Mediatani – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Pemerintah Provinsi telah bersepakat untuk berkolaborasi dalam mewujudkan capaian penetapan kawasan konservasi seluas 28,1 juta hektare pada tahun 2024.
Komitmen tersebut terungkap dalam Rapat Koordinasi Teknis Pengelolaan Kawasan Konservasi Daerah yang dilaksanakan secara daring dan luring di Depok, Selasa (6/4). Rapat yang digelar selama 2 hari ini menghadirkan 34 perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi.
Dalam kesempatan itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL), Tb. Haeru Rahayu mengungkapkan bahwa hingga tahun 2024, KKP telah membuat target penetapan 28,1 juta hektare kawasan konservasi dan peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi seluas 20 juta hektare.
“Untuk itu, perlu disusun komitmen bersama sebagai dasar pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2020-2024,” tutur Tebe dilansir dari laman resmi KKP.
Lebih lanjut Tebe menjelaskan, pada tahun 2020 lalu tercatat luas kawasan konservasi 24,1 juta hektare. Ditjen PRL kemudian menghitung kembali luas kawasan konservasi setelah ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi.
Pada salah satu pasal dalam Permen tersebut menjelaskan bahwa alokasi kawasan konservasi dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) sama dengan pencadangan.
“Dari hasil perhitungan diperoleh luas kawasan konservasi mencapai 28,1 juta hektare terdiri dari 16,8 juta hektare kawasan konservasi yang telah ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan/Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan 11,3 juta hektare berstatus dicadangkan,” sebut Tebe.
Tebe mengapresiasi pemerintah provinsi yang telah memberikan usul tentang penetapan kawasan konservasi. Pada tahun ini, lanjut Tebe, KKP telah menetapkan kawasan konservasi Raja Ampat di Papua Barat.
Penetapan Kawasan tersebut telah menambah luas kawasan konservasi yang ditetapkan menjadi 17,1 juta hektare, dan masih terdapat 11 juta hektare (39,2 %) kawasan konservasi lagi yang akan ditetapkan.
Tebe berharap, rapat tersebut dapat menggali permasalahan yang selama ini menjadi kendala provinsi dalam membuat penetapan maupun melakukan pengelolaan kawasan konservasi.
“Semoga dapat dirumuskan strategi untuk mempercepat proses penetapan bagi kawasan konservasi yang dicadangkan dan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi sehingga pengelolaan kawasan konservasi ke depan menjadi lebih baik lagi,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Andi Rusandi menyebutkan bahwa ada sebanyak 48 dari 51 Kawasan Konservasi Daerah (KKD) atau sekitar 94% yang telah ditetapkan masih bersatus Dikelola Minimum.
Hal tersebut diketahui setelah dilakukan evaluasi pengelolaan kawasan konservasi yang mengacu pada Keputusan Dirjen PRL Nomor 28/KEP-DJPRL/2020.
“KKD menemui kendala-kendala pengelolaan berupa minimnya alokasi sumber daya manusia pengelola, pendanaan, dan sarana dan prasarana sehingga proses operasional KKD kurang berjalan dengan baik,” tutur Andi.
Meskipun belum mencapai target, Andi mengatakan bahwa pihak KKP maupun Dinas terus melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan berbagai kendala tersebut.
Beberapa upaya yang dilakukan KKP, yaitu melakukan pengalokasian dana dekonsentrasi untuk penyusunan zonasi kawasan konservasi, penyediaan menu Dana Alokasi Khusus (DAK) konservasi untuk melengkapi sarana dan prasarana kawasan konservasi yang telah ditetapkan.
Selain itu, juga diakukan penyusunan norma standar prosedur, dan kriteria (NSPK) pengelolaan kawasan konservasi, sertifikasi pengelola kawasan konservasi, dan kesepakatan kemitraan dan jejaring kawasan konservasi.
Kemudian, kepada Pemda yang berhasil melakukan pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah dengan baik, KKP tengah mematangkan rencana pemberian Dana Insentif Daerah (DID) dan terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri agar target pengelolaan kawasan konservasi dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Diperlukan kerja sama yang baik dari berbagai pemangku kepentingan untuk mewujudkan kawasan konservasi yang mampu menjaga kualitas sumber daya dan memberi manfaat sosial ekonomi dan budaya bagi masyarakat,” pungkas Andi.