Mediatani – Invasi Rusia ke Ukraina memberikan dampak bagi negara-negara di sekitarnya, bahkan hingga ke negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Kenaikan harga komoditas global telah membuat harga pangan dalam negeri ikut melonjak.
Konflik tersebut membuat masyarakat kesulitan karena harga pangan seperti gandum, kedelai, dan jagung mengalami kenaikan. Kondisi ini pun menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap produk pangan impor.
Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah diversifikasi pangan. Indonesia disebut dapat menjadikan komoditas sagu sebagai pengganti pangan yang harganya melonjak dalam negeri sebagai akibat dari invasi Rusia ke Ukraina.
Melansir dari Antara Bisnis, Kementerian Pertanian dalam roadmap diversifikasi pangan 2020-2024 menyebutkan, terdapat enam komoditas pangan lokal sumber karbohidrat non-beras yang berpotensi sebagai pengganti nasi, yaitu singkong, sagu, talas, jagung, kentang, dan pisang. Namun di antara produk tersebut, salah satu potensi yang belum banyak dilirik adalah sagu.
Data Kementerian Pertanian menyatakan bahwa produksi sagu dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan. Pada 2017, misalnya, produksi sagu secara nasional mencapai 432.913 ton; selanjutnya 463.542 ton di 2018; lalu, 359.838 ton di 2019; kemudian, 365.665 ton di 2020; dan 381.065 ton di 2021.
Dari jumlah tersebut, Riau merupakan provinsi dengan produksi sagu terbesar yaitu 261,7 ribu ton pada 2020. Setelahnya diikuti Papua yaitu sebesar 67,9 ribu ton, Maluku sebesar 10,04 ribu ton, dan Kalimantan Selatan sebesar 3,6 ribu ton.
Kementerian Pertanian memperkirakan, pada 2021 areal sagu nasional menjadi seluas 206.150 hektare, luas tersebut sedikit bertambah dari tahun lalu yang sebesar 200.518 hektare.
Indonesia disebut memiliki potensi lahan sagu mencapai 5,5 juta hektare. Namun pemanfaatannya baru mencapai 5 persen.Dari seluruh wilayah di Indonesia, terdapat potensi yang cukup besar untuk pemanfaatan sagu di Kalimantan Barat.
Koodinator Paguyuban Petani Sagu Kalimantan Barat Edy Gunawan menilai bahwa potensi sagu di wilayahnya masih belum dimaksimalkan.
Padahal menurutnya, hutan di Kalimantan Barat memiliki sumber bahan sagu yang melimpah. Namun jika merujuk kepada data Kementerian Pertanian ternyata produksi sagunya masih kecil, yaitu sekitar 2.768 ton per tahun.
“Angka ini bisa saja bukan angka sebenarnya. Meski penting untuk diperbarui, produk sagu di Kalimantan Barat itu dari sisi kualitas justru jauh lebih unggul dari daerah lainnya,” jelasnya dalam keterangan resmi, Selasa (8/3/2022).
Para petani di Kalimantan Barat tentunya berharap agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian dapat memberikan perhatian khusus untuk mengembangkan potensi sagu ini.
Selain memberikan manfaat ekonomi secara berkelanjutan, pengembangan sagu pun dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.
“Dahulu sagu di Kalimantan Barat hanya puluhan ribu saja per batang. Setelah dimanfaatkan, harganya kini meningkat menjadi jutaan per batang. Artinya sagu ini memang berpotensi mendorong perekonomian rakyat,” ujar Edy.
Selain menjadi sumber altenatif bahan pangan, limbah sagu nyatanya juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lainnya.
“Limbah sagu saja bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak dan arang. Bahkan limbah sagu juga bisa dijadikan sumber alternatif energi bio massa,” jelasnya.