Mediatani – Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) telah melepas varietas unggul kedelai untuk lahan kering masam. Demas 1, yang dilepas pada tahun 2014 dengan Keputusan Menteri Pertanian RI No. 1176/Kpts/SR.120/11/2014, merupakan hasil persilangan antara Mansuria x SJ-5 dengan galur SC5P2P3.5.4.1-5.
Varietas ini memiliki keunggulan antara lain hasil biji rata-rata tinggi yaitu 1,70 t/ha, memiliki potensi hasil mencapai 2,51 t/ha pada kondisi cekaman kemasaman tanah, serta mempunyai ukuran biji 12,88 g/100 biji.
Kedelai Demas 1 juga tahan terhadap penggerek polong Etiella zinckenella, tahan terhadap penyakit karat daun Phakopsora pachyrhizi, agak tahan terhadap pengisap polong Riptortus linearis, serta memiliki kandungan protein biji mencapai 36,07%.
Kedelai adaptif lahan kering masam memiliki peluang strategis karena alih fungsi lahan subur berdampak pada pengembangan kedelai ke arah lahan suboptimal seperti lahan kering masam. Penyebaran terluas lahan kering masam adalah di Sumatera, Kalimantan dan Papua.Penurunan luas panen kedelai banyak terjadi di Pulau Jawa karena adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian.
Oleh karena itu, perlu upaya perluasan areal tanam di luar Jawa. Namun, lahan di luar Jawa biasanya merupakan lahan suboptimal, salah satunya adalah lahan kering masam yang luasnya mencapai 102.817.113 ha.
Pengembangan kedelai pada lahan kering masam menghadapi masalah diantaranya adalah keracunan unsur hara mikro dan defisiensi unsur hara makro.
Kedelai Vaietas Demas 1 |
Kerusakan organ terutama akar, tidak hanya menyebabkan terganggunya proses pengambilan nutrisi, tetapi juga dapat menyebabkan kematian tanaman. Defisiensi unsur makro menyebabkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Kedua faktor tersebut menyebabkan rendahnya produktifitas kedelai pada lahan kering masam. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan perbaikan kondisi lahan, atau dengan penyediaan varietas toleran.
Demas 1 merupakan varietas unggul kedelai adaptif lahan kering masam yang dilepas tahun 2014 dengan Keputusan Menteri Pertanian RI No. 1176/Kpts/SR.120/11/2014. Demas 1 berasal dari persilangan antara Mansuria x SJ-5 dengan galur SC5P2P3.5.4.1-5. Varietas ini memiliki keunggulan dibandingkan varietas Tanggamus (varietas unggul adaptif lahan kering masam) dan varietas Wilis (memiliki daya adaptasi luas).
Keunggulan Demas 1 adalah hasil biji rata-rata tinggi yaitu 1,70 t/ha, lebih tinggi daripada Wilis (1,41 t/ha)
dan Tanggamus (1,45 t/ha). Potensi hasil mencapai 2,51 t/ha pada kondisi cekaman kemasaman tanah, lebih tinggi daripada Tanggamus (1,95 t/ha).
Ukuran biji 12,88 g/100 biji lebih besar dibandingkan varietas Wilis dan Tanggamus. Varietas ini tahan terhadap penggerek polong Etiella zinckenella, tahan terhadap penyakit karat daun Phakopsora pachyrhizi, agak tahan terhadap pengisap polong Riptortus linearis, serta memiliki kandungan protein biji mencapai 36,07%, lebih tinggi daripada Wilis (34,93%) dan Tanggamus (35,98%).
Varietas Demas 1 memiliki tipe tumbuh determinit, tinggi tanaman sekitar 66,30 cm, dan umur masak sekitar 84 hari.
Kedelai adaptif lahan kering masam memiliki peluang strategis karena alih fungsi lahan subur berdampak pada pengembangan kedelai ke arah lahan suboptimal seperti lahan kering masam. Penyebaran terluas lahan kering masam adalah di Sumatera, Kalimantan dan Papua.
Pengembangan Demas 1 di ketiga pulau tersebut akan lebih mudah dicapai karena telah dilakukan pengujian adaptasi di pulau-pulau tersebut. Uji adaptasi dilakukan pada sentra produksi kedelai dengan beragam karakteristik lingkungan kemasaman tanah pada pH 4,5−5,8.
Varietas Demas 1 dapat dibudidayakan pada lahan kering masam dengan pH ≥4,5 tanpa penambahan bahan peningkat pH tanah. Pada keragaman lingkungan tersebut, varietas ini mampu memberikan hasil biji yang optimal.
Dalam budidaya kedelai di lahan kering masam, perlu diperhatikan saat tanam karena berhubungan dengan ketersediaan air. Oleh karena itu, penanaman dapat dilakukan mulai pertengahan bulan November, namun demikian saat tanam yang paling optimal adalah pada bulan Februari, karena pada bulan tersebut curah hujan masih tinggi dan berangsur-angsur berkurang sampai bulan April.
Dengan penanaman pada bulan Februari diharapkan saat panen sudah mulai memasuki musim kemarau, sehingga prosesing hasil biji tidak terganggu oleh curah hujan yang tinggi. (Balitbangtan)