Ini Sanksi bagi Pelaku Usaha Penimbun Pangan dan Kebutuhan Pokok

  • Bagikan
ilustrasi bahan pangan/ist

Mediatani – Beberapa hari saja jelang bulan suci Ramadhan, Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Polisi Azis Andriansyah mengatakan akan menjatuhkan sanksi kepada penimbun pangan dan kebutuhan pokok menjelang Ramadhan.

Dia menegaskan, jika pelaku usaha yang kedapatan menimbun bahan makanan terancam pidana lima tahun penjara.

“Kalau penimbunan itu ada aturannya. Kami akan tegakkan sesuai peraturan,” kata Azis Andriansyah di Jakarta, Sabtu (10/4/2021) melansir dari situs tempo.co.

Peraturan dan sanksi terhadap penimbun pangan itu tercantum dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.

Disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan atau hambatan lalu lintas barang.

Berikutnya pada pasal 107 disebutkan pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan atau barang penting seperti dalam pasal 29 itu dipidana penjara maksimal lima tahun dan atau pidana denda maksimal Rp 50 miliar.

Maka dari itu, agar mengantisipasi penimbunan sembako menjelang Ramadhan, Kapolres Jakarta Selatan bekerja sama dengan instansi terkait mendata ketersediaan bahan pokok.

Polres Jaksel juga mendukung  pengecekan perkembangan harga di pasar.

Meski sampai saat ini sejumlah kebutuhan pokok mencukupi, Polres Jakarta Selatan tetap mengantisipasi untuk mencegah penimbun pangan yang memanfaatkan momen menjelang hari besar keagamaan.

Patroli digencarkan untuk menyerap informasi jika ditemukan indikasi penimbun pangan.

Kepolisian akan mendukung nstansi pemerintah melakukan operasi pasar untuk mengendalikan kenaikan harga kebutuhan pokok menjelang Ramadhan.

Harga Daging Sapi di Boyolali

Sementara itu, Harga daging ayam dan daging sapi di Kabupaten Boyolali terus meroket menjelang Ramadan. Kenaikan mulai berlangsung sejak awal April 2021.

Pantauan di Pasar Kota Boyolali, kenaikan daging ayam berlangsung hampir setiap hari. Awal April 2021 kemarin, harganya di kisaran Rp32.000 per kilogramnya.

Selang dua hari kemudian, harga menjadi Rp33.000 dan Rp34.000 per kilogramnya.

Sedangkan saat ini,  sudah naik lagi menjadi Rp37.000 per kilogramnya. “Meskipun mengalami kenaikan, namun pasokannya mudah dan stabil. Selain itu, penjualannya daging ayam juga naik antara 40-50 persen,” kata Eny Widyawat, pedagang daging ayam, Kamis (8/4/2021), melansir, Jumat (9/4/2021) dari laman iNews.id.

Pada hari biasa, dirinya mampu menjual 150 kilogram daging ayam per hari. Namun menjelang Ramadan, penjualan bisa mencapai 230 kilogram per hari.

Para pedagang menilai, kenaikan harga terjadi karena mendekati Ramadan. Sehingga banyak warga melaksanakan tradisi sadranan.

Salah satu pembeli, Sakeus mengaku pasrah atas kenaikan harga daging ayam. Dirinya tetap membeli karena butuh meskipun jumlah pembelian dikurangi.

Kenaikan harga juga terjadi pada komoditas daging sapi. Kenaikan Rp5.000 per kilogram berlangsung sejak satu bulan terakhir.

Harga daging sapi yang semula Rp115.000 per kilogram, kini menjadi Rp120.000 per kilogram.

Para pedagang daging sapi mengaku, sejak pandemi Covid-19 penjualan turun hingga 50 persen. Sebelum pandemi, mereka bisa menjual lebih dari 100 kilogram daging sapi per hari. Namun kini maksimal hanya 60 kilogram per hari.

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri menuturkan bahwa saat ini sudah terjadi ritme kenaikan harga pada beberapa komoditas pangan.

Namun kenaikan yang terjadi itu, lanjut dia, masih dalam batas normal. “Harga gula pasir, minyak goreng, daging, dan ayam sudah ada ritme kanaikan harga. Meski tergolong kecil dan masih normal tapi ada kenaikan,” kata dia kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (6/4/2021), dilansir mediatani.co, Jumat (9/4/2021).

Dia mamaparkan bahwa ada beberapa komoditas pangan yang harganya menjadi naik saat Lebaran seperti gula pasir, semua jenis cabai, beras, minyak gorang, telur ayam,dan daging sapi.

“Ini komoditas yang harus diantisipasi oleh pemerintah karena harganya selalu naik saat Lebaran,” ujarnya.

Dia bilang, ada 3 fase kenaikan harga pangan saat Ramadhan. Fase pertama saat 3 hari menjelang bulan puasa.

Dalam fase ini masyarakat berbondong-bondong membeli kebutuhan pangan, baik untuk jualan atau pun memenuhi kebutuhan.

“Orang berbondong-bondong untuk membeli pangan untuk jualan dan kebutuhan,” ucapnya.

Kemudian, pada fase kedua saat 5 hari menjelang Idul Fitri. Kenaikan harga pada fase ini disebabkan oleh banyaknya pembelian dari masyarakat.

“Fase ini merupakan kenaikan tertinggi, karena masyarakat mempersiapkan stok hingga lebaran,” katanya.

Ketiga, fase sesudah lebaran. Pada fase ini kebanyakan para penjual atau petani tidak menjual barang kebutuhan pangan sehingga terjadi kelangkaan. “Para petani atau pedagang biasanya libur setelah lebaran atau mudik,” sebut dia

Menurutnya, ketiga fase ini yang harus diantisipasi oleh pemerintah agar tidak terjadi kenaikan harga. (*)

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version