Mediatani – Dalam situasi pandemi Covid-19, dampak memang sangat terasa bagi ekonomi masyarakat. Apatah lagi saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai diberlakukan pada pertengahan 2020 lalu.
Selain berpengaruh terhadap ekonomi, larangan untuk keluar rumah pun juga berdampak kepada psikologi manusia sebagai makhluk sosial.
Hal itu juga dirasakan Anizur, (45) warga Lubuak Panjang, Jorong II Garagahan, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Berprofesi sebagai kontraktor, dirinya sempat terhenti karena tidak adanya proyek yang bisa dikerjakan, sebab anggaran dana pembangunan daerah sebagian besar dialihkan untuk penanganan wabah.
Kini Anizur beternak Ayam Bangkok. Melansir, Kamis (15/4/2021) dari situs Covesia.com, saat dikunjungi di kandang ayamnya yang berada di belakang rumahnya, Sabtu (10/4/2021), tampak Anizur sedang sibuk memeriksa belasan ayamnya yang sedang mengerami telur.
“Telur ini tidak semua yang bisa menetas menjadi anak ayam, jadi harus diperiksa secara rutin, jika tidak ada tanda-tanda seperti bintik kecil terlihat di kuning telur akan disisihkan untuk dijual,” ujarnya sambil meneropong telur-telur ayam dengan satu buah senter berukuran kecil.
Lelaki yang kerap disapa Panjul ini menjelaskan, ia mulai serius menekuni usaha beternak ayam bangkok sejak satu tahun belakangan.
Sebelumnya, beternak ayam bangkok hanya bertujuan untuk hobby dan mengisi waktu luang, namun saat kesukaan mulai menghasilkan pundi-pundi rupiah, niat tersebut berubah menjadi salah satu pekerjaan dan bisa menghasilkan belasan juta perbulan.
“Dalam sekali bertelur ayam bangkok bisa menghasilkan 10 sampai 15 butir telur dan akan menetas 21 hari ke depan,” katanya lagi.
Untuk bibit ayam Bangkok, awlanya dia membelinya dari temannya yang juga seorang peternak ayam bangkok di Sibolga Sumatera Utara.
“Awalnya saya membeli 2 lusin anak ayam, sampai di sini hidup sebanyak 21 ekor, nah dari 21 ekor inilah berkembang menjadi ratusan ekor ayam,” katanya sambil tertawa terkekeh.
Satu ekor anak ayam yang baru menetas dijual dengan harga Rp10ribu, harga tersebut bisa semakin naik seiring bertambah umur dan ukuran tubuhnya.
“Untuk yang bangkok jantan, lain pula ceritanya, umur 6 bulan bisa ditawar sampai Rp1juta,” ulasnya.
Dalam pemasaran, Panjul memanfaatkan media sosial dan menempelkan nomor yang bisa dihubungi. Jika berminat, mereka pun bisa berkunjung langsung ke kandang sekaligus melakukan transaksi.
“Orang yang membeli banyak dari luar daerah, ada dari Pariaman, Padang, Pekanbaru bahkan ada yang dari lampung. Biasanya pelanggan saya adalah pecinta ayam bangkok, atau untuk bakal induk,” katanya lagi.
Guna terbebas dari penyakit, Panjul selalu memberikan vaksin alami untuk pangan ayamnya, selain makanan pokok selain jagung dan dedak, seselaki ia menyelingi dengan sayuran seperti daun pepaya dan kangkung.
“Ini vaksin alami ayam, selain itu kandang harus selalu bersih dan jangan sampai lembab,” imbuhnya.
Selain itu guna menjaga keaslian rasnya, ayam-ayam tersebut tidak dilepasliarkan, hal itu untuk mengantisipasi adanya percampuran dengan ayam kampung milik tetangga.
“Jika dilepas ayam akan akan tercampur dengan ayam milik tetangga ini bisa berpengaruh kepada bibit yang akan datang,” tutupnya. (*)