Hampir Seluruh Wilayah Aceh Punya Potensi Budidaya Tiram

  • Bagikan
Budidaya tiram menggunakan ban bekas

Mediatani – Provinsi Aceh dinilai memiliki potensi lahan yang dapat dikembangkan untuk budidaya tiram. Hal ini diungkapkan oleh seorang penggagas Budidaya Tiram Metode Sederhana (BTMS), Syardani Muhammad Syarif.

Pria yang akrab disapa Teungku Jamaica itu mengungkap, dari 23 kabupaten/kota yang ada di Aceh, sebanyak 18 kabupaten diantaranya berada di pesisir laut utara-timur hingga barat-selatan sangat potensial untuk mengembangkan budidaya tiram (oyster).

“Jadi sebesar dan seluas itulah lahan potensi budi daya tiram di Aceh,” ungkap Teungku Jamaica, dilansir dari SariAgri, Senin (28/6).

Menurutnya, selama ini masih banyak warga yang tidak melakukan upaya budidaya dan hanya mengambil tiram secara tradisional di pesisir pantai. Hal itu membuat banyak tiram yang masih kecil atau bayi juga ikut diambil.

Padahal jika masyarakat membudidaya, tambahnya, tiram kecil yang berusia sekitar 2-3 bulan dapat dipanen dengan ukuran yang lebih besar pada usia 6 bulan. Dengan ukuran seperti itu, nilai jual tiram tersebut tentu lebih menjanjikan dan bahkan bisa masuk dalam kategori ekspor.

“Jika dikelola secara profesional yakni budi daya tiram secara modern, maka tiram akan dapat dijadikan sebagai sumber ekonomi baru yang besar bagi masyarakat Aceh terutama warga pesisir laut,” ungkap Pria kelahiran Aceh Utara ini.

Lebih lanjut dia menjelaskan, bila budidaya dilakukan secara modern dengan sentuhan teknologi sederhana, tiram yang dihasilkan tidak hanya bisa diperjualbelikan kebutuhan domestik, tetapi juga bisa menjangkau pasar luar negeri.

Untuk dapat mencapai tahap ekspor, sebut Teungku Jamaica, produk yang dihasilkan harus memenuhi tiga syarat minimal, yakni, pertama adalah kualitas, dimana ukuran dan kualitas produk yang tersedia sesuai dengan keinginan pembeli.

Kedua yaitu kuantitas, berapapun jumlah produk yang diinginkan pembeli, harus selalu bisa dipenuhi. Ketiga kontinu, dimana keberlangsungan produksi diperlukan. Sehingga kapan pun barang diminta pembeli, harus selalu tersedia.

“Nah, jika tiram sudah diproduksi secara modern dan masif di Aceh, tentu hasilnya akan sangat memungkinan untuk diekspor hingga ke pasar luar negeri,” ujarnya.

Untuk itu, dia mengajak semua pihak memanfaatkan lahan yang tersebar di 18 kabupaten/kota di Aceh untuk melakukan budidaya tiram. Ia juga berharap pemerintah dapat memberi perhatian kepada warga yang membudidayakan tiram.

Budidaya tiram menggunakan ban bekas

Metode yang diterapkan Teungku Jamaica untuk mengembangkan budidaya tiram yaitu menggunakan media ban bekas. Para petani tiram yang telah mengadopsi metode ini bisa memperoleh hasil yang menggembirakan.

Penerapan metode tersebut berawal ketika dirinya pada 2014 lalu melihat sebuah ban mobil bekas di dermaga Ulee Lheu, Banda Aceh, yang dipenuhi dengan tiram. Saat itu pun ia teringat dengan  perjuangan petani yang mencari tiram selama berjam-jam. Belum lagi mereka sering mengalami cedera tangan dan kaki.

Teungku kemudian mengajukan program budidaya tiram untuk petani tiram yang berada di pesisir Banda Aceh menggunakan media ban bekas dan keramba. Awalnya program itu ditolak, namun akhirnya berhasil diterima setelah dirinya berusaha keras melobi pengambil kebijakan di LPSDM Aceh.

Ia juga menggandeng akademisi di Universitas Syiah Kuala untuk menjadi mitra dalam pelaksana program tersebut. Mereka kemudian mengumpulkan dan mendidik sebanyak 30 petani tiram untuk membudidaya tiram menggunakan ban bekas.

“Banyak orang yang nyinyir program ini akan berakhir sia-sia, tetapi saya yakin akan berhasil,” ungkapnya, dilansir dari Kompas.

Saat itu ada di tiga lokasi yang menerapkan metode ban bekas, yakni di Desa Tibang, Alue Naga, dan Lam Manyang. Lokasi budidaya dilakukan di sungai menuju kuala, sebab budidaya tiram harus menggunakan air payau.

Teungku Jamaica membuat bagan seluas 2,5 meter x 2 meter dengan menggunakan pipa paralon. Dalam pipa tersebut dituangkan semen untuk membuatnya lebih kokoh. Kemudidan sekitar 100 buah ban bekas diikat di sekeliling bagan tersebut.

Bagan ban itu dibiarkan hingga benih tiram menempel dan tumbuh besar. Sembari menunggu masa panen yang membutuhkan waktu enam bulan sejak ban bekas itu dibenamkan ke dalam air, petani masih bisa mencari tiram dengan cara tradisional.

Untuk sekali panen, sebut Teungku, setiap ban bekas dapat ditumbuhi hingga 20 kilogram tiram. Selain itu, cara ini juga bisa memudahkan proses panen. Jika sebelumnya petani harus mencongkel dari batu atau kayu di dasar sungai, kini proses panen bisa dilakukan di daratan.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version