Mediatani – Setiap tahunnya, laju impor kedelai terus meningkat seiring bertambahnya kebutuhan kedelai dalam negeri. Hal tersebut membuat pemerintah melalui Kementerian Pertanian harus memacu produksi kedelai agar kebutuhan kedelai domestik dapat dipenuhi secara mandiri.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo usai melakukan Rapat Koordinasi dan MoU pengembangan serta pembelian kedelai nasional di Kantor Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta, Senin (4/1/2021).
Menurutnya, kondisi tersebut menyebabkan petani sulit untuk melakukan pengembangan kedelai karena mereka lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar.
“Tapi kami terus mendorong petani untuk melakukan budidaya. Program aksi nyatanya kami susun dan yang terpenting hingga implementasinya di lapangan,” ujar Mentan Syahrul
Syahrul mengatakan bahwa masalah kedelai yang terjadi adalah masalah global, sehingga membuat harga kedelai yang ada secara global itu terpengaruh khususnya dari Amerika.
“Dan itu juga yang kita rasakan di Indonesia. Tidak hanya di Indonesia ada kontraksi seperti ini di Argentina misalnya juga terjadi polemik polemik terkait produksi kedelai,” sambungnya.
Oleh karena itu, Syahrul menuturkan bahwa melipatgandakan produksi atau ketersediaan kedelai dalam negeri menjadi fokus Kementan saat ini. Dengan melakukan perluasan areal tanam dan mengenergikan para integrator, unit-unit kerja Kementan dan pemerintah daerah, produksi kedelai dalam negeri harus mampu bersaing baik kualitas maupun harganya
“Hari ini adalah kami sudah bertemu dengan jajaran Kementan dan juga melibatkan integrator dan juga unit-unit kerja lain dari Kementerian dan pemerintah daerah untuk mempersiapkan kedelai nasional kita lebih cepat,” jelasnya.
Syahrul yakin dengan langkah cepat yang dilakukan Kementan bersama berbagai integtator dan pengembang kedelai yang ada, produksi kedelai dalam negeri dapat meningkat atau dapat berlipatganda.
“Kita bergerak cepat, sehingga produksi kedelai dalam negeri meningkat,” imbuh SYL.
Sementara itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Suwandi menambahkan bahwa faktor lain yang menyebabkan tingginya harga kedelai impor, yaitu biaya angkut yang juga mengalami kenaikan. Waktu transport impor kedelai dari negara asal ditempuh selama yaitu 6 hingga 9 minggu, padahal semula hanya ditempuh selama 3 minggu.
Selain itu, Suwandi menjelaskan bahwa tingginya ketergantungan impor yang terjadi merupakan dampak pandemi covid 19 yang menyebabkan pasar global kedelai saat ini mengalami ketidakstabilan. Hal itu menjadi peluang untuk dimanfaatkan Kementan dalam meningkatkan pasar kedelai lokal dan produksi kedelai dalam negeri.
“Kita melakukan MoU antara Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) dengan Gabungan Kelompok Tani dengan investor dengan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan untuk meningkatkan kemitraan produksi dan memaksimalkan pemasaran serta penyerapan kedelai lokal milik petani,” tuturnya.
Perlu diketahui, impor kedelai yang semakin tinggi bukan semata-semata karena faktor produksi. Namun hal tersebut disebabkan karena kondisi kedelai merupakan komoditas non lartas yang bebas impor kapan saja dan berapun volumenya tanpa melalui rekomendasi Kementan.
Dampak pandemi covid-19 juga mengakibatkan kenaikan harga kedelai yang cukup signifikan, yaitu sekitar 35 persen. Hal tersebut terjadi terutama di negara-negara produsen seperti Amerika Serikat, Brasil, Argentina, Rusia, Ukraina dan lainnya. Harga kedelai impor yang selama ini digunakan oleh pembuat tahu tempe di negara asal sudah tinggi, sehingga dampaknya membuat harga di Indonesia menjadi lebih tinggi lagi.