Mediatani – Udang merupakan produk perikanan budidaya yang telah menjadi komoditas unggulan baik di dalam negeri maupun di pasar global. Udang bahkan telah menjadi komoditas perikanan dengan jumlah dan nilai ekspor tertinggi. Wajar saja jika sektor ini dikatakan telah membuka banyak lapangan kerja dan menjadi sumber pendapatan jutaan masyarakat.
Sayangnya, produksi tambak ternyata berdampak pada lingkungan lantaran pengelolaan limbah yang tidak dilakukan dengan baik, sehingga berpotensi mengurangi produktivitas.
Air limbah yang berasal dari tambak udang dapat menyebabkan kualitas air di sekitarnya menjadi sangat buruk dan secara signifikan akan mengurangi daya dukung lingkungan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono juga telah menegaskan bahwa produktivitas tambak udang jangan sampai malah mengancam kelestarian ekosistem perikanan yang ada di sekitar tambak, sebab hal tersebut akan mengancam kelangsungan usaha yang sudah dibangun.
Limbah tambak udang berbahaya
Melansir The Fish Site, pengembangan budidaya udang di beberapa negara biasanya memanfaatkan daerah pesisir atau langsung tepi pantai. Saat petambak mulai berproduksi, mereka akan mengambil air dari laut atau dari sumur untuk mengisi petakan tambaknya. Setelah itu, air akan dilepaskan kembali ke lingkungan sepanjang siklus produksi.
Ada berbagai kandungan unsur hara dalam limbah air tambak udang, seperti nitrogen dan fosfor, padatan tersuspensi dan bahan organik. Semua zat tersebut dihasilkan dari kegiatan budidaya, mulai dari pakan yang tidak dikonsumsi, kotoran udang dan kulit mati, hingga bakteri dan fitoplankton yang membusuk.
Sebenarnya, air limbah budidaya udang dalam jumlah yang tidak berlebihan dapat memberi manfaat bagi lingkungan sekitar, baik itu danau, sungai atau laut. Hal itu disebabkan karena kandungan nutrisi dan organik tersebut bisa menyuburkan perairan.
Tetapi karena intensitas pembuangan limbah yang dilakukan oleh para pembudidaya terus meningkat, kualitas air menjadi menurun secara signifikan. Terlebih lagi, jumlah air yang dibuang dari tambak udang bisa melebihi daya dukung lingkungan perairan di sekitarnya.
Air limbah tambak udang juga merugikan petani
Air limbah tambak yang merusak lingkungan akan berdampak pada penurunan produksi yang signifikan. Jika air limbah tidak diolah dengan baik, maka akan memicu penyebaran penyakit.
Penyakit yang muncul tidak hanya menyebar pada lingkungan tambak sendiri, melainkan juga menyebar ke semua lingkungan budidaya yang menggunakan sumber air yang sama. Hal inilah yang dikhawatirkan menyebabkan wabah yang lebih besar di wilayah tersebut.
Untuk itu, simak beberapa cara berikut untuk mengurangi terjadinya pencemaran air dari kegiatan budidaya udang.
Pemberian pakan yang lebih baik
Jika tambak mengandung bahan organik yang tinggi, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah memperhatikan pola pemberian pakan. Pasalnya, kebanyakan bahan organik yang dihasilkan di air tambak berasal dari aquafeed, kualitas dan cara pemberian pakan secara langsung.
Untuk mengurangi pengendapan nutrisi, pembudidaya sebaiknya menggunakan pakan berkualitas tinggi dan menerapkan praktik pemberian pakan yang tepat, dimana jumlah dan waktu yang diberikan harus tepat.
Gunakan kolam penampungan
Membuat kolam penampungan merupakan salah satu cara yang paling efisien untuk mengurangi padatan tersuspensi dari debit air tambak budidaya.
Air buangan yang berasal dari kolam pembesaran dialirkan ke kolam penampungan melalui saluran. Air kemudian mengendap selama beberapa waktu, sehingga padatan tersuspensi dan bahan organik dapat terperangkap atau ikut terbuang ke lingkungan.
Dengan cara tersebut, padatan tersuspensi pada air limbah dapat berkurang hingga 90 persen. Meski ukuran ideal pada setiap kolam budidaya berbeda-beda, tetapi 10 persen hingga 15 persen dari total ukuran kolam produksi adalah tipikal. Namun, hal itu tergantung pada hasil yang ingoin dicapai.
Pertukaran air
Jumlah bahan organik yang mengandung amonia dalam air tambak budidaya harus dikurangi dengan cara disedot. Bahan organik yang mengendap menjadi lumpur di dasar tambak dapat disedot secara teratur untuk mengurangi konsentrasi amonia.
Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga kualitas air agar tetap baik selama siklus budidaya dan untuk memastikan bahwa limbah air tambak mengandung beban organik yang rendah.
Selain cara tersebut, pertukaran air juga menjadi cara yang tepat untuk mencegah penumpukan bahan organik yang dapat menyebabkan masalah kesehatan pada udang dan pencemaran lingkungan.
Idealnya, penggantian air dilakukan di awal budidaya setiap hari, dengan volume air yang diganti dari 10 hingga 30 persen dan meningkat secara perlahan seiring dengan berjalannya siklus budidaya.
Selain itu, air yang digunakan untuk pertukaran juga sebaiknya telah diolah guna menghindari masalah penyakit karena penggunaan air yang berkualitas buruk dapat membawa patogen ke tambak.
Teknik bioremediasi
Metode bioremediasi juga merupakan cara lain untuk mengurangi beban organik pada tambak. Cara ini dilakukan dengan memanfaatkan strain bakteri menguntungkan atau probiotik yang dapat mengolah air buangan, seperti Bacillus, Pseudomonas, Acinetobacter, Cellulomonas, Rhodopseudomonas, Nitrosomonas dan Nitrobacter. Bakteri-bakteri tersebut juga dapat memfasilitasi dekomposisi yang cepat dari berbagai senyawa organik dalam air.
Secara bersamaan, bakteri akan bersaing dan menghambat pertumbuhan patogen oportunistik, sehingga tidak menyebar ke badan air di sekitarnya. Sebelum membuang air limbah, petambak dapat menerapkan probiotik komersial yang dapat berperan sebagai bioremediator pasca melakukan perawatan.