Mediatani – Guna mengintervensi daya ungkit struktur ekonomi masyarakat selama masa pandemi, Kementerian Kelautan dan Perikanan terus mengambil langkah taktis, salah satunya dengan terus mendorong program prioritas yang mampu menciptaan nilai tambah ekonomi bagi para pembudidaya ikan, termasuk di Indonesia bagian Timur.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, beberapa waktu lalu di Jakarta menuturkan, Indonesia bagian Timur akan jadi prioritas untuk memperbaiki Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) yang ada saat ini. Menurutnya, berdasarkan dari sebaran wilayah, rata rata NTPi di Indonesia Timur masih tertinggal jika dibanding wilayah lain di Indonesia bagian Barat.
Padahal menurutnya, banyak Provinsi di Indonesia Timur yang menjadi basis sumber daya kelautan dan perikanan. Dari pengamatan Slamet, perbedaan nilai tukar tersebut terjadi akibat tingkat inflasi yang berbeda-beda di setiap daerah.
“Saya kira ini PR kita bagaimana usaha budidaya yang digeluti betul-betul efisien, sehingga ada nilai tambah ekonomi yang optimal dan pada ujungnya akan memberikan daya ungkit tinggi terhadap NTPi,” jelas Slamet.
Slamet juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah menugaskan Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Tatelu untuk memfasilitasi akses bagi pembudidaya agar mampu meningkatkan efisiensi produksi, salah satunya dengan intervensi bantuan langsung.
Slamet juga menegaskan intervensi bantuan tersebut dilakukan dalam rangka memperkokoh struktur ekonomi pembudidaya yang masih riskan terhadap goncangan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Jadi selama pandemi ini kami akan konsisten terus mendorong berbagai stimulus langsung. Ini yang harus dilakukan secara cepat, tepat dan terukur. Disamping kita tetap akan pantau dan perbaiki dari hal rantai pasoknya,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala BPBAT Tatelu, Fernando Jongguran dalam keterangannya di Manado mengungkapkan, selama tahun 2020, BPBAT Tatelu telah menyalurkan bantuan budidaya ikan sistem bioflok sebanyak 60 paket yang tersebar di 6 Provinsi yakni masing-masing sebanyak 28 paket di Sulawesi Utara.
Selanjutnya, Provinsi Sulawesi Barat sebanyak 11 paket; sebanyak 10 paket di Provinsi Sulawesi Selatan; Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 4 paket; Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 4 paket; dan di Provinsi Gorontalo sebanyak 3 paket.
Selain itu, BPBAT Tatelu juga telah menyalurkan bantuan untuk budidaya ikan hias sebanyak 5 paket di Provinsi Sulawesi Utara. Sementara, untuk bantuan budidaya ikan sistem minapadi, BPBAT Tatelu menyalurkan sebanyak 15 paket di Provinsi Sulawesi Utara.
Fernando mengatakan penyaluran bantuan yang berupa sarana dan prasarana ini bertujuan untuk mendukung program pemulihan perekonomian masyarakat selama pandemi Covid-19. Selain itu, upaya ini juga untuk membantu ketercukupan masyarakat akan kebutuhan ikan untuk konsumsi.
“Intinya kami siap berada di tengah-tengah pembudidaya untuk menjamin berbagai kemudahan akses yang berkaitan dengan proses produksi, termasuk pendampingan teknologi,” tutur Fernando.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat secara keseluruhan, struktur ekonomi masyarakat pembudidaya ikan di penghujung 2020 mengalami perbaikan. Tercatat Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) Desember 2020 senilai 101,24 naik 0,58 poin dibanding November yang mencapai 100,65. Di samping itu, Nilai Tukar Usaha Pembudidayaan Ikan (NTUPi) juga naik 0,77 poin dari periode November sebesar 100,94 menjadi 101,72 pada Desember lalu.
Slamet mengatakan, angka NTPi yang meningkat itu menunjukkan adanya perbaikan efisiensi usaha yang dipicu oleh semakin membaiknya harga komoditas utama budidaya meski secara spasial perbaikan NTPi tersebut lebih banyak tersentral di pulau Jawa.
Menurutnya, meski secara nasional terjadi inflasi pada Desember 2020 yang mengalami kenaikan 1,68 persen dibanding Desember 2019, tapi karena semakin efisiennya usaha budidaya, maka pembudidaya ikan merasakan adanya nilai tambah ekonomi.
Harapannya, indikator ini terus mengalami kenaikan, sehingga ada peningkatan kapasitas usaha melalui re-investasi yang dilakukan secara mandiri.