HIMTI Unhas Gelar Webinar Nasional, Bahas Ancaman Krisis Pangan

  • Bagikan
Dokumentasi Kegiatan Webinar Nasional HIMTI FAPERTA UNHAS.

Mediatani – Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah Indonesia (Himti) Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Hasanuddin (Unhas) mengadakan Diskusi Nasional yang mengangkat tema Ancaman Krisis Pangan; Wujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Tema tersebut diangkat karena krisis pangan menjadi salah satu isu yang begitu hangat diperbincangkan di berbagai negara.

Ancaman krisis pangan yang melanda dunia saat ini ditandai dengan kondisi iklim yang tidak menentu, ditambah dengan konflik antara Rusia-Ukraina yang masih terjadi saat ini. Untuk menghadapi hal tersebut, sektor pertanian Indonesia harus tetap berjalan demi menjaga ketahanan pangan nasional.

Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala Balittri Balitbangtan Kementerian Pertanian Indonesia, Dr. Teddy Dirhamsyah, S.P., M.A.B., Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra, SH., M.H., Duta Petani Milenial, Graha Abadi Pasyaman, dan Widya Iswara Kusuma sebagai moderator diskusi.

Pada kesempatan ini, Teddy menyampaikan bahwa akan terjadi perlambatan ekonomi global pada tahun 2023 akibat pandemi covid-19 dan krisis iklim yang terjadi. Pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 hanya 3,2%, sementara Indonesia berdasarkan data Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonominya di tahun 2022 mencapai 5,2%.

“Yang menjadi faktor penyebab perlambatan ekonomi global, kita tahu bersama yaitu pandemi Covid-19 telah menyebar luas di tahun 2020, di mana April mulai baru masuk di Indonesia” ucap Teddy, saat membawakan materi di Forum Nasional Himti Faperta Unhas, Minggu (25/09/2022).

Krisis pangan hari ini bahkan mulai terjadi di Amerika, di mana telah terjadi antrian dalam memperoleh bahan pangan di berbagai tempat. Hal ini disebabkan oleh terhambatnya rantai pasok akibat perang dunia antara Rusia dan Ukraina.

Perubahan iklim merupakan salah satu penyebab yang paling berpengaruh pada krisis pangan, karena telah membuat penentuan masa tanam menjadi sangat sulit untuk ditentukan. Hal ini akan berdampak pada hasil produksi pada sektor pertanian Indonesia.

Menurut Syahrul, krisis iklim juga disebabkan oleh aktivitas manusia yang terlalu ekploitatif. Sebagai salah contoh yaitu penggunaan pupuk anorganik dan pestisida sintetik di lahan pertanian. Aktivitas ini sangat berkontribusi besar pada kenaikan suhu muka bumi saat ini.

“Dalam laporan terakhir IPCC (Intergovernmental Panel Climate Change), kenaikan suhu muka bumi dipengaruhi oleh aktivitas manusia atau antropogenic. Dan aktivitas pertanian berperan besar kalau kita lihat di beberapa negara. Seiring dengan model pola pertanian kita yang semakin hari yang terus menggunakan pupuk-pupuk kimia,” ungkapnya.

Untuk itu, agar ketersediaan pangan tetap terjaga, sangat penting untuk memperhatikan sektor pertanian di Indonesia. Sektor ini harus diarahkan pada pembangunan pangan yang berkelanjutan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun strategi pembangunan pertanian guna mendukung ketahanan pangan dan peningkatan daya saing berkelanjutan, yaitu peningkatan kualitas produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan dan sistem logistik, pengembangan pertanian modern, dan Gerakan tiga kali ekspor (GRATIEKS).

Seperti yang diketahui, sektor pertanian merupakan sektor yang menyumbang kenaikan ekonomi tertinggi bagi perekenomian Indonesia, yakn mencapai 16,24%. Hal tersebut bisa terjadi karena Indonesia mempunyai sumberdaya genetik yang sangat beragam.

“Ada negara yang punya buah-buahan sekitar 450 spesies, tanaman obat bahkan 1.000, tanaman hias 5.000. ini bagian dari pada mendorong ekonomi dan ketahanan pangan Indonesia,” sebut Teddy.

Dengan keberagaman pertanian yang ada saat ini, maka perlu dilakukan pengembangan dan optimalisasi di sektor pertanian dalam mendorong nilai ekonomi Indonesia. Hal ini bisa dilakukan dengan mendorong generasi milenial untuk berperan penting di sektor pertanian.

Sementara itu, Graha memaparkan bahwa pada 2045 nanti, Indonesia akan diuntungkan dengan bonus demografi. Saat itu, angka usia produktif lebih banyak ketimbang usia non produktif, sehingga sangat memungkinkan untuk membangun transformasi ekonomi.

“Hal apa yang harus dipersiapkan Indonesia, sektor mana yang siap menyambut bonus demografi ini, sektor apa yang siap menyambut kehadiran anak-anak muda, yaitu sektor pertanian,” pungkas Graha.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version