Mediatani – Para peternak yang tergabung dalam Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) dan Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) sepakat untuk menaikkan harga ayam hidup mulai hari ini, Rabu (3/2/2021) dikutip Rabu (3/2/2021) dari situs berita Republika.co.id.
Kenaikan itu pun disepakati demi menghindari potensi kerugian peternak yang sudah dialami dalam dua tahun belakangan.
Peternak sepakat untuk menaikkan harga ayam hidup di angka sebesar Rp 1.000 per kilogram (kg) mulai Rabu (3/2) dan selanjutnya dinaikkan Rp 500 per kg untuk hari-hari berikutnya.
Kenaikan harga secara bertahap itu terus dilakukan hingga harga menyentuh Rp 19.000 per kg sesuai dengan biaya produksi.
Ketua Umum Pinsar, Singgih Januratmoko, menuturkan bahwa setelah harga menyentuh level Rp 19.000 per kg, selanjutnya pula akan dilakukan evaluasi untuk menjaga stabilisasi harga ayam.
“Tiap hari naik Rp 500 per kg dan kita arahkan Rp 19 ribu per kg, setelah itu baru kita atur lagi semuanya,” kata Singgih dalam Rapat Koordinasi Perunggasan Nasional di Bogor, Selasa (2/2) dikutip dari sumber yang sama Rabu (3/2/2021)
Dia mengatakan, peran pemerintah pula dibutuhkan dalam menjaga kondisi permintaan dan penawaran perunggasan.
Pengawasan harus terus tetap dilakukan hingga situasi normal sehingga harga yang terbentuk juga sesuai dengan harapan para peternak.
Pihaknya pun memahami, situasi perekonomian yang masih melemah sekarang ini turut mempengaruhi terhadap rendahnya permintaan daging ayam.
Oleh karena itu, maka upaya perbaikan harga unggas pun harus dilakukan secara bertahap.
“Tetap kita harapkan supply dan demand diatur terus sampai kondisi jadi membaik dan ekonomi pulih,” ujar dia.
Sebagaimana diketahui, dilansir Republika.co.id bahwa per Selasa (2/2) harga ayam untuk bobot 1,6 kg-1,8 kg dihargai sekitar Rp 17 ribu per kg di Pulau Jawa.
Mulai hari ini, harga pun dinaikkan Rp 1.000 per kg menjadi Rp 18 ribu per kg dan berlaku untuk di seluruh wilayah Jawa.
Selanjutnya, pada Kamis (4/2), harga dinaikkan bertahap sebesar Rp 500 per kg setiap harinya. Adapun untuk bobot lainnya juga dinaikkan dengan besaran yang sama.
Ketua Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), Achmad Dawami, menuturkan bahwa pembentukan harga merupakan suatu proses bisnis.
Olehnya itu, semua pihak seharusnya tak hanya fokus pada harga yang ada, namun juga memperhatikan proses pembentukan harga.
Dia menilai, langkah pemerintah dalam memangkas produksi ayam lewat yang dimiliki para perusahaan pembibitan unggas sudah tepat.
Karena itu, setiap perkembangan dari implementasi kebijakan harus diawasi bersama.
“Semua harus konsisten karena bisnis adalah perihal kalkulasi,” kata dia.
Sebagaimana diberitakan mediatani.co sebelumnya, bahwa tidak hanya harga telur yang anjlok. Di Malang jawa Timur, tercatat kurang lebih dalam tujuh hari di akhir Januari 2021 harga ayam kembali terkoreksi jauh di bawah harga pokok produksi (HPP) peternak.
Hal itu sebagaimana dilansir, Selasa (2/2/2021) dari situs berita Liputan6.com, Catatan asosiasi perunggasan melalui Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) dan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (PINSAR) Indonesia bahwa terjadi penurunan merata di seluruh wilayah terutama pulau Jawa.
Harga terendah di wilayah Jawa diketahui tercatat menyentuh harga Rp 15.000 per kg di hampir seluruh wilayah Jawa Tengah.
Bagai peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga pula, kondisi usaha budidaya peternak mandiri yang sebelumnya merugi selama 2 tahun terakhir, semakin berat saat secara tiba-tiba harga ayam hidup terjun bebas dari level harga Rp 19.500-20.000 per kg secara bertahap turun selama 7 hari terakhir menjadi Rp 15.000 per kg.
“Mengapa tiba-tiba, karena peternak yakin dengan kebijakan pemerintah melalui Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian tentang pengendalian supply produksi perunggasan melalui pengendalian dan produksi DOC harga di bulan Januari semestinya stabil di atas HPP peternak,” ungkap Sekretaris Jenderal GOPAN Sugeng Wahyudi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (1/2/2021) dikutip masih dari situs yang sama, Selasa (2/2/2021).
Argumentasi ini kemudian cukup beralasan, mengingat pada tanggal 26 November 2020, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mengeluarkan SE yang mewajibkan bahwa perusahaan pembibitan unggas untuk mengurangi 61.254.748 butir telur tertunas umur 19 hari atau setara 57.028.170 ekor DOC. (*)