Mediatani – Salah satu kendala utama dalam budidaya bawang merah adalah adanya serangan hama dan penyakit, dan kondisi itu tak mengenal musim hujan ataupun kemarau. Dalam konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara preventif, yaitu pemantauan populasi hama yang terperangkap dengan light trap atau perangkap cahaya.
Light trap merupakan teknologi pengendalian hama tepat guna yang ramah lingkungan. Dikatakan demikian karena dalam penggunaannya, alat ini hanya menggunakan instalasi listrik dan cara kerjanya yang menggunakan cahaya untuk manarik dan menangkap serangga di malam hari.
Selain berfungsi untuk mengetahui keberadaan atau jumlah populasi serangga di lahan pertanian, alat ini juga dapat memerangkap hama terutama ngengat atau imagonya. Oleh karena itu, alat ini cukup ampuh membasmi organisme pengganggu tumbuhan (OPT) secara keseluruhan dalam suatu wilayah.
Sesuai arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, petani harus serius menghadapi kendala yang bisa mengganggu pertanian, seperti serangan hama. Seluruh jajaran Kementan dari pusat sampai daerah harus bahu membahu, aktif turun membantu petani mengamankan produksi dari serangan hama yang mengancam produksi pangan nasional.
Menariknya, ternyata yang berada di balik penciptaan alat ini adalah seorang anak yang masih duduk di bangku SMK. Pembuat ide yang merupakan anak petani itu mampu menciptakan light trap menggunakan lampu LED UV.
Awalnya, ia membuat alat itu karena merasa prihatin melihat orang tuanya yang kesulitan mengendalikan hama ulat bawang merah. Dengan berbagai sumber informasi, ia berhasil mengembangkan sebuah alat dengan menggunakan tenaga surya yang dia beri nama light trap insect. Selain mengatasi hama pada bawang merah, alat ini juga dapat digunakan untuk komoditas tanaman sayuran lainnya.
Alat ini terdiri dari beberapa komponen yaitu lampu LED UV, pralon penyangga dan nampan. Dengan saklar yang otomatis, alat ini mampu menyala dengan sendirinya di malam hari dan sebaliknya akan mati dengan sendirinya di siang hari. Pada siang hari, panel akan mengisi daya baterai dengan bantuan tenaga surya. Nampan di bawah lampu cukup di isi air dicampur dengan detergen.
“Dalam hamparan satu hektare bawang merah, menggunakan 20 unit light trap. Alat tersebut dapat memerangkap ngengat ulat bawang sebanyak 50 ekor per malam dan bahkan bisa lebih banyak jika populasi tinggi. Hama yang banyak terperangkap di antaranya ngengat ulat bawang, ngengat ulat grayak, kepinding tanah dan masih banyak hama lainnya,” papar Ikhsan.
Berdasarkan informasi dari petugas perlindungan Laboratorium Bantul, Rais Sulityo bahwa petani yang telah menggunakan light trap insect ini, serangan hama terutama pada bawang merah banyak berkurang. Ini diharapkan mampu mengurangi penggunaan pestisida kimiawi yang selama ini rutin digunakan petani.
Di tempat terpisah, Direktur Perlindungan Hortikultura, Sriwijayanti Yusuf mengatakan bahwa petani bawang merah dapat mencoba menggunakan alat ini untuk monitoring populasi hama ulat bawang sekaligus juga dapat memerangkap ngengat/imagonya.
“Dengan demikian serangan ulat bawang dapat dikendalikan dan tidak sampai mengganggu produksi dan mutu produk bawang merah,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto turut mengapresiasi penemuan dan penggunaan alat tersebut. Dirinya mengatakan, kunci keberhasilan produksi hortikultura khususnya bawang merah adalah dengan melakukan monitoring populasi ulat bawang.
Light trap insect ini ramah lingkungan sehingga produk bawang merah yang dihasilkan akan lebih sehat dan aman konsumsi. Dengan memasang alat ini, petani bisa menekan biaya produksi menjadi lebih rendah karena tidak harus membeli pestisida yang mahal harganya.
“Teknologi anak muda ini bisa diaplikasikan para petani lainnya,” ujar Prihasto bangga.