Kementan Gagas Harmonisasi Agrikultur dan Pariwisata untuk Desa Berdikari

Ngobras Kementan: Pertanian Terpadu dan Pariwisata untuk Kemandirian Desa

Ngobras Kementan: Pertanian Terpadu dan Pariwisata untuk Kemandirian Desa

Kementerian Pertanian (Kementan) terus memacu pendekatan pertanian terpadu berbasis wilayah lewat forum “Ngobrol Asyik Bareng Penyuluh” (Ngobras), yang kini sudah memasuki volume ke-24.

Acara yang diselenggarakan secara daring oleh Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan) ini mengusung tema “Pengembangan Pertanian Terpadu Berbasis Wilayah Desa Wisata” dan disaksikan oleh lebih dari seribu peserta dari seluruh Indonesia pada hari Selasa, 29 Juli.

Forum ini adalah bagian dari penerapan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2024 tentang percepatan peningkatan hasil pangan nasional.

Pendekatan wilayah yang menggabungkan sektor pertanian dengan potensi setempat seperti pariwisata dinilai mampu memperkokoh ketahanan pangan sekaligus mendongkrak taraf hidup petani.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menegaskan bahwa perubahan sektor pertanian tidak bisa hanya mengandalkan teknologi, tetapi juga memerlukan pendekatan berbasis wilayah dan sosial.

“Pertanian yang mengoptimalkan potensi desa wisata bisa menjadi harapan masa depan, sebab mempererat hubungan antara pertanian dan masyarakat luas,” tuturnya.

Kepala BPPSDMP, Idha Widi Arsanti, menambahkan bahwa penyuluh memegang peran penting dalam mengawal pengembangan pertanian terpadu.

“Mereka tidak hanya menjadi penghubung teknologi, tetapi juga fasilitator inovasi lokal yang menyatukan pertanian dengan ekonomi kreatif dan pariwisata,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Pusluhtan, Tedy Dirhamsyah, menyebut Ngobras sebagai wadah diskusi yang terbuka dan mudah beradaptasi untuk memperkuat kemampuan penyuluh dan petani agar tetap kuat menghadapi tantangan zaman.

Dalam sesi Ngobras kali ini, hadir Tribowo Pangestika, Ketua Kelompok Agro Edu Wisata Artansi Chandra Kahuripan dari Kabupaten Purbalingga, sebagai narasumber.

Ia berbagi pengalaman membangun ekosistem pertanian terpadu yang tidak hanya berfokus pada hasil pangan, tetapi juga pendidikan, agrowisata, hingga pemberdayaan warga.

“Kami menyatukan pertanian, peternakan, perikanan, hingga pengolahan pupuk organik dalam satu ekosistem di atas lahan seluas tiga hektare. Ini bukan sekadar diversifikasi, tapi saling menopang antar usaha untuk menekan pengeluaran dan meningkatkan pendapatan,” terang Tribowo.

Konsep integrated farming yang diterapkan di Chandra Kahuripan berhasil mengubah desa biasa menjadi tujuan wisata edukatif.

Awalnya hanya dikelola oleh tiga orang, kini telah melibatkan lebih dari 130 pengurus aktif, yang sebagian besar adalah anak muda desa.

“Keterbatasan sumber daya manusia sempat menjadi kendala, namun kerja sama dan pendampingan menjadi kunci keberhasilan kami,” imbuhnya.

Pengunjung kini bisa merasakan langsung pengalaman bertani, memanen melon hidroponik, mengenal ternak kambing, sapi, kelinci, hingga budidaya jangkrik dan perikanan sistem bioflok.

Selain itu, pelatihan dan magang dibuka lebar bagi masyarakat dari berbagai daerah.

“Harapannya, apa yang kami bangun bisa direplikasi oleh desa lain. Agar pertanian tidak hanya menjadi sumber pangan, tetapi juga pusat pendidikan dan kesejahteraan,” ujar Tribowo.

Menutup sesi Ngobras, Tribowo menyampaikan pesan yang membangkitkan semangat kepada generasi muda.

“Jangan malu bertani, jangan ragu beternak. Jika kita fokus dan serius, rezeki bisa dipanen lebih cepat. Dunia butuh pangan, dan kita ada di garda terdepan untuk memenuhinya,” pungkasnya.