Mediatani – “Berubah itu berisiko, tapi tidak mau berubah itu lebih berisiko”
Itulah tutur motivasi yang dilontarkan oleh sosok Bayu, pengusaha ternak kambing dan domba asal Sleman, DI Yogyakarta.
Sebagaimana dikutip dari situs kumparan.com, Lokasi peternakan Bayu didirikan di Kecamatan Moyudan yang diberi nama 78 Farm.
Peternakan 78 Farm telah berdiri sejak lama. Dari bisnis ini pun berhasil mengucurkan harta kekayaan ke dalam kantongnya sebanyak lebih dari ratusan juta rupiah.
Meski Bayu tak menyebutkan nominal pastinya. Akan tetapi, jika terlihat dari kisah hidupnya, perkiraan pendapatan dan harta kekayaannya boleh jadi benar.
Hal itu lantaran, jauh sebelum berhasil seperti sekarangi ini, Bayu mesti menghadapi banyak tantangan, jalan yang terjal, berliku dan berbatu.
Kalimat motivasi yang dilontarkan Bayu di awal tadi benar-benar merepresentasikan perubahan dan perjalanan hidup dirinya.
Jauh sebelum jadi pengusaha ternak, Bayu adalah pekerja biasa di sebuah distro atau toko baju di Jakarta.
Ia lalu merantau ke Ibukota lantaran keuangan masa mudanya tak menemukan angin segar di tanah kelahirannya sendiri. Selama hampir 12 tahun Bayu bekerja di toko baju tersebut guna bertahan hidup.
Dan pastinya, meski bekerja di wilayah ibukota, pemasukan Bayu tidaklah seberapa.
Menjadi seorang karyawan sebuah distro jelas tak cukup dalam membiayai mimpi besarnya. Kecuali Bayu hanya berniat bertahan hidup, barangkali cukup.
Buktinya, ia tak hanya mampu membiayai kebutuhannya sendiri, melainkan juga kebutuhan hidup keluarganya, anak dan istri.
Namun, pada suatu ketika sang istri lalu mengajak Bayu pulang ke kampung dan meninggalkan gemerlapnya Ibukota.
Pada mulanya Bayu menolak lantaran usahanya sedang aman dan merasa mencari uang di Jakarta amatlah mudah.
Selama tiga tahun, Bayu dan istri terus membicarakan soal pulang kampung dan meninggalkan bisnisnya di Jakarta.
Bukan tanpa alasan, sang istri meminta Bayu untuk pulang. Ia merasa rutinitas di Ibukota sangatlah padat sehingga membuat dirinya sukses.
Apalagi jenis pekerjaan Bayu bukanlah jenis pekerjaan yang kenal waktu.
Lepas waktu, bertahun-tahun mereka berdebat, akhirnya Bayu luluh dan menuruti permintaan sang istri untuk pulang ke Yogyakarta.
Sesampainya di Kota Istimewa, Bayu jelas bingung bagaimana ia akan bertahan hidup dan menghidupi keluarganya.
Meski demikian, Jogja bukanlah kota asing Bayu. Ia lahir dan menjalani masa kecil di kota pariwisata itu.
Dia masih ingat betul, jauh sebelum memutuskan merantau ke Jakarta, dirinya pernah punya cita-cita membangun usaha ternak.
Alhasil dengan modal tabungan selama bertahun-tahun kerja, Bayu membangun sebuah peternakan.
Namun, sayangnya, ia membangun peternakan tersebut dengan penuh ambisi dan tanpa perhitungan.
Ia membiayai segala ongkos produksi peternakannya dengan jor-joran tanpa hitung untung dan rugi.
Tak terasa, bukannya mendapatkan untung, Bayu justru mendulang kerugian hingga Rp200 juta.
Meski merasa jatuh dan gagal, hal itu seketika berubah. Berkat lingkaran pertemanannya yang sehat, Bayu berhasil kembali bangkit dari keterpurukan. Kerugian sebanyak Rp200 juta tersebut berhasil kembali hanya dalam satu tahun.
Saat ini, jumlah total ternak kambingnya sudah mencapai ribuan ekor.
Begitupun domba yang terbagi ke dalam 13 jenis, mulai dari perahan, indukan, hingga pedaging. Peternakan 78 Farm pun berhasil menguasai pasar nasional.
Sementara itu, kondisi peternakan di Berau, sepanjang tahun 2020 lalu produktivitas peternakan mengalami penurunan.
Hal ini diketahui berdasarkan data jumlah hewan ternak yang ada di Bumi Batiwakkal-sebutan Berau.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Berau, Mustakim mengatakan bahwa, jumlah ayam bukan ras pada tahun 2019 mencapai 281.108 ekor.
Jumlah itu rupanya terjadi penurunan menjadi 266.258 ekor pada 2020. Begitu pula pada ayam broiler yang turun signifikan, dari 281.108 ekor menjadi 266.258 ekor di 2020.
Lalu, dari jumlah sapi juga turut mengalami penurunan pada tahun 2020. Namun penurunannya tak terlalu signifikan, yakni berkisar 30 ekor.
“Turunnya produktivitas peternakan ini rupanya imbas dari pandemi, sehingga pemasarannya yang cukup berkurang selama pandemi,” ucap dia mengutip dari situs prokal.co.id.
“Jadi produktivitas juga mengalami penurunan. karena menyesuaikan tingginya konsumsi masyarakat,” sambungnya.
Meski begitu, pihaknya menyebut jumlah ayam di peternakan yang ada di Berau terhitung cukup untuk beberapa tahun mendatang. Hanya tinggal menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
“Jika permintaan tinggi, maka produktivitas juga akan tinggi. Begitupun sebaliknya,” terangnya. (*)