkan produktivitas di dunia pertanian dalam berbagai skala.
Lebih lanjut Dr. Imran mengungkapkan terkait hasil dari studi terbaru yang dilakukan oleh SEAMEO BIOTROP dan IndoBIC yang bekerja sama dengan Michigan State University, Care IPB dan ISAAA tentang persepsi publik terhadap produk biotek di Indonesia ditahun 2020.
“Temuan penting dari studi tersebut adalah pada umumnya masyarakat Indonesia setuju dengan pengembangan biotek atau tanaman pangan,” pungkas Dr. Imran.