Mediatani – Banggai Cardinal Fish merupakan salah satu jenis ikan hias yang banyak diminati para pecinta akuarium laut. Sesuai dengan namanya, ikan ini endemik dengan bentuk tubuh yang kecil dan unik ini berasal dari perairan laut Banggai, Sulawesi Tengah.
Dilansir dari Mongabay, dari tahun 2000 hingga 2001, volume perdagangan Banggai Cardinal Fish ini diperkirakan mencapai 700.000 hingga 1,4 juta ekor. Namun, angka yang tersebut ternyata tidak lagi bertambah karena terindikasi telah mengalami penurunan jumlah populasi.
Ikan yang biasa disebut juga capungan banggai ini kemudian dimasukkan dalam daftar merah dengan kategori Genting [Endangered]. Untuk menjaga keberadaan ikan ini dalam negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan status ikan ini sebagai ikan yang dilindungi terbatas.
Banggai Cardinal Fish ini memiliki nama latin Pterapogon kauderni. Sebagai upaya mengingatkan masyarakat untuk menjaga kelestarian ikan ini, pemerintah daerah di Kabupaten Banggai membuat tugu Banggai Cardinal Fish di pusat keramaian Kota Luwuk.
Dikutip dari jurnal Marine Fisheries yang ditulis oleh Samliok Ndobe, dkk [November, 2013] disebutkan bahwa sejak sekitar tahun 1990, jenis ini diperdagangkan sebagai ikan hias dengan nama dagang Banggai Cardinal Fish atau capungan banggai.
“Beberapa permasalahan terungkap pada studi tahun 2004, bahwa ikan jantan yang mengerami ditangkap dan telur/larvanya dibuang oleh nelayan dan mortalitas tergolong tinggi pada rantai perdagangan panjang dan rumit,” kata para peneliti.
Tercatat dalam dokumen Rencana Aksi Nasional [RAN] Konservasi Ikan Capungan Banggai yang dilakukan pada periode 2017-2021, dijelaskan bahwa populasi ikan laut ini di alam mengalami penurunan yang drastis.
Hal tersebut disebabkan karena penangkapan berlebihan, serta terjadinya degradasi habitat baik itu akibat faktor kegiatan manusia maupun karena perubahan iklim. Uniknya, Banggai Cardinal Fish yang berukuran kecil memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan yang berukuran lebih besar.
Dampak dari penangkapan Banggai Cardinal Fish yang belum dewasa ini dalam jangka panjang akan menyebabkan laju recruitment populasi yang rendah. Hal ini disebabkan karena semakin sedikit ikan yang mencapai usia dewasa dan dapat berkembang biak di alam.
Hidup berkelompok
Pada dasarnya, ikan ini hidup secara berkelompok. Ikan yang berukuran kecil biasanya banyak yang memilih berlindung di bulu babi, sementara yang berukuran agak besar berada di anemon dan berbaur bersama ikan jenis lain, seperti nemo. Bulu babi dan anemon memang merupakan mikrohabitat dari Banggai Cardinal Fish.
Ikan ini masih mudah dijumpai di perairan laut Desa Uwedikan, Kecamatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai. Bahkan, kita dapat melihatnya langsung di bawah rumah panggung Suku Bajo yang ada di Desa Uwedikan.
Namun, keberadaannya yang sering berkelompok di perairan dangkal membuat capungan Banggai ini menjadi lebih mudah ditangkap dalam jumlah yang banyak.
Pada tahun 2007 dan 2016, capungan banggai telah dimasukkan dalam daftar Appendiks II CITES [Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna] sebanyak dua kali. CITES sendiri merupakan konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar terancam punah.
Meski telah terdaftar Appendiks II CITES, proposal usulan itu juga sudah ditarik dua kali oleh Amerika dan Uni Eropa. Akan tetapi ada kemungkinan negara-negara tersebut kembali mengusulkan dalam aturan tersebut.
Adapun aturan KKP yang dibuat untuk menjaga keberadaan ikan capungan Banggai dalam negeri tersebut, yakni melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 49/KEPMEN-KP/2018.
Kepmen tersebut mengatur tentang perlindungan ikan capungan Banggai yang dilakukan secara terbatas berdasarkan tempat dan waktu. Dimana hanya di wilayah Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah dan pada periode Februari-Maret dan Oktober-November. Hal tersebut diatur berdasarkan rekomendasi LIPI yang menyebutkan bahwa pada bulan tersebut merupakan puncak musim pemijahan ikan capungan banggai.