Penanaman Bibit Mangrove, Upaya Pelestarian Lingkungan dan Peningkatan Ekonomian Masyarakat

  • Bagikan
Ilustrasi: Penanaman Bibit Mangrove di Sumatera Utara bertujuan melestarikan lingkungan dan mendorong perekonomian masyarakat sekitar.
Ilustrasi: Penanaman Bibit Mangrove di Sumatera Utara bertujuan melestarikan lingkungan dan mendorong perekonomian masyarakat sekitar.

Mediatani – Selain melestarikan lingkungan, proses penanaman bibit mangrove yang dilakukan di Sumatera Utara juga dipercaya dapat mendorong perekonomian masyarakat sekitar.

Penanaman mangrove ini dilakukan di tiga titik lokasi yang terdapat di Desa Alur Cempedak, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat. Kegiatan ini melibatkan tiga kelompok masyarakat pelaksana rehabilitasi mangrove, diantaranya Kelompok Maju Pelawi, Sepakat Berkarya dan Tunas Baru.

Penanaman mangrove ini dikerjakan oleh tiap kelompok dengan titik koordinat yang berbeda dengan luasan areal tanam masing-masing mulai 195 hektare hingga 200 hektare.

Meski medan cukup sulit, keras dan berada di pinggir laut lepas, namun mereka terus melakukan penanaman mangrove sebab memang perlu kerja keras untuk melestarikan lingkungan dan mendapatkan hasil panen yang melimpah.

Ketua Kelompok Maju Pelawi, M. Solihin mengatakan program ini sudah dimulai sejak April 2021, tetapi proses penanaman bibit mangrove baru bisa dijalankan pada Mei 2021.

Menurutnya, upaya ini dilakukan untuk menjaga keutuhan ekosistem mangrove, karena di kawasan mangrove tersebut terdapat tambak alam yang menjadi mata pencaharian warga. Untuk itu, para petambak juga turut terlibat dalam kelompok penanaman mangrove, dengan harapan tambaknya juga bisa ditanami mangrove.

Para petambak tersebut berkeinginan kuat untuk terlibat karena ingin belajar dari kesalahan yang dilakukan di masa lalu. Dulunya, beberapa warga kerap menebangi mangrove untuk pembuatan arang atau ingin membuka tambak lagi dengan harapan bisa meningkatkan hasil tangkapan ikan dan kepiting.

Meski awalnya ikan dan kepiting yang dihasilkan dalam setahun melimpah, namun sifatnya masih jangka pendek. Mereka akhirnya menyadari bahwa membabat mangrove bisa berakibat pada hasil panen yang menurun drastis karena justru merusak ekosistem udang, kepiting dan ikan.

“Kita belajar jadinya, mangrove itu memang perlu dijaga kealamiannya,” kata dia, seperti yang dikutip dari kontan.co.id, Sabtu 14 Agustus 2021.

Dengan ditanaminya bibit mangrove di tambak, lanjut Solihin, nelayan bisa dua kali panen, yakni pada saat pasang bulan purnama dan pasang bulan gelap. Dengan begitu, penghasilan para petambak bisa mencapai Rp 1.5 juta hingga Rp 2 juta.

Keuntungan lainnya yang bisa didapat penambak yakni masa panen setiap enam bulan sekali. Ikan yang dihasilkan pun bermacam-macam, misalnya, ikan siakap, ikan sembilang,  ikan kerapu dan ikan nila.

Selain keuntungan dari hasil tambak, masyarakat juga bisa menjual bibit mangrove sehingga menjadi penghasilan tambahan masyarakat.

Bibit mangrove tersebut dijual ke pihak yang membutuhkan, misalnya pemerintah, mahasiswa  dan korporasi dengan harga mulai dari Rp800 hingga Rp1.800. Pemesanan bibit mangrove ini pun sudah sampai ke luar Sumatera Utara hingga Aceh.

Penamanan bibit mangrove di Desa Alur Cempedak merupakan upaya rehabilitasi mangrove yang dilakukan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) bersama BPDASHL Wampu Sei Ular. Luasan targetnya adalah 5000 hektare dari 83 ribu hektare target nasional.

Selain dapat melestarikan lingkungan, penanaman bibit mangrove juga dapat mendorong perekonomian masyarakat. Hutan mangrove atau hutan bakau yang terletak di garis pantai selama ini telah berperan banyak bagi lingkungan hidup.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version