Menyingkap Alasan Telur Asin Brebes Jadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia

  • Bagikan
Telur asin (Kompas).

Mediatani – Warga Brebes patut berbangga karena telur asin yang selama ini menjadi kuliner khas Kabupaten Brebes, Jawa Tengah dan populer hingga ke berbagai daerah lainnya di Indonesia, ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia.

Keberadaan Brebes sebagai produsen telur asin akan terasakan saat perayaan mudik Lebaran atau libur Natal dan pergantian Tahun Baru. Data yang dirilis Dinas Peternakan Kabupaten Brebes tahun 2017 ada 1.778 peternak itik di Kabupaten Brebes. Tentu ini peningkatan yang fantastis, jika dibandingkan data tahun 2010 yang menyebutkan 650 peternak itik.

Mereka tersebar di 11 kecamatan dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Brebes. Pola pengembangan budi daya ternak itik dilakukan dengan cara diangonkan (digembalakan) di bekas sawah yang telah panen. Kedua dengan cara dikandangkan (pangon), yang letaknya berdekatan dengan tepi sungai. Pola asupan makanan menjadi penting untuk jenis pembudidayaan pangon.

Selain karena rasanya yang nikmat, banyak hal lainnya pada telur asin Brebes ini yang unik membuatnya ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTb) Indonesia dalam sidang Kemdikbud pada 6-9 Oktober 2020.

Untuk lebih mengenal kuliner satu ini, berikut beberapa fakta menarik dari telur asin, dikutip dari website resmi Warisan Budaya Kemdikbud

Awalnya dijadikan sebagai sesajen

Proses pengasinan telur asin merupakan keahlian yang telah lama dikuasai oleh warga Tionghoa. Bahkan, telur asin mulanya merupakan bagian dari persembahyangan yang diperuntukkan bagi Dewa Bumi.

Secara historis proses komersialiasi telor asin dimulai pada era akhir 1950-an, yang dirintis oleh warga peranakan Tionghoa Brebes. Komoditas telor itik telah dikenal pada abad XIX. Telur itik menjadi komoditas yang dibawa dari Tegal selain beras, gula, kayu jati. Komoditas tersebut pada umumnya dibawa ke Batavia.

Beberapa generasi pengusaha telur asin perintis di Kabupaten Brebes diantaranya Tjoa, Lina Pandi. Melalui keluarganya wangsa Tjoa memulai penjualan telur asin dalam keluarga peranakan Tionghoa lainnya.

Booming bisnis telur asin tak hanya dimiliki oleh keturunan Tionghoa Peranakan. Beberapa mantan pekerja telur asin di keluarga Tionghoa membentuk usaha sendiri.

Rasa yang gurih

Ciri khas telur asin Brebes bisa dirasakan dari komposisi pengolahan tingkat keasinan yang menghasilkan rasa telur yang masir. Pengertian dari masir merupakan tingkat kegurihan yang pas, sekaligus mengeluarkan minyak dan berwarna oranye pekat.

Inilah yang membedakan dengan telur asin sejenis yang diproduksi di luar Brebes. Sehingga ketahanan telur asin Brebes mencapai 7 hari atau seminggu.

Nilai yang bisa dipetik dari telur asin

Ada beberapa nilai yang bisa dipetik dari telur asin. Bukan hanya dari perspektif kuliner. Khususnya dari perspektif nilai (value) sosial. Pertama,  nilai akulturasi yang bisa dipetik dari proses penerimaan telur asin kepada tataran sosial, yang tidak hanya eksklusi namun inklusi. Dapat diterima.semua pihak meski pada mulanya berasal dari kultur peranakan Tionghoa.

Kedua, nilai yang bisa dikemukakan adalah proses toleransi. Proses pembuatan telur merupakan kerja kolegial. Dari mulai pemilihan telur itik yang berkualitas, pembuatan bahan bahan untuk pengasinan serta proses pengasinannya.

Ketiga, telur asin Brebes memiliki fungsi nilai penemuan identitas suatu living culture masyarakat. Keempat, telur asin sebagai warisan budaya memunculkan simbol kohesi dan rujuk sosial.

Kekayaan tradisi

Saat ini telur asin tak hanya sebagai ikon kuliner Kabupaten Brebes, tapi di dalamnya juga terkandung kekayaan tradisi dan pengetahuan masyarakat dalam produk pengolahan pangan. Oleh karenanya telur asin Brebes dapat dijadikan sebagai warisan budaya kuliner yang keberadaannya harus dilestarikan.

Fitra Arda Sambas, Direktur Perlindungan Kebudayaan, Kemendikbud mengatakan Telur asin dilihat masih terjaga kelestariannya, juga generasi pembuatnya pun terus terjaga. Penetapan telur asin sebagai WBTb tentu bukan sekadar titel belaka. Ada harapan yang disematkan di dalamnya.

Dia menuturkan telur asin terus dijaga bukan sekadar dilihat sebagai produk kuliner tetapi juga nilai makna dan fungsi dari ekosistemnya. Pembuatan telur asin musti melibatkan ekosistem yang sehat dari elemen-elemen seperti peternak itik, tenaga kerja pengelola, pihak promosi, ketersediaan pakan juga pelaku ekonomi kreatif.

Dengan kesadaran ini, diharapkan ada peran dari pemerintah daerah setempat. Fitra menjelaskan, sesuai amanat UU No.5 Tahun 2017 tentang ‘Pemajuan Kebudayaan’, pemda bisa mengalokasikan anggaran untuk pemberdayaan ekosistem WBTb telur asin.

“Setelah mendapatkan penetapan dan terpublikasi secara luas, diharapkan menumbuhkan ekonomi mikro dan memajukan UKM di bidang pembuatan telur asin dan tak kalah penting juga sebagai kebanggaan daerah dan nasional,” ujarnya.

 

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version